Opini

Memuji dan Menghina Diri di Medsos

SEKARANG dunia maya sedang menghiasi kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri lagi, penggunaan media sosial sudah masuk hampir seluruh lini kehidupan

|
Editor: mufti
Tangkap Layar Youtube SERAMBINEWS
Pengurus Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) dan dosen di STIS NU Aceh, PAI Aceh Besar 

Tgk Aria Sandra SHI MAg, Pengurus Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) dan dosen di STIS NU Aceh, PAI Aceh Besar

SEKARANG dunia maya sedang menghiasi kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri lagi, penggunaan media sosial sudah masuk hampir seluruh lini kehidupan. Di sana mereka mengekspresikan dirinya dengan bermacam gaya dan tingkah laku. Seperti membuat konten-konten video kreatif, foto, menulis status, dan sebagainya.
Konten-konten tersebut ada yang bermanfaat untuk umat seperti kajian-kajian keagamaan dan ada pula yang sifatnya menghibur masyarakat seperti lantunan shalawat kepada Rasulullah saw, dan tidak sedikit pula terdapat konten-konten yang merusak moral serta menjatuhkan harga diri sendiri dan orang lain.

Jika sedikit saja manusia ini mau melihat apa yang telah Allah swt firmankan dalam Kitab Suci al-Quranulkarim maka dapat dipastikan mereka tidak akan melakukan hal-hal aneh yang dapat menjatuhkan harga dirinya.
Karena Allah swt telah berfirman di dalam Alquran pada surat al-Isra' "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakannya."
Dari ayat tersebut jelas sekali terlihat keterangannya bahwa Allah swt menciptakan manusia ini sebagai makhluk yang mulia, dibandingkan dengan makhluk-Nya yang lain. Kemuliaan ini diberikan oleh Allah dikarenakan manusia mampu menjalankan syariat Allah swt di permukaan bumi ini.

Menjaga kemuliaan

Sepatutnya, sebagai seorang manusia harus bangga menjadi makhluk yang mulia dan mempertahankannya sampai ajal tiba. Jangan menjadi orang yang terhina karena tingkah laku sendiri. Kita semua meyakini bahwa tidaklah manusia berbeda-beda dalam tingkat kemuliaan dan kehormatan.

Sesungguhnya orang-orang yang mulia di setiap umat dan generasi kendati di masa jahiliyyah yang penuh dengan kegelapan sekalipun mereka berbangga dengan kemuliaan dan keharuman nama mereka serta menjaga terhadap kehormatan dan harga diri mereka.

Akan tetapi, fenomena alam justru menunjukkan lain. Dewasa ini, kemuliaan itu nyaris hilang dari diri seseorang. Bahkan hilang sama sekali. Hal ini terlihat dari sikap dan perbuatan manusia itu sendiri ketika membuat konten-konten dan berekspresi di berbagai platform media sosial yang jauh dari kata malu.

Padahal sebagai umat yang beragama pasti ada tuntunan dan perintah dalam agamanya untuk menjaga rasa malu. Terlebih lagi, rasa malu tidak dapat dipisahkan dari iman yang keduanya merupakan pasangan satu sama lain. Kepada siapa manusia itu harus malu, tentunya malu kepada Allah swt.

Orang yang malu kepada Allah mereka akan meninggalkan segala sesuatu yang dibenci oleh Allah swt. Selain malu kepada Allah, manusia juga harus malu kepada dirinya sendiri. Malu kepada diri sendiri artinya malu ketika ingin melakukan hal-hal yang tidak terpuji.

Sangat disayangkan, demi mengejar popularitas dan mencari viral maka sebagian manusia rela mengorbankan harga diri, hilang rasa malu, dan kemuliaan yang telah Allah berikan. Dengan gagah beraninya mereka muncul di media sosial membuat konten-konten video dengan mengubah kodratnya.

Seperti seorang laki-laki berperan sebagai lawan jenis, curhat sesama perempuan dengan pembahasan “aktivitas di dalam kamar” yang tidak sepatutnya di umbar ke khalayak ramai. Selain itu juga terdapat konten video teumeunak atau mencaci dan menghujat orang lain seakan sudah menjadi tontonan di media sosial saat ini.
Padahal mereka sangat menyadari bahwa teumenak, menghina dan mencaci orang lain merupakan awal dari terjadinya permusuhan dan pertengkaran. Bahkan dikhawatirkan akan terjadi pertumpahan darah antar sesama.

Banyak orang tidak menyadari, bahwa tingkah dan perilaku yang tidak elok yang dipertontonkan di media sosial, akan mengundang hinaan dan makian orang lain. Seperti contoh kasus baru-baru ini, seorang TikToker yang membagikan konten video, menjilat es krim dengan cara yang tidak biasa sehingga diasumsikan publik sebagai perilaku yang mengumbar syahwat dan berbau pornografi.

Alhasil, aksinya itu mengundang kemarahan orang yang menyaksikan konten tersebut, dan menyebabkan ia dihujani kritikan pedas dan menjadi sasaran hujatan publik. Jika hal ini terjadi pada orang lain, maka ketika itulah seseorang sedang mencaci dirinya sendiri melalui mulut orang lain. Dan ketika itu pula ia menghinakan dirinya sendiri dengan tidak ia sadari.

Berekspresi bukanlah hal yang dilarang dalam agama, dan juga bukan hal yang dilarang oleh undang-undang. Silakan berekspresi karena itu hak bagi setiap orang. Tetapi janganlah ketika berekspresi menyebabkan diri sendiri terhina oleh orang lain. Sudah saatnya manusia itu mengangkat harkat dan martabat dirinya. Karena, jika bukan diri sendiri yang memuliakannya maka orang lain belum tentu akan memberikan kemuliaan itu.

Memuliakan diri adalah cinta dan kasih sayang tanpa syarat yang diarahkan pada diri sendiri, apapun bentuk dan situasinya. “Mencintai diri sendiri bukanlah suatu kesombongan dan keegoisan. Namun hal itu terjadi secara alamiah atau dalam Islam disebut kodrat.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved