Konflik Palestina vs Israel

Jelang Kunjungan Joe Biden ke Yordania, Raja Abdullah II Tidak akan Terima Pengungsi Palestina

Raja Yordania mengatakan bahwa baik Yordania maupun Mesir tidak bersedia menerima pengungsi Palestina.

|
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Eddy Fitriadi
AFP via BBC INDONESIA
Warga Palestina mengungsi setelah Israel menggempur Masjid Sousi di Kota Gaza, 9 Oktober 2023. 

Jelang Kunjungan Joe Biden ke Yordania, Raja Abdullah II Tidak Akan Terima Pengungsi Palestina

SERAMBINEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Joe Biden akan melakukan perjalanan ke Israel dan Yordania pada Rabu (18/10/2023) untuk bertemu dengan para pemimpin Israel dan Arab.

Pertemuan itu untuk membahas meningkatnya kekhawatiran bahwa perang Israel-Hamas yang berkecamuk dapat meluas menjadi konflik regional yang lebih besar.

Sebelum kedatangan Joe Biden, Raja Abdullah II dari Yordania mengatakan pada pertemuan dengan Kanselir Jerman OIaf Scholz di Berlin bahwa baik Yordania maupun Mesir tidak bersedia menerima pengungsi Palestina.

Raja Yordania mengatakan kepada wartawan pada Selasa (17/10/2023) bahwa “ini adalah garis merah… tidak ada pengungsi ke Yordania dan juga tidak ada pengungsi ke Mesir.”

“Ini adalah situasi yang harus ditangani di Gaza dan Tepi Barat,” katanya, dikutip dari AP News.

“Dan Anda tidak harus melakukan ini di pundak orang lain,” sambungnya.

Seorang pria bereaksi di depan bangunan yang terbakar setelah dibombardir Israel di Kota Gaza pada Rabu (11/10/2023). Perang Israel vs Hamas ini pecah sejak Sabtu (7/10/2023) dan telah menewaskan ribuan orang.
Seorang pria bereaksi di depan bangunan yang terbakar setelah dibombardir Israel di Kota Gaza pada Rabu (11/10/2023). Perang Israel vs Hamas ini pecah sejak Sabtu (7/10/2023) dan telah menewaskan ribuan orang. (AFP/MOHAMMED ABED)

Baca juga: Kejamnya PM Israel Stop Truk Pemasok Bantuan, Netanyahu: Tak Ada Bantuan Kemanusiaan di Jalur Gaza

Abdullah juga mengatakan, segala sesuatu perlu dilakukan untuk mencegah eskalasi konflik antara Israel dan Palestina lebih lanjut.

“Seluruh wilayah berada di ambang kehancuran,” kata Abdullah. 

“Siklus kekerasan baru ini membawa kita menuju jurang kehancuran,” lanjutnya.

Scholz, yang akan melakukan perjalanan ke Israel pada Selasa malam, menekankan bahwa negara tersebut mempunyai hak untuk membela diri dan dapat mengandalkan dukungan Jerman.

Warga Palestina di Gaza sedang memperhatikan serangan udara mematikan terbaru dari Israel.

Serangan di Deir al Balah, selatan Kota Gaza, membuat sebuah rumah menjadi puing-puing, menewaskan sembilan anggota keluarga yang tinggal di sana, sebagian besar perempuan dan anak-anak. 

Tiga anggota keluarga lain yang dievakuasi dari Kota Gaza tewas di rumah tetangga. 

Saksi mata mengatakan tidak ada peringatan sebelum serangan terjadi.

Baca juga: Kesaksian Jurnalis di Gaza: Setiap Detik Mengerikan, Berpacu dengan Tenggat Waktu dan Kematian

Di Khan Younis, di lingkungan yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari Rumah Sakit Nasser, Samiha Zoarab terkejut melihat kehancuran.

Sementara anak-anak mencari-cari di antara tumpukan puing dan sisa-sisa di sekitar rumah yang rata, yang terletak di dalam kelompok bangunan yang padat. 

Setidaknya empat orang dari keluarga yang sama tewas dalam serangan itu, kata penduduk setempat. “Hanya ada dua orang yang selamat,” kata Zoarab.

Selama berjam-jam, Moen Abu Aish menggali puing-puing rumah yang hancur untuk menemukan orang-orang yang selamat dari serangan udara Israel, bekerja keras dalam pencarian besar-besaran dan putus asa yang dipersulit oleh kekurangan pasokan penting dan luasnya kehancuran di Jalur Gaza.

Bahkan ketika petugas penyelamat Abu Aish (58), dan rekan-rekannya berjuang untuk mengeluarkan mayat dari beton dan logam bengkok di mana menara tempat tinggal pernah berdiri, jumlah korban tewas terus meningkat .

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa pemboman Israel telah menewaskan lebih dari 2.700 warga Palestina, banyak dari mereka adalah wanita dan anak-anak.

Namun jumlah warga Palestina yang tewas jauh lebih banyak daripada yang dilaporkan secara resmi, dengan 1.200 orang, di antaranya sekitar 500 anak di bawah umur.

Para korban diyakini terjebak di bawah reruntuhan menunggu penyelamatan atau pemulihan, kata otoritas kesehatan.

Mereka mendasarkan perkiraan mereka pada panggilan darurat yang mereka terima. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved