Luar Negeri

150 Warga Rohingya Tewas Digempur Artileri dan Pesawat Tak Berawak di Rakhine Myanmar

Tentara Arakan, sayap militer kelompok etnis Rakhine di negara bagian itu, membantah bertanggung jawab atas serangan pada hari Senin itu.

Editor: Faisal Zamzami
EPA/STRINGER
Pengungsi Rohingya 

SERAMBINEWS.COM, MYANMAR -  Setidaknya 150 warga sipil dari minoritas Muslim Rohingya di Myanmar diperkirakan tewas minggu ini dalam serangan artileri dan pesawat tak berawak di negara bagian Rakhine, Myanmar.

Tentara Arakan, sayap militer kelompok etnis Rakhine di negara bagian itu, membantah bertanggung jawab atas serangan pada hari Senin itu.

Serangan dilakukan terhadap warga Rohingya yang mencoba melarikan diri dari pertempuran sengit di kota Maungdaw.

Mereka berupaya menyeberangi Sungai Naf kabur menyelamatkan diri ke Bangladesh.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan hari Jumat oleh kelompok bantuan medis internasional, Doctors Without Borders, mengatakan bahwa dalam seminggu terakhir kelompok itu telah merawat semakin banyak orang Rohingya yang luka berhasil menyeberangi perbatasan ke Bangladesh.

 
Mereka melihat orang-orang dibom saat mencoba mencari perahu untuk menyeberangi sungai ke Bangladesh dan melarikan diri dari kekerasan.

Yang lain menggambarkan melihat ratusan mayat di tepi sungai.

Dua orang yang mengaku sebagai korban selamat yang dihubungi oleh The Associated Press menyalahkan Tentara Arakan, begitu pula aktivis Rohingya dan pemerintah militer Myanmar.

Serangan itu, jika benar, akan menjadi salah satu serangan paling mematikan yang melibatkan warga sipil dalam perang saudara di negara itu.

Baca juga: Ini Harapan Kakanwil Kemenkumham Aceh Meurah Budiman Terkait Penangganan Pengungsi Rohingya

Video mengerikan yang beredar di media sosial menunjukkan puluhan mayat orang dewasa dan anak-anak berserakan di sepanjang jalan dekat tepi sungai.

Baik video maupun rincian serangan tidak dapat diverifikasi dengan mudah karena pembatasan perjalanan yang ketat dan pertempuran yang sedang berlangsung di wilayah tersebut.

Gerilyawan pro-demokrasi dan angkatan bersenjata etnis minoritas telah berupaya menggulingkan penguasa militer negara itu sejak mereka merebut kekuasaan pada tahun 2021 dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.

Namun, pertempuran di Rakhine telah menimbulkan kekhawatiran akan munculnya kembali kekerasan terorganisasi terhadap anggota minoritas Rohingya.

Pada tahun 2017, operasi militer untuk melawan pemberontakan telah menyebabkan setidaknya 740.000 anggota komunitas mereka mengungsi ke Bangladesh demi keselamatan.

Hampir semuanya masih tinggal di kamp pengungsian yang penuh sesak, tidak dapat kembali ke rumah karena ketidakstabilan yang terus berlanjut.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved