Rohingya

HOAKS - Pengungsi Rohingya Bakar Gudang di Aceh dan Pergi ke Pulau Galang pada Desember 2023

Video tersebut disertai dengan narasi yang menyebut pengungsi Rohingya membakar sebuah gudang di Aceh akibat tidak diberi sejumlah uang.

|
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Mursal Ismail
Kominfo
HOAKS - Pengungsi Rohingya Bakar Gedung di Aceh dan Pergi ke Pulau Galang pada Desember 2023 

Faktanya, video tersebut keliru dan tidak benar jika pengungsi Rohingya membakar satu gudang di Aceh.

SERAMBINEWS.COM - Beredar sebuah unggahan video di media sosial TikTok yang menampilkan sebuah kejadian gudang terbakar.

Video tersebut disertai dengan narasi yang menyebut pengungsi Rohingya membakar sebuah gudang di Aceh akibat tidak diberi sejumlah uang.

Faktanya, video tersebut keliru dan tidak benar jika pengungsi Rohingya membakar satu gudang di Aceh.

Berdasarkan hasil penelusuran ditemukan video serupa pernah beredar pada tahun 2020.

Dilansir dari laman Kominfo, video tersebut merupakan peristiwa kebakaran di PT Sinar Pangjaya yang terletak di Kota Cimahi, Jawa Barat dan tidak berkaitan dengan pengungsi Rohingya di Aceh.

Di waktu yang bersamaan, juga beredar sebuah unggahan video pada platform TikTok yang menampilkan sejumlah orang turun dari mobil.

Baca juga: Jeritan Pilu Pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar, Rumah Terbakar dan Kekerasan Meningkat: Menderita

Video itu memiliki narasi yang menyebutkan pengungsi Rohingya sampai di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau dan sedang menuju Pulau Galang, Kota Batam.

Dalam unggahan video tersebut juga terdapat narasi "Guys, capek gue bilang usir Rohingya ternyata Rohingya udah sampai di Pekanbaru otewe pulau Galang. Ternyata netizen kita tidak digubris pemerintah".

Faktanya, klaim narasi pada video tersebut adalah salah.

Video itu adalah pemindahan pengungsi Rohingya dari Kabupaten Pidie dan Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh ke Kota Pekanbaru, Provinsi Riau yang dilakukan oleh International Organization for Migration pada 4 April 2023.

Baca juga: Pengungsi Rohingya di BMA Mulai Terserang Penyakit Kulit, Diare hingga Lambung

Mereka tidak ditempatkan di Pulau Galang, Kota Batam, melainkan di tujuh community house, yaitu di Wisma Indah Rumah Tasqya, Kost Nevada, Wisma Orchid, Hotel Satria, Wisma Fanel, dan Siak Resort di Kota Pekanbaru.

Kementerian Kominfo mengimbau masyarakat untuk berhati-hati ketika mendapatkan informasi yang dapat dimanipulasi atau diselewengkan.

Kominfo pun turut mengimbau agar masyarakat selalu merujuk sumber-sumber tepercaya seperti situs pemerintah dan/atau media pers yang kredibel.

 

Benarkah Pulau Galang Akan Dijadikan Tempat Penampungan Pengungsi Rohingya?

Beredar sebuah unggahan di media sosial Facebook yang menginformasikan tentang Pulau Galang bakal dijadikan tempat penampungan pengungsi Rohingya.

Narasi tersebut juga menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) dan Badan PBB urusan Pengungsi (UNHCR) telah menyepakati hal tersebut.

Faktanya, setelah melakukan penelusuran, klaim pada unggahan tersebut adalah tidak benar.

PULAU GALANG BATAM - Tangkap layar Pulau Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menggunakan Google Maps. Warga di sana bereaksi terkait opsi pemerintah menempatkan pengungsi Rohingya di sana.
PULAU GALANG BATAM - Tangkap layar Pulau Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menggunakan Google Maps. Warga di sana bereaksi terkait opsi pemerintah menempatkan pengungsi Rohingya di sana. (TRIBUN BATAM)

Laman Kominfo melaporkan, Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad membantah pemberitaan bahwa pihaknya bersama UNHCR Indonesia telah menyepakati untuk menjadikan Pulau Galang sebagai tempat penampungan pengungsi Rohingya.

Ansar Ahmad juga menampik kabar yang menyatakan jika UNHCR Indonesia telah menerima tanah kosong dari Pemprov Kepri untuk dijadikan tempat pengungsian.

Pihak UNHCR juga menepis kabar bahwa mereka telah sepakat dengan Pemprov Kepri untuk menjadikan Pulau Galang sebagai tempat penampungan bagi pengungsi Rohingya.

Informasi ini dikutip dari akun Instagram @unhcrindonesia, yang menyebut bahwa kabar tersebut disebarkan oleh akun-akun palsu.

 

Mahasiswa Aceh Sudah Termakan Hoaks di Medsos

Aksi pengepungan dan angkut paksa terhadap 137 pengungsi Rohingya yang dilakukan oleh mahasiswa Aceh pada Rabu (27/12/2023) menyedot perhatian dunia.

Sejumlah kantor berita internasional turut menyoroti dan memberitakan aksi mahasiswa Aceh yang mengangkut paksa pengungsi Rohingya dari basemen Balai Meseuraya Aceh (BMA), Kota Banda Aceh.

Aksi mahasiswa ini turut direspon oleh Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berada di New York, Amerika Serikat.

Melalui kantor berita resminya, News.un.org, aksi mahasiswa Aceh tersebut terjadi karena mereka telah terpapar informasi palsu alias hoaks yang berasal dari media sosial.

“Serangan tersebut bukanlah sebuah tindakan yang terisolasi, namun merupakan hasil dari kampanye online yang terkoordinasi yang berisi misinformasi, disinformasi dan ujaran kebencian terhadap para pengungsi,” lapor PBB, dikutip Rabu (3/1/2024).

aksi mahasiswa Aceh mengusir serta melempar para pengungsi Rohingya di Balai Meuseuraya Aceh, Rabu (27/12/2023).
aksi mahasiswa Aceh mengusir serta melempar para pengungsi Rohingya di Balai Meuseuraya Aceh, Rabu (27/12/2023). (SERAMBINEWS.COM/HENDRI ABIK)

Pernyataan PBB tersebut selaras dengan hasil studi Lembaga Ilmu Pengtahuan Indonesia (LIPI) yang dilakukan tahun 2018.

Di mana, Provinsi Aceh menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang tinggi percaya berita bohong atau hoaks.

Provinsi di ujung barat Indonesia ini bertengger bersama Jawa Barat dan Banten dalam percaya hoaks.

Peneliti LIPI, Amin Mudzakir mengatakan, tangkapan informasi yang diterima dari masyarakat berasal dari media sosial.

Badan PBB urusan Pengungsi (UNHCR) mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa pihaknya sangat terganggu melihat serangan massa mahasiswa di lokasi yang menampung keluarga pengungsi di Banda Aceh itu.

Dalam laporannya, massa menerobos barisan polisi dan secara paksa mengangkut 137 pengungsi Rohingya ke dalam dua truk.

Massa mahasiwa itu kemudian memindahkan mereja ke lokasi lain dan insiden tersebut telah membuat para pengungsi syok dan trauma.

“UNHCR masih sangat mengkhawatirkan keselamatan para pengungsi dan menyerukan kepada otoritas penegak hukum setempat untuk mengambil tindakan segera guna memastikan perlindungan bagi semua individu dan staf kemanusiaan yang putus asa,” kata pernyataan itu.

UNHCR menghimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai kampanye online yang terkoordinasi dan terstruktur dengan baik di platform media sosial.

Penyebaran misinformasi tersebut telah menyerang pihak berwenang, masyarakat lokal, pengungsi dan pekerja kemanusiaan yang menghasut kebencian dan membahayakan nyawa mereka.

“Masyarakat didesak untuk memeriksa ulang informasi yang diposting secara online, yang sebagian besar salah atau diputarbalikkan, dengan gambar yang dihasilkan AI dan perkataan yang mendorong kebencian yang dikirim dari akun bot,” pernyataan PBB.

Rohingya adalah masyarkat mayoritas Muslim yang melarikan diri dari gelombang penganiayaan di Myanmar, negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. 

Hampir satu juta orang tinggal di kamp-kamp di Bangladesh dan lebih dari 1.000 orang tiba di Indonesia dengan kapal dalam beberapa bulan terakhir. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved