Info Singkil

Pulau Tuangku Kerajaan Tempo Dulu Aceh Singkil, Inilah Nama Raja-rajanya

Raja pertama bernama Sutan Malingkar Alam, lalu Sutan Mahmud, Sutan Marahamat, Sutan Setangkai Alam, Sutan Alam dan Sutan Umar (Tuangku Umar).

Penulis: Dede Rosadi | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/DEDE ROSADI
Pintu gerbang masuk Pulau Haloban, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil. 

Laporan Dede Rosadi I Aceh Singkil

SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Di Pulau Tuangku sekitar abad ke-17 Masehi berdiri sebuah kerajaan.

Pulau tersebut memiliki nama lain Haloban, yang masuk dalam wilayah Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil.

Berdasarkan literatur serta kisah dari mulut ke mulut, Pulau Tuangku setidaknya pernah dipimpin enam raja.

Akan tetapi ada catatan sejarah terputus.

Para tetua serta bukti sejarah belum mengungkapkan nama resmi kerajaan yang mendiami Pulau Tuangku. Apakah namanya kerajaan Haloban atau Tuangku?

Pulau Tuangku sendiri diambil dari nama raja terkahir bergelar Tuangku Umar atau Sutan Umar.

Sisa catatan sejarah yang masih tersimpan sejauh ini menuliskan nama-nama raja yang mendiami Pulau Tuangku.

Catatan itu menunjukan ada enam raja yang pernah berkuasa di pulau terbesar dalam gugusan Kepulauan Banyak tersebut.

Raja pertama bernama Sutan Malingkar Alam, lalu Sutan Mahmud, Sutan Marahamat, Sutan Setangkai Alam, Sutan Alam dan Sutan Umar (Tuangku Umar).

Kerajaan yang mendiami Pulau Haloban, tersebut berakhir seiring Indonesia merdeka.

"Kerajaan berakhir seiring Indonesia merdeka," jelas Herlin keturunan ketujuh panglima perang kerjaan yang mendiami Pulau Tuangku.

Baca juga: Mahasiswa Desak Pemkab Aceh Singkil Serius Kelola Pariwisata

Sementara berdirinya kerjaan di Pulau Haloban, alkisah dahulu kala, di sekitar Pulau Banyak Barat saat ini, ada empat orang tinggal.

Pertama bernama Tutuwon yang diperkirakan berasal dari Padang Sidempuan bergelar Datuk Besar.

Lalu Lawoeka asal Simeulue bergelar Datuk Maharaja, Lasengak asal Nias bergelar Datuk Muda dan Hutabarat bersuku Batak bergelar Datuk Pamuncak.

Terjadi pertengkaran hebat antara Lawoeka dengan Lasengak, diperkirakan memperebutkan siapa yang paling berhak mengusai wilayah itu.

Pertengkaran dilerai Tutuwon. Setelah itu Tutuwon mengajak Lawoeka dan Lasengak bertandang ke rumahnya yang diperkirakan berada di Pasi Panjang atau Kampung Lama penduduk Haloban sebelumnya.

"Di rumah Tutuwon disuguhi hasil bumi. Ini menyadarkan Lawoeka dan Lasengak bahwa ternyata ada yang lebih dahulu tinggal," kisah Herlin.

Setelah itu lalu berkeliling adakah orang lain yang tinggal. Tiba di sekitar Pulau Aisakhu terlihat asap. Ketika didekati bertemulah dengan Malikul Braya.

Berkeliling lagi kembali terlihat asap di daerah Air Dingin. Di situlah bertemu Hutabarat.

Setelah itu berembuklah menentukan siapa yang berhak menjadi raja. Lantaran diantara mereka tidak ada yang memiliki trah raja.

Maka, Malikul Braya yang bergelar Imam Garang, dipercaya menjemput Sutan Malingkar Alam ke Pagaruyung Minangkabau di Sumatera Barat, saat ini.

Setelah kedatangannya berdirilah kerjaan diperkirakan sekitar abad ke-17.

Kerjaan ini berdiri sendiri. Karena merasa tak berafiliasi, konon ketika pihak kerjaan Aceh, memerintahkan kerajaan kecil di bawahnya bersama memerangi Belanda ditolak penguasa Pulau Tuangku.

Bahkan utusan kerjaan Aceh yang datang dihadang Baeha alias Bedil Oyok, Panglima Pertama Kerjaan yang mendiami Pulau Tuangku.

Utusan kerjaan Aceh, sempat beberapa kali gagal masuk karena kesaktian Bedil Oyok sulit ditandingi.

Hingga akhirnya ditemui kelemahannya. Bedil Oyok yang sakti mandraguna, kelemahannya dibedil telinganya.

Sehingga namanya melegenda dengan sebutun Bedil Oyok yang dalam bahas Haloban artinya bedil telinga.

Catatatan sejarah ini tentu memilki versi berbeda. Pastinya sebuah penelitian baru-baru ini menyebutkan dua desa di Pulau Tuangku, yaitu Haloban dan Asantola, didiami suku yang berbahasa beda dari suku lainnya di Aceh.

Bahasa itu disebut bahasa Haloban.

Ini juga menjadi fakta, Pulau Tuangku, kaya akan budaya.

Keberadaan sejarah masa lalu ini menarik untuk diteliti.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved