Dialog Milenial Lintas Agama di Simeulue: Generasi Muda Wajib Tahu Status Keistimewaan Aceh

Hasan Basri M Nur mengajak generasi muda untuk mempelajari kedudukan Aceh yang bersifat istimewa dan khusus dalam NKRI.

Editor: Amirullah
For Serambinews
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Aceh pada Kamis (16/05/2024) menggelar pertemuan dan dialog generasi muda lintas agama dari kalangan milenial dan Gen Z di Sinabang 

SERAMBINEWS.COM, SINABANG – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Aceh pada Kamis (16/05/2024) menggelar pertemuan dan dialog generasi muda lintas agama dari kalangan milenial dan Gen Z di Sinabang, Kabupaten Simeulue

Dialog menghadirkan nara sumber Hasan Basri M Nur (Sekretaris FKUB Aceh), Rahmanuddin H Rahimin (Ketua FKUB Simeulue), dan Tarmizi A Hamid (budayawan Aceh).

Hasan Basri M Nur mengajak generasi muda untuk mempelajari kedudukan Aceh yang bersifat istimewa dan khusus dalam NKRI.

Dia memaparkan alasan historis dalam pemberian status istimewa dan khusus kepada Aceh, termasuk kontribusi Aceh dalam mempertahankan proklamasi RI melalui sumbangan rakyat secara patungan untuk membeli pesawat RI 001 dan RI 002 untuk memperlancar diplomasi luar negeri.

“Kedudukan Aceh yang berstatus istimewa dan khusus ini diakui oleh negara. Antara lain tertuang dalam UU Nomor 44 Tahun 1999 dan UU Nomor 11 Tahun 2006,” ungkap Hasan Basri M Nur.

Baca juga: Selain Baca Al Kahfi, Inilah 7 Amalan Hari Jumat Sebagaimana Diajarkan dalam Sunah Nabi Muhammad SAW

 

Ia menyebutkan, Aceh memiliki keistimewaan dalam empat aspek, yaitu agama (Islam), pendidikan, adat dan peran ulama.

“Generasi muda, terutama para pendatang di Simeulue, harus mempelajari keistimewaan dan kekhususan Aceh untuk selanjutnya menghormatinya,” ujar Hasan yang juga dosen UIN Ar-Raniry itu.

Ketua FKUB Simeulue, Rahmanuddin, berpesan agar generasi muda untuk saling menghormati agama yang dianut oleh temannya.

Rahmanuddin meminta generasi muda untuk tidak mengajak ikut tradisi agama yang dia anut, termasuk memakai benda yang telah dianggap sebagai simbol agama tertentu, kepada teman sepergaulan.

“Terkadang, konflik bermula dari hal yang dianggap sepele, seperti memakai topi dengan model tertentu,” ajak Rusmanuddin.

Sedangkan Tarmizi A Hamid memfokuskan paparanya tentang kebudayaan dan toleransi beragama di Aceh, terutama di masa Kerajaan Aceh Darussalam.

Surya Edy Rahman dari Kesbangpol Aceh mengatakan, generasi milenial dan Gen Z adalah penentu arah masa depan bangsa.

Menurut Surya Edy, generasi muda harus memiliki wawasan yang memadai tentang kemajemukan Indonesia dari aspek suku, budaya, bahasa dan agama.

“Generasi muda juga perlu memahami dan menghargai budaya lokal yang ada di suatu daerah, termasuk di Simeulue, agar tidak terjadi konflik berbasis budaya dan agama,” pesan Surya Edy Rahman saat membuka dialog.

Sekitar 30 pemuda dari berbagai unsur agama dan lembaga hadir dalam pertemuan tersebut.

Dari internal Islam terdapat perwakilan pemuda NU, Muhammadiyah, dan beberapa ulama muda.

Sementara dari unsur bukan Islam hadir empat pemuda dari kalangan Kristen. Mereka berstatus sebagai pelajar SMA dan mahasiswa.

Pemuda Kristen yang menetap di Simeulue dan hadir dalam pertemuan tersebut berasal dari Sumatera Utara.

Mereka ikut orangtua yang mencari nafkah di pulau berjuluk Bumi Hate Fulawan itu.

Seluruh peserta, termasuk dari kalangan pemuda non muslim, terlibat dalam dialog secara aktif dan partisipatif.

Mereka sepakat tentang perlunya menumbuhkan semangat toleransi dan moderasi beragama, baik di internal agama sendiri maupun eksternal.

Pemuda non muslim yang hadir antara lain adalah Daniel P Simbolon, Theo Steven HTG dan Potensi Hulu.

Pemuda non muslim mengaku aman tinggal di Simeulue. Mereka dapat melanjutkan sekolah di Simeulue tanpa gangguan apapun. []

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved