Breaking News

Konflik Palestina vs Israel

Kembali Serang Sekolah yang Dikelola PBB, Israel Berdalih Ada Tempat Persembunyian Musuh

Israel gemar dan beberapa kali menyerang sekolah serta membunuh warga sipil Palestina di sana, termasuk perempuan dan anak kecil. Apa niatnya?

Penulis: Sara Masroni | Editor: Eddy Fitriadi
AP Photo/Saher Alghorra
Warga Palestina mengecek kerusakan yang ditimbulkan serangan udara Israel terhadap sebuah sekolah PBB yang menewaskan puluhan orang di kamp pengungsi Nusseirat, Jalur Gaza, Sabtu (6/7/2024). Kembali Serang Sekolah yang Dikelola PBB, Israel Berdalih Ada Tempat Persembunyian Musuh. 

SERAMBINEWS.COM - Israel gemar dan beberapa kali menyerang sekolah serta membunuh warga sipil Palestina di sana, termasuk perempuan dan anak kecil. Apa niatnya?

Diketahui sebanyak 22 orang meninggal dunia akibat serangan Israel terhadap sekolah yang dikelola oleh PBB dan kini digunakan untuk menampung warga Palestina yang terlantar di Gaza tengah.

Hal itu sebagaimana diumumkan Kementerian Kesehatan Palestina pada Senin (15/7/2024) dilansir dari Anadolu Agency, Rabu malam.

Setidaknya 102 orang lainnya terluka dalam serangan yang menargetkan Sekolah Abu Oreiban yang dikelola oleh badan UNRWA di kamp pengungsi Nuseirat pada Minggu kemarin.

Menurut para saksi, sejumlah anak-anak dan wanita menjadi korban serangan tersebut.

Baca juga: 9 Produk Skincare Lokal yang Pro Palestina, Bisa Jadi Pilihan saat Boikot Produk Afiliasi Israel

Baca juga: Serangan Drone Israel Tewaskan 5 Orang di Lebanon, Hizbullah Ngamuk dan Kirim 200 Roket Katyusha

Tentara Israel mengklaim sekolah tersebut berfungsi sebagai tempat persembunyian dan infrastruktur operasional untuk serangan terhadap pasukannya.

Serangan di sekolah itu terjadi satu hari setelah sedikitnya 90 orang meninggal dan hampir 300 lainnya terluka, dalam serangan Israel terhadap "zona kemanusiaan" yang diumumkan untuk warga Palestina yang mengungsi di selatan Gaza.

Mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel telah lama menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang berkelanjutan di Gaza sejak serangan 7 Oktober.

Hampir 38.700 warga Palestina meninggal, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 89.000 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Sembilan bulan lebih sejak serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Kepala IDF Lengser, Kecam Pemimpin Israel Gagal Kendalikan Kebrutalan

Sementara diberitakan sebelumnya, Kepala IDF Tepi Barat yang akan segera lengser, mengecam para pemimpin Israel karena gagal mengendalikan kebrutalan dan kekerasan terhadap warga Palestina.

Kepala Komando Pusat IDF yang akan lengser, Mayjen Yehuda Fox mengecam para pemimpin pemukim karena gagal mengekang kekerasan dan serangan terhadap warga Palestina di Tepi Barat dalam beberapa bulan terakhir.

Menurutnya, beberapa warga Israel telah mengadopsi cara musuh dengan melakukan kekerasan terhadap masyarakat Palestina di Tepi Barat.

Pernyataan itu disampaikan saat upacara serah terima kendali Komando Pusat kepada Mayjen Avi Bluth di markas besar IDF, Yerusalem, Senin (8/7/2024).

Dia mengatakan, meskipun sebagian besar pemukim Israel di Tepi Barat adalah warga negara yang bermoral dan taat hukum, dalam beberapa bulan terakhir kejahatan nasionalis muncul di bawah naungan perang.

"Kejahatan ini menimbulkan kekacauan dan ketakutan pada penduduk Palestina yang tidak menimbulkan ancaman apa pun," kata Fox dilansir dari Times of Israel, Selasa siang.

"Sayangnya, para pemimpin (pemukim) setempat, dan sebagian besar pemimpin agama, tidak melihat ancaman itu seperti kami," sambungnya.

 

 

Mereka menurutnya, terhalang dan tidak menemukan kekuatan untuk menentangnya secara terbuka.

Meskipun para pelakunya adalah minoritas orang Israel terhadap warga Gaza, para pemimpin yang diam dalam menghadapi kejahatan tersebut menimbulkan kritik terhadap semua pemukim.

“Menurut saya, ini bukan Yahudi. Setidaknya bukan Yahudi yang saya anut sejak kecil di rumah ayah dan ibu saya," kata Fox.

"Ini bukan jalan Taurat. Ini adalah mengadopsi jalan musuh," tambahnya.

Baca juga: Pertempuran Milisi Palestina Vs Pasukan Israel IDF Meletus di Seluruh Tepi Barat

Dikatakannya, kepedulian terhadap kehidupan warga sipil Palestina yang bekerja bukan hanya menjadi tanggung jawab komandan Komando Pusat berdasarkan hukum, dan bukan hanya nilai moral, tetapi juga melayani kepentingan keamanan Israel.

"Merupakan tanggung jawab saya untuk bertindak. Sayangnya, saya tidak selalu berhasil," ungkap Fox.

"Warga Israel dan Palestina berkendara di jalan yang sama dan hidup berdampingan. Meskipun saat ini menghadapi tantangan besar, kita harus menemukan cara yang tepat untuk menjamin kehidupan sipil yang meneguhkan," sambungnya.

Mengenai Otoritas Palestina (PA), Fox mengatakan, Kemampuan Komando Pusat untuk melaksanakan tugasnya juga bergantung pada keberadaan PA yang berfungsi dan kuat, dengan mekanisme keamanan yang efektif, menjaga hukum dan ketertiban.

"Secara proaktif merusak realitas keamanan di bidang ini membahayakan keamanan Negara Israel," kata Fox.

Para pemimpin pemukim di Knesset, khususnya Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, telah berulang kali berupaya melemahkan PA dengan dalih mengobarkan teror.

Fox yang pensiun setelah 36 tahun berkarir di militer itu, telah menghadapi kritik pedas dari para aktivis pemukim selama menjabat sebagai komandan regional.

Dia dituduh lebih memihak Palestina daripada pemukim.

Diketahui dalam beberapa bulan terakhir, telah terjadi insiden pemukim liar yang mengamuk di kota-kota Palestina dan komunitas pertanian.

Kekerasan pemukim meningkat setelah pembantaian 7 Oktober yang dilakukan oleh kelompok pejuang Islam Hamas di Israel selatan.

Pembantaian itu menewaskan sekitar 1.200 orang dan 251 orang disandera. Meski demikian menurut lembaga pengawas, kekerasan sudah meningkat sebelum itu.

Netanyahu Terang-terangan Ingin Dirikan Pemerintah Sipil di Gaza

Sementara diberitakan sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu secara terang-terangan menyampaikan ingin mendirikan pemerintah sipil di Gaza pasca-perang tanpa melibatkan Otoritas Palestina (PA).

Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam beberapa minggu terakhir secara pribadi telah menarik kembali penentangannya terhadap keterlibatan individu-individu yang terkait dengan Otoritas Palestina dalam mengelola Gaza setelah perang melawan Hamas.

Hal ini sebagaimana disampaikan tiga pejabat yang mengetahui masalah tersebut kepada The Times of Israel, dilansir pada Selasa (2/7/2024).

Perkembangan ini terjadi setelah kantor Netanyahu selama berbulan-bulan mengarahkan lembaga keamanan untuk tidak memasukkan otoritas Palestina dalam rencana apa pun untuk pengelolaan Gaza pasca-perang.

Dua pejabat Israel itu mengatakan, perintah tersebut secara signifikan menghambat upaya untuk menyusun proposal realistis pasca-perang yang dikenal sebagai "hari setelahnya."

Secara terbuka, Netanyahu terus menolak gagasan kekuasaan otoritas Palestina atas Jalur Gaza.

Dalam wawancara yang dimuat Channel 14 minggu lalu, perdana menteri Israel itu tidak akan mengizinkan negara Palestina didirikan di wilayah pesisir tersebut.

"Tidak siap untuk memberikan [Gaza] kepada PA," ucap Netanyahu.

Sebaliknya, dia mengatakan kepada jaringan sayap kanan bahwa ia ingin mendirikan pemerintahan sipil di Gaza.

“Pemerintahan sipil, jika memungkinkan dengan warga Palestina setempat dan mudah-mudahan dengan dukungan dari negara-negara di kawasan tersebut,” ucap Netanyahu.

Namun secara pribadi, para pembantu utama Netanyahu menyimpulkan, individu-individu yang memiliki hubungan dengan PA adalah satu-satunya pilihan yang layak bagi Israel jika ingin mengandalkan warga Palestina setempat untuk mengelola urusan sipil di Gaza pasca-perang.

Hal itu sebagaimana dikonfirmasi dua pejabat Israel dan satu pejabat AS selama seminggu terakhir.

“Warga Palestina Lokal adalah kode untuk individu yang berafiliasi dengan PA,” kata seorang pejabat keamanan Israel.

Dua pejabat Israel menjelaskan, individu yang dimaksud adalah warga Gaza yang digaji oleh PA yang mengelola urusan sipil di Jalur Gaza hingga Hamas mengambil alih kekuasaan pada 2007, dan sekarang sedang diselidiki oleh Israel.

Pejabat Israel lainnya mengatakan kantor Netanyahu mulai membedakan antara pimpinan PA yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dengan pegawai Otoritas Palestina tingkat bawah yang merupakan bagian dari lembaga yang sudah ada di Gaza untuk urusan administratif.

Otoritas Palestina yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas dianggap belum secara terbuka mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved