MK: Jokowi Tak Lakukan Nepotisme meski Dukung Gibran Cawapres
Mahkamah Konstitusi (MK) menilai, Presiden Joko Widodo tidak melakukan nepotisme karena menyetujui dan mendukung putranya
Mahkamah menegaskan, putusan 90 tentang syarat usia capres-cawapres 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah tidak serta merta batal meski adanya putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) 2/MKMK/L/11/2023.
Adapun putusan MKMK tersebut menyatakan hakim konstitusi Anwar Usman melakukan pelanggaran berat etik terkait proses memutus perkara 90/PUU-XXI/2023.
Selain itu, Mahkamah menilai tindakan KPU selaku termohon dalam menerapkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XX/2023 merupakan
upaya Termohon dalam menerapkan dan mempertahankan prinsip jujur dan adil dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024
Sehingga, menurut Mahkamah, perubahan syarat pasangan calon yang diterapkan termohon dalam keputusan KPU Nomor 1378 tahun 2023 dan PKPU 23 tahun 2023 dinilai telah sesuai dengan apa yang diperintahkan Putusan MK 90/2023.
"Sehingga tidak terbukti adanya dugaan keterpihakan termohon terhadap pihak terkait dalam proses penetapan pasangan calon presiden tahun 2024," ucap hakim konstitusi.
Hakim MK: Tidak Ada Bukti yang Meyakinkan Ada Intervensi Presiden atas Majunya Gibran
Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI (MK) Arief Hidayat menyatakan, kalau gugatan dari kubu pemohon I dalam hal ini Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) soal intervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak terbukti di persidangan.
Mulanya Arief membeberkan dalil pemohon I atas adanya putusan Majelis Kehormatan MK RI nomor 2 tahun 2023 perihal putusan MK Nomor 90 PUU-XXI/2023 atas majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto.
Kata Arief, dalil itu tidak serta merta menjadi bukti yang meyakinkan MK telah terjadi nepotisme dan intervensi dari Jokowi.
"Berkenaan dengan dalil pemohon a quo adanya putusan MK nomor 2 tahun 2023 yang menyatakan adanya pelanggaran berat etik dalam pengambilan putusan MK nomor 90 tidak serta merta menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power presiden dalam perubahan syarat pasangan calon tersebut," kata Arief dalam sidang putusan PHPU Pilpres 2024, di Mahkamah Konstitusi RI, Senin (22/4/2024).
Apalagi kata Arief, dalam aturannya, MKMK tidak berwenang membatalkan apa yang menjadi putusan MK sebelumnya.
"Terlebih kesimpulan putusan MKMK nomor 2 tahun 2023 itu sendiri yang kemudian dikutip dalam putusan Mahkamah nomor 141 tahun 2023 antara lain telah menegaskan MKMK tidak berwenang membatalkan perlakuan putusan MK dalam konteks perselisihan hasil pemilu," kata Arief.
"Persoalan yang dapat didalilkan bukan lagi mengenai keabsahan atau konstitusionalitas, syarat, namun lebih tepat ditujukan pada keterpenuhan syarat daripada pasangan calon peserta pemilu," sambung dia.
Atas hal itu, hakim MK kata Arief menyatakan kalau permohonan yang didalilkan kubu AMIN tersebut tidak tepat untuk dipermasalahkan.
Pasalnya kata dia, tidak ada bukti yang konkrit untuk meyakini hakim konstitusi dalam mengabulkan permohonan pemohon.
Kala Mahasiswa KKN Unimal Mengajar Matematika ke Siswa SD |
![]() |
---|
Mahasiswa KKN Unimal Adakan Senam Bersama Warga Reuleut Barat |
![]() |
---|
Kurikulum Cinta dan Jalan Baru Pendidikan Humanistik |
![]() |
---|
Dua Dekade MoU Helsinki: Refleksi Seorang Putra Aceh |
![]() |
---|
Ingin Kuasai Tanahnya, Menteri Israel Usul 'Buang' Warga Gaza di Palestina ke Libya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.