Breaking News

Berita Aceh Barat

Menteri LHK Respon Pencemaran Batu Bara di Aceh Barat, Persilakan Adukan ke Sini atau WA Dirinya

Respon serius itu terlihat ketika Menteri LHK, Siti Nurbaya menjawab Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin di sela-sela menghadiri penanaman mangrove di Kali A

Editor: Mursal Ismail
Jufrizal/Ketua PWI Aceh Besar
Menteri LHK, Siti Nurbaya menanggapi Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin didampingi Ketua DKP PWI Aceh, HT Anwar terkait laporan pencemaran/tumpahan batu bara di pesisir Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat di sela-sela melakukan penanaman mangrove di Kali Angke, Jakarta Utara dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional (HPN), Sabtu, 17 Februari 2024 

Respon serius itu terlihat ketika Menteri LHK, Siti Nurbaya menjawab Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin di sela-sela menghadiri penanaman mangrove di Kali Angke, Jakarta Utara, Sabtu (17/2/2024).  

SERAMBINEWS.COM - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dr Ir Siti Nurbaya Bakar, M.Sc merespons serius laporan kerusakan lingkungan akibat tumpahan batu bara di laut Aceh Barat.

Respon serius itu terlihat ketika Menteri LHK, Siti Nurbaya menjawab Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin di sela-sela menghadiri penanaman mangrove di Kali Angke, Jakarta Utara, Sabtu (17/2/2024).  

Kegiatan ini dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2024. 

"Tidak boleh itu. Semua ada aturan, semua ada ketentuan baku mutu. 

Buat pengaduan ke Tim Gakkum LHK, atau laporkan langsung ke saya," ujar Siti Nurbaya sambil menyerahkan nomor WhatsApp-nya kepada Ketua PWI Aceh didampingi Plt Ketua Dewan Kehormatan PWI Aceh, HT Anwar Ibrahim.

"Ya, kita akan tindaklanjuti. Adukan atau WA saya," tambahnya. 

Warga mengumpulkan ceceran batu bara di kawasan Pantai Peunaga Rayeuk, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Selasa (14/3/2023).
Warga mengumpulkan ceceran batu bara di kawasan Pantai Peunaga Rayeuk, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Selasa (14/3/2023). (For Serambinews.com)

Baca juga: Jumat Curhat dengan Kapolres Nagan Raya, Panglima Laot Keluhkan Pencemaran Limbah Batu Bara

Selain memberikan nomor pribadi/ WhatsApp langsung untuk kepentingan konfirmasi kepada wartawan, pengaduan juga dibuka melalui telepon di nomor 021-5733940
atau WhatsApp Pengaduan melalui nomor atau ikuti tautan 08111043994.

Seperti diketahui, kondisi yang sangat memiriskan terus melanda masyarakat Aceh Barat khususnya yang bermukim di sekitar wilayah pertambangan.

Keseharian mereka harus hidup dalam lautan debu dan pencemaran akibat tumpahan batu bara, tak hanya di laut, malah di jalan umum.

“Apa yang diberikan oleh perusahaan tambang tersebut, seperti CSR atau rekrutmen tenaga kerja belum sebanding dengan kerugian besar yang dialami daerah. 

Termasuk dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat baik jangka pendek maupun jangka panjang,” kata Ketua Forum Pemuda Meureubo Raya, Kabupaten Aceh Barat, Abu Samah Ahmad kepada wartawan, Jumat sore, 26 Januari 2024.

Menurut Abu Samah, hingga akhir 2023 dan memasuki 2024, polusi debu dan pencemaran laut oleh tumpahan batu bara belum teratasi, bahkan terkesan sudah menjadi sesuatu yang normal-normal saja.

Foto dokumen Forum Pemuda Meureubo Raya yang merekam tumpahan batu bara menghitamkan kawasan pesisir di Kecamatan Meureubo, Aceh Barat. Kondisi seperti ini masih terjadi hingga akhir 2023 dan memasuki 2024. Tak ada solusi, bahkan nyaris dianggap seperti kondisi normal.
Foto dokumen Forum Pemuda Meureubo Raya yang merekam tumpahan batu bara menghitamkan kawasan pesisir di Kecamatan Meureubo, Aceh Barat. Kondisi seperti ini masih terjadi hingga akhir 2023 dan memasuki 2024. Tak ada solusi, bahkan nyaris dianggap seperti kondisi normal. (Dok PWI Aceh)

Baca juga: Aktivitas Kapal Batu Bara Resahkan Nelayan, Panglima Laot Surati Syahbandar Pelabuhan Meulaboh

Laut dan pantai di desa-desa pesisir Kecamatan Meureubo menghitam akibat tumpahan batu bara dari perusahaan pertambangan di wilayah tersebut.

