Opini
Tambang Aceh, Antara Tantangan dan Penggerak Ekonomi
Kerja sama dan manajemen yang baik dapat menciptakan kesejahteraan berkelanjutan. Pada akhirnya, "if you cannot grow it, you have to mine it.
Ir Izzan Nur Aslam ST M Eng, Dosen Program