Opini
Dampak Sanksi Barat Terhadap Ekonomi Rusia
Celakanya pula, seluruh bank di Rusia dikeluarkan oleh Barat dari sistem SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication).
Dr H Rustam Effendi SE MEcon, Pengamat Ekonomi USK
SABTU siang kemarin (29/6/2024) hingga menjelang sore waktu Moskow-Rusia, suasana di kawasan area Kremlin Moskow dipenuhi para pengunjung. Dari tampilan wajah, tampak mereka bukan hanya warga Kota Moskow atau orang Rusia. Ramai juga orang-orang dari Timur Tengah dan Asia.
Mereka datang untuk berwisata. Melihat lebih dekat Kremlin Moskow yang melegenda di negeri bekas komunis ini.Di dalam Kremlin tubuh Lenin, tokoh komunis Soviet itu disemayamkan. Lenin dikenal dengan paham Lenisme-nya. Dia sepaham dengan Karl Marx. Sebab itu muncul paham Marxisme-Lenisme. Keduanya dikenal sangat antikapitalisme.
Paham sosialisme dianut karena kapitalisme dipandang tidak mensejahterakan rakyat. Kapitalisme banyak menguntungkan para pemodal, orang-orang borjuis. Sebaliknya, kapitalisme bikin sengsara kaum miskin. Menjadikan mereka lemah dan tak berdaya. Lenin juga sosok yang antituhan (atheis). Dia memandang agama sebagai racun. Gila memang.
Di sudut lain pelataran Kremlin terlihat ada kumpulan para anak muda Arab. Berpakaian khas Arab berwarna putih, pakai sorban kepala. Mereka bergerak, menari seirama sambil nyanyikan lagu diiringi musik ala padang pasir. Di belakang mereka terpampang layar lebar. Memvisualisasi adegan tersebut. Para pengunjung penuh sesak mengitarinya. Menyaksikan dan merekam acara itu. Sesekali terdengar tepuk tangan pengunjung. Meriah sekali.
Di berbagai sudut kota Moskow aktivitas ekonomi berjalan seperti biasa. Mall atau area perbelanjaan dipadati pembeli. Kafe dan restoran bertebaran di sudut kota dengan dekor yang artistik dan menawan. Menyediakan menu aneka rupa. Makanan halal banyak dan mudah ditemui. Kafe atau restoran dibikin cantik sedemikian rupa. Dipenuhi untaian bunga berwarna warni. Indah sekali. Terlihat pula, di seputaran pusat dan sudut kota Moskow dipenuhi pejalan kaki. Bahkan, ada pentas dengan live music segala. Sungguh menyenangkan. Suasana kotanya serba teratur, bersih, tertib, dan rapi. Layaknya kota modern.
Jujur, kesan saya tentang Moskow dan Rusia sebelumnya diselimuti ragam praduga buruk. Sebuah wilayah menakutkan dan warganya yang tidak bersahabat. Terutama pasca sanksi pihak Barat akibat Rusia menginvasi Ukraina dua tahun lalu. Dalam bayangan saya, Moskow (Rusia) saat ini pasti sedang sekarat. Ekonominya terjepit dan alami stagnan disertai inflasi yang tinggi (stagflasi).
Bentuk sanksi Barat
Invasi militer Rusia ke Ukraina diumumkan oleh Vladimir Putin pada Kamis, 24 Februari 2022. Invasi ke Ukraina ini dilakukan bukan tanpa sebab. Sedikitnya ada 3 sebab (KBRI Moskow, Juni 2024). Pertama, NATO terus melakukan ekspansi ke wilayah Timur Eropa hingga mendekati perbatasan Rusia. Hal ini tentu menjadi ancaman serius dan berbahaya bagi wilayah Rusia. Kedua, banyaknya Etnis Rusia di wilayah Donbass (juga bekas Uni Soviet) yang mati terbunuh oleh tentara Ukraina selama tahun 2014-2022.
Jumlah korbannya mencapai ribuan orang. Ketiga, kejatuhan Presiden Ukraina, Victor Yanukovych dipandang oleh Rusia karena didalangi oleh AS/Barat. Ini diindikasikan dengan munculnya kelompok ultranasionalis Ukraina. Kelompok ultra ini sering melakukan diskriminasi, intimidasi, dan penganiayaan serta pembunuhan terhadap belasan ribu warga Etnis Rusia di Ukraina. Semua ini membuat Putin marah.
Kembali ke soal sanksi di atas. Barat yang dimotori AS dan Eropa menjatuhkan sanksi ekonomi dan keuangan terhadap Rusia. Tidak itu saja. Sanksi juga dikenakan untuk bidang-bidang lain seperti olahraga, kesenian, kebudayaan, hingga literatur. Tidak kurang dari 13 paket sanksi, berisikan 16.000 rincian sanksi yang diterapkan. Bahkan, ada kemungkinan bilangannya akan terus bertambah.
Di bidang ekonomi dan keuangan, misalnya, bentuk sanksinya macam-macam. Seluruh aset milik negara Rusia di negara-negara Barat, termasuk milik perusahaan dan perorangan dibekukan. Cadangan devisa (foreign currency reserves dan gold bullion reserves) yang dibekukan nilainya tidak sedikit, mencapai US$ 300 miliar. Nilai ini adalah setengah dari cadangan devisa yang dimiliki Rusia pada masa itu.
OFAC (Office of Foreign Assets Control), Department of Treasury AS melarang entitas-entitas bisnis dan perorangan AS bertransaksi keuangan dengan Bank Sentral Rusia, Russian Sovereign Wealth Fund, dan Kementerian Keuangan Rusia. Sejumlah perusahaan besar pemilik merek LG, Prada, IKEA, dan beberapa merek lainnya hengkang dari Rusia. Tidak lagi menjual produk-produk mereka di negara bekas komunis ini. Karenanya, tidak heran jika produk-produk bermerek tersebut kini tak ditemui lagi di mall-mall/pusat perbelanjaan di kota Moskow atau wilayah Rusia.
Celakanya pula, seluruh bank di Rusia dikeluarkan oleh Barat dari sistem SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication). Sedikitnya, ada 7 bank di Rusia yang kini telah diisolasi, yaitu Bank Otkritie, Novikombank, Promsvyazbank, Bank Rossiya, Sovcombank, Vnesheconombank, dan VRB Bank. Berikutnya, harga jual minyak produksi Rusia di pasar dunia dipatok pada harga terendah. Uni Eropa dan G7 mematok harga minyak Rusia US$ 60 per barrel. Padahal, harga minyak pasar dunia lebih dari US$ 80/barrel. Rusia benar-benar dimatikan oleh pihak Barat. Siaran TV Russian Today juga diputuskan salurannya. Berita mereka tidak diizinkan untuk disiar. Alasannya karena dinilai sebagai alat propaganda Rusia. Kasihan sekali.
Strategi Putin
Sanksi Barat ini awalnya memang amat berdampak pada ekonomi Rusia. Nilai tukar mata uang Rubel jatuh ke rekor terendah. Tahun 2022, nilai tukar Rubel per 1 USD rata-rata 67,4, dari tahun sebelumnya rata-rata Rubel 73,7. Bursa saham Moskow terpaksa ditutup beberapa hari. Angka inflasi Rusia melonjak drastis jadi 13,8 persen (Desember 2022). Ekspor minyak Rusia ke sejumlah negara mengalami hambatan. Akibatnya, surplus neraca perdagangan Rusia dengan dunia turun drastis.
Semua ini berimplikasi serius bagi ekonomi Rusia. Pertumbuhan ekonominya mengalami kontraksi. Tahun 2021 ekonomi Rusia tumbuh 5,6 persen . Namun, tahun 2022 minus 2,1 persen . Imbasnya, angka pengangguran di Rusia relatif tinggi (3,7 % ). Meski demikian, keinginan Barat untuk melumpuhkan ekonomi Rusia tak semua berjalan efektif. Di Bawah kepemimpinannya, Pemerintahan Vladimir Putin tidak kehilangan akal. Putin bertindak sangat stratejik dan penuh kreatif agar bisa keluar dari situasi teramat sulit ini.
Pemerintahannya gencar melakukan proses industrialisasi. Industri-industri nasional milik Rusia diarahkan agar mengacu pada "self-reliance". Putin melakukan reposisi negaranya agar tidak lagi bergantung hidupnya kepada Barat (to live without the west). Usaha melakukan pemisahan Rusia dengan negara-negara Barat (decoupling) terus diupayakannya di berbagai sektor pembangunan.
Untuk memenuhi kebutuhan militer, misalnya, mereka memanfaatkan semikonduktor dan chip pada produk-produk rumah tangga seperti lemari es/kulkas dan lain-lain. Ketergantungan pada produk-produk impor dibatasi oleh Putin. Kebijakan substitusi impor diterapkannya secara tegas. Apalagi mengingat setengah cadangan devisa yang dimiliki Rusia tak lagi dapat dimanfaatkan karena telah dibekukan Barat. Menyakitkan sekali. Karena itu, apa yang mampu diproduksi di domestik (dalam negeri) tak perlu lagi diimpor dari luar negeri. Jika pun harus diimpor, dipasok lewat jalur negara-negara terdekat seperti Georgia, Belarus, dan Kazakhstan.
Saat ini Putin juga membina hubungan dagang dengan Cina secara masif. Kerja sama ekonomi antar kedua negara ini tumbuh sangat signifikan. Cina mengimpor minyak dan batu bara. Menjadi importir terbesar dari Rusia. Imbalannya, Negeri Tiongkok ini mengekspor pelbagai kebutuhan Rusia pula. Ekspor Cina ke Rusia melonjak tumbuh hingga 120 % per tahun sejak tahun 2021. Efeknya, cadangan devisa Rusia pada April 2024 telah mencapai USD 598,3 miliar. Mendekati nilai cadangan devisa sebelum adanya sanksi Barat, yaitu sebesar USD 600 miliar (KBRI, Mei 2024).
Rute-rute baru perdagangan terus dijajaki dan dibuka Rusia. Antara lain, penyaluran gas ke Cina melalui saluran pipa Siberia sepanjang 3.000 km. Membuka transportasi lewat jalur laut Kaspia, Iran, Pakistan, dan India, termasuk memperluas rute melalui pelabuhan-pelabuhan Utara Rusia.
Sepertinya sulit bagi Barat mengisolasi Rusia secara ekonomi. Apalagi secara geopolitik pengaruh Rusia di Ukraina juga masih kuat. Dan, masih ada pula negara-negara lain seperti Cina dan India yang mau bermitra bisnis dengan Rusia. Selain itu, Rusia kini terus berupaya menambah penguasaan wilayah Ukraina. Alasannya, Rusia ingin menciptakan security zone di wilayah perbatasannya. Dengan begitu, wilayah Rusia aman dari gangguan pihak Barat. Yang pasti, adu kuat antara Barat dan Rusia masih terus berlangsung. Entah bagaimana kesudahannya. Kita lihat saja!
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.