"Ironisnya belum ada perusahaan yang menyatakan bertanggung jawab meski lingkungan semakin hancur. Pemerintah pun seperti tak berkutik," tandas Abu Samah. 

Pemerintah Dinilai tak Tegas Terkait Penanganan Tumpahan Batubara di Peunaga Rayeuk

Sebelumnya atau Kamis, 11 Januari 2024, Serambinews.com memberitakan persoalan tumpahan batu bara di pesisir Barat Aceh. 

Khususnya di pantai Desa Peunaga Rayeuk, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, yang sampai saat ini masih terjadi dan belum ada tindakan tegas dari Pemkab Aceh Barat maupun Pemprov Aceh.

Tumpahan batu bara di Pantai Peunaga Rayeuk bukan pertama kali terjadi. 

Baca juga: DPRK Beri Syarat Ini untuk Kelanjutan Aktivitas Tambang Batu Bara, Setor Rp 2,5 M ke Kas Aceh Barat

Berdasarkan Pantauan tim Yayasan Apel Green Aceh, peristiwa ini sudah berulang kali terjadi di tahun 2023 lalu dan masih berlanjut di tahun 2024 ini.

“Karena itu, Apel Green Aceh mendesak pemerintah Aceh Barat dan Pemerintah Aceh untuk segera menunjukkan sikap serius dalam rangka mencegah kejadian serupa terulang kembali di kemudian hari,” kata Direktur Eksekutif Apel Green Aceh, Rahmad Syukur, Kamis (11/1/2024).

Ia menilai tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk mencegah terjadinya pencemaran di wilayah laut Aceh Barat. 

Padahal, pencemaran ini berdampak besar pada biodiversitas di perairan tersebut.

Padahal wilayah perairan Meureubo, termasuk di Peunaga Rayeuk, merupakan rumah bagi terumbu karang, penyu, dan berbagai spesies ikan. 

Terumbu karang sendiri berperan penting sebagai tempat bagi organisme laut mencari makan dan berlindung, hingga untuk berkembang biak.

Selain itu, terumbu karang menyediakan fungsi alami sebagai pemecah gelombang yang dapat meminimalisir gelombang laut yang besar. 

Dengan begitu, keberadaan karang laut dapat melindungi kawasan pesisir dari keganasan gelombang laut yang dapat mengancam keselamatan penduduk yang tinggal dan beraktivitas di pesisir.

Selain itu, terumbu karang yang sehat merupakan indikator perairan yang sehat yang menjadi tumpuan utama bagi para nelayan.

 Terumbu karang yang sehat menjadi jaminan bagi penghasilan nelayan, terutama para nelayan tradisional.

Kawasan perairan Meureubo juga merupakan Kawasan Konservasi Laut (KKL). 

Karena itu, kerusakan pada terumbu karang akibat tumpahan batu bara di perairan Meureubo merupakan kerugian besar bagi Aceh Barat, dan mengancam kesejahteraan nelayan yang menggantungkan hidupnya dari laut.

Dengan adanya pencemaran ini, nelayan harus berlayar lebih jauh dengan risiko yang lebih besar dan ongkos produksi yang lebih tinggi.

Pemerintah Aceh memang pernah memanggil pihak perusahaan  yang bertanggung jawab atas tumpahan batubara itu berdasarkan surat bernomor 660/9576 pada 7 juni 2023. 

Kemudian duduk bersama di Ruang Rapat Pontensi Daerah 1 Sekda Aceh. 

Namun, Apel green Aceh melihat upaya pemerintah Aceh Barat dan Pemerintah Aceh itu hanya sebatas seremonial belaka tanpa diikuti ketegasan berupa pemberian sanksi.

Sementara, upaya cuci tangan atas pencemaran lingkungan ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat untuk mengumpulkan batubara yang berserakan di pantai yang dihargai Rp 20 ribu per karung.

 “Terkait hal ini, kami menilai ini adalah upaya 'pembungkaman' terhadap nalar kritis masyarakat. 

Uang tersebut tak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan dan menyebabkan pelaku terhindar dari tindakan yang semestinya, yaitu bertanggung jawab membersihkan secara tuntas dan melakukan pemulihan ekosistem,” ungkapnya.(*)

 

 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved