Asyraf Aceh Gelar Seminar Habib Teupin Wan dan Habib Abdurrahman Az-Zahir
Ini merupakan seminar yang kesekian kali digelar oleh Asyraf Aceh terkait pengungkapan sejarah Habib Teupin Wan dan Habib Abdurrahman Az-Zahir
Menurut Sayed, pernyataan Snouck dan media cetak Hindia Belanda tanpa sumber informasi tersebut, menimbulkan segresi sosial hingga saat ini, dengan membuat masyarakat terpecah belah akibat opini dan narasi yang dimunculkan untuk merusak citra ulama-ulama atau pejuang di mata rakyatnya.
Hasil pengkajian Asyraf menunjukkan, tidak ada data yang menyebutkan bahwa Habib dibalik meninggalnya Teuku Ibrahim Lamnga.
Kemudian tuduhan kepada Habib Abdurrahman selanjutnya yakni menerima sogokan dari Belanda. Hal ini beredar beberapa video di media sosial dengan narasi Habib menerima sogokan atau pensiunan dari Hindia Belanda.
"Begitu juga tulisan hypnowriting yang mensugesti atau membentuk opini bersifat pembunuhan karakter sebagai pengkhianat yang dituduhkan kepadanya. Para cendikiawan lokal juga bersifat parsial, sehingga penafsiran pembaca sering bersifat negatif terhadap beliau," ujarnya.
Fakta yang dikaji Asyraf, Habib beserta pengikutnya telah bertaslim (menyerah) kepada Belanda berdasarkan keputusan musyawarah dari 12 orang pejuang Aceh lain. Kemudian sikap Habib bertaslim diikuti sebanyak 400 orang pengikutnya.
"Jadi ketika Habib bertaslim ada negoisasi yang dilakukan, dan Belanda memberikan biaya hidup tahunan kepadanya dan 400 pengikutnya, jadi bukan menerima sogokan untuk menyerah, tapi keputusan itu diambil berdasarkan mufakat," ungkap Sayed.
Sayed melanjutkan, berkembang lagi tuduhan Habib Abdurrahman bersekutu dengan Hindia Belanda. Ini terlihat dari penampakan karakter atau foto Habib yang memakai bintang tanda jasa pemberian dari Belanda sebagaimana yang ditulis dalam buku Teungku Chik di Tiro oleh Ismail Yacob (1972). Faktanya bintang tersebut merupakan pemberian dari Turki Utsmani.
Sayed menuturkan, ada beberapa alasan Habib Abdurrahman difitnah, pertama ketika perang Hindia-Belanda di Jambi pada September 1871 datang ke Aceh menekan secara politik, Habib selaku mangkubumi menolak keras dan tegas permintaan Hindia-Belanda yang menyebabkan mereka tidak senang dengan sikap tersebut.
Habib mengatakan saat itu, jika Belanda ingin bersahabat dengan Aceh harus dimulai dengan mengembalikan wilayah-wilayah Aceh yang pernah menjadi bagian Aceh Darussalam seperti; Sibolga, Barus, Singkel, Pulau Nias dan Kerajaan Sumatra Timur. Hal lain yang dibenci Belanda kepada Habib yakni, dia menjelaskan hubungan diplomatik Aceh dengan Inggris masih terjalin.
"Belanda terpaksa melobi Inggris untuk membuat perjanjian baru yang dikenal dengan traktat Sumatra pada 1871. Ini pula yang membuat Belanda kwalahan, dan masih banyak lagi usaha-usaha Habib yang menyusahkan Belanda," katanya.
Akhir pergerakan Habib di Aceh akhirnya Belanda mengambil sikap agar orang-orang seperti Habib Abdurrahman dan pengikutnya diberi perlakuan tanpa diintimidasi, yakni dengan diberangkatkan ke Jeddah.
"Sejumlah tuduhan atau fitnah seperti yang telah dijelaskan sampai hari ini masih ditabalkan kepada Habib sebagai pengkhianat dengan opini publik untuk membunuh karakter pejuang Aceh, hari ini menjadi tugas bagi generasi seperti kita untuk melanjutkan kajian agar sejarah Aceh tidak boleh dikaburkan dengan berbagai cara yang dilakukan musuh hingga terpecah belah," pesan Sayed mengakhiri presentasinya.(*)
Dewan Nagan Tolak Pembangkit Listrik Tenaga Uap Masuk Aceh Barat |
![]() |
---|
10 Kabupaten Meriahkan Festival Meurah Silu Aceh 2025 di Hutan Kota Langsa |
![]() |
---|
Hari Ini, Laut Sabang–Banda Aceh Diprediksi Berawan, BMKG Imbau Waspada Pasang Naik |
![]() |
---|
MIN 29 Lhoknga Raih Juara 1 Sepakbola Porseni K2MI Kemenag Aceh Besar |
![]() |
---|
BPK dan TACB Dukung Rencana Pendirian Museum Aceh Barat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.