Info Haji 2024

Begini Hukum Bergelar Haji di Depan Nama Selepas Ibadah di Tanah Suci, Diungkap Ustadz Adi Hidayat

Ditekankan Ustadz Adi Hidayat, esensi ibadah termasuk ibadah haji adalah meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Editor: Nur Nihayati
AFP/ABDEL GHANI BASHIR
Foto umat Muslim berkumpul di sekitar Ka'bah, tempat suci umat Islam, di Masjidil Haram di kota suci Mekah Arab Saudi pada 4 Juni 2024 saat jamaah tiba menjelang ibadah haji tahunan. 

Ditekankan Ustadz Adi Hidayat, esensi ibadah termasuk ibadah haji adalah meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.

SERAMBINEWS.COM - Ummat muslim seduni di Tanah Suci telah menyelesaikan rukun haji.

Setelah ini jamaah haji satu per satu akan kembali ke Tanah Air berkumpul dengan sanak keluarga.

Bagaimana kelak ia menjalani hari-hari setelah berhaji akan menjadi kehidupan barunya di tengah masyarakat.

Biasanya setiap orang pulang menunaikan ibadah haji ditabalkan gelar haji bagi laki-laki dan hajjah bagi perempuan.

Pendakwah Ustadz Adi Hidayat menjelaskan hukum menyandang gelar haji yang disebutkan di depan nama sepulang ibadah haji di tanah suci Makkah, Arab Saudi.

Ditekankan Ustadz Adi Hidayat, esensi ibadah termasuk ibadah haji adalah meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Ustadz Adi Hidayat memaparkan jika ibadah melahirkan gelar, maka orang yang sholat dan puasa juga diberikan gelar atau predikat.

Setiap tahun tepatnya memasuki bulan Zulhijjah yang di dalamnya disebut musim haji, umat Islam diperintahkan menunaikan ibadah haji.

Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima, namun syaratnya adalah wajib bagi yang mampu.

Tak semua kaum muslimin dapat secara mudah melaksanakan haji, sebaiknya bagi yang memiliki rezeki lebih bisa berangkat ke tanah suci.

Lantas, bagaimana hukumnya sepulang dari ibadah haji kemudian bergelar haji di awal nama?

Ustadz Adi Hidayat menjelaskan ibadah tidak melahirkan gelar sebagaimana gelar-gelar dunia.

 "Yang paling dikejar dalam ibadah adalah predikat taqwa, karena itu setiap ibadah puncaknya taqwa," jelas Ustadz Adi Hidayat dilansir Banjarmasinpost.co.id dari kanal youtube AL HANIF.

Misalnya ibadah shalat, puncaknya adalah taqwa sebagaimana termaktub di Surah Al-Baqarah ayat 2-3.

Surat Al-Baqarah Ayat 2-3

ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِٱلْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

żālikal-kitābu lā raiba fīh, hudal lil-muttaqīn, Allażīna yu`minụna bil-gaibi wa yuqīmụnaṣ-ṣalāta wa mimmā razaqnāhum yunfiqụn

Artinya: Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

Selanjutnya puasa puncaknya taqwa, sebagaimana penjelasan Surah Al-Baqarah ayat 183.

Surat Al-Baqarah Ayat 183

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba 'alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba 'alallażīna ming qablikum la'allakum tattaqụn

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

Kemudian ibadah haji puncaknya taqwa, sebagaimana tersurat di Surah Al-Baqarah ayat 197.

Surat Al-Baqarah Ayat 197

ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ

Al-ḥajju asy-hurum ma'lụmāt, fa man faraḍa fīhinnal-ḥajja fa lā rafaṡa wa lā fusụqa wa lā jidāla fil-ḥajj, wa mā taf'alụ min khairiy ya'lam-hullāh, wa tazawwadụ fa inna khairaz-zādit-taqwā wattaqụni yā ulil-albāb

Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.

"Kalau ibadah melahirkan gelar, orang yang pernah shalat, puasa, zakat, dan haji akan dipenuhi gelar, sehingga tidak perlu ditambahkan gelar," ujar Ustadz Adi Hidayat.

Ustadz Adi Hidayat menceritakan asal mula gelar haji pada nama adalah ungkapan orang-orang Arab, ungkapan itu juga bermakna doa agar haji yang dilakukan mabrur, dan segala yang dilakukan sukses dan berkah.

Selain itu, ungkapan gelar haji kepada yang telah berhaji bermakna pengingat karena sudah berhaji jangan sampai luntur oleh keburukan-keburukan yang menghilangkan pahala haji.

"Pahala haji mabrur itu tidak ada yang sebanding kecuali surga, maka sangat disayangkan pahala jaminan surga itu hilang karena misalnya tidak dapat menjaga lisan, maka panggilan haji itu adalah pengingat sudah ada surga di hadapan jangan dikotori dengan maksiat," papar Ustadz Adi Hidayat.

Misalnya ketika terjadi sesuatu, lalu berkata kotor atau tidak pantas maka diingatkan dengan sebutan Ya Alhajj, maknanya adalah mengingatkan kalau sudah berhaji.

Karena akan sia-sia ibadah haji yang dilakukan, sudah dijamin surga tiba-tiba harus hilang karena ucapan atau perbuatan yang tidak patut dilakukan.

"Jadi itu kalimat pengingat bukan kebanggaan, memberikan isyarat kebaikan, bukan untuk gelar, jika Anda sudah berhaji namun tidak dipanggil haji lalu ada perasaan tidak enak, menunjukkan hajinya belum maksimal, apabila Anda dipanggil haji maka renungilah selama ini masih pernah bermaksiat maka perbanyak istighfar," tukas Ustadz Adi Hidayat.


Artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id dengan judul Hukum Bergelar Haji Di Depan Nama Selepas Ibadah di Tanah Suci, Ustadz Adi Hidayat Beri Penjelasan, 

Berita terkait lainnya

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved