Korupsi

Kasus Korupsi SPPD FIktif, SMuR Lhokseumawe Desak Pemerintah Aceh Copot Ketua KKR 

Kasus tersebut dihentikan karena komisioner KKR Aceh mengembalikan uang korupsi SPPD fiktif senilai Rp 258.594.600.

Penulis: Jafaruddin | Editor: Taufik Hidayat
Dok Pribadi
Ketua SMuR Lhokseumawe SMUR Lhokseumawe, Rizal Bahari 

Laporan Jafaruddin | Lhokseumawe 

SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE – Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMuR) Lhoksemawemendesak Pemerintah Aceh untuk mencabut Masthur Yahya dari Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh. 

Karena ikut terlibat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan perjalanan dinas (SPPD/Surat Perintah Perjalanan Dinas) fiktif. 

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 58 orang yang terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi SPPD fiktif tersebut, Komisi Kebenaran Rekonsiliasi (KKR) Aceh mengembalikan uang kerugian negara tahun anggaran 2022 sebesar Rp 258.584.600.

Pengembalian uang hasil dugaan tindak pidana korupsi perjalan dinas itu dilaksanakan di Aula Polresta Banda Aceh, Kamis (7/9/2023).

“SMUR Lhokseumawe mendesak Pemerintah Aceh untuk mencabut Masthur Yahya dari Ketua KKR Aceh,” ujar Ketua SMuR Lhokseumawe, Rizal Bahari dalam siaran pers yang diterima Serambinews.com, pada Senin (18/9/2023). 

Tapi yang sangat disayangkan dari kejadian tersebut kata Rizal, masyarakat harus menerima fakta yang cukup pahit yaitu penghentian penyelidikan kasus tersebut oleh penyidik Polresta Banda Aceh.

Kasus tersebut dihentikan usai komisioner KKR Aceh mengembalikan kerugian negara dari SPPD fiktif senilai Rp 258.594.600. 

Polisi menyelesaikan kasus ini secara Restorative Justice. Padahal kalau penyelesaian kasus itu secara Restorative Justice harus mengundang masyarakat Aceh untuk menyaksikan pengembalian kerugian negara dan pengampunan tersebut harus disetujui oleh masyarakat aceh sendiri. 

Karena Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) tidak pernah berdosa kepada Pemerintah, melainkan telah berdosa kepada masyarakat Aceh sendiri. 

“Karena menurut teori, restorative justice adalah metode penyelesaian kasus di dalam ilmu hukum dengan menghadirkan pelaku dan korban, jadi jelas di sini korbannya adalah masyarakat Aceh bukan pemerintah,” katanya. 

Apalagi penghentian penyidikan kasus tindak pidana korupsi tersebut kata Rizal, tidak memiliki dasar hukum. 

Jika merujuk pada Pasal (4) Undang-undang tindak pidana korupsi, disebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana. 

Seharusnya, kata Ketua SMUR Lhokseumawe, Pemerintah Aceh mengambil sikap yang tegas dalam kasus ini dengan memberhentikan/menggantikan anggota KKR yang terlibat korupsi, dan mencabut Masthur Yahya dari Ketua KKR Aceh.

Karena dinilai tidak becus memimpin anggota dalam melaksanakan tugas memperjuangkan hak-hak para korban semasa konflik Aceh dan telah mencederai kepercayaan para korban. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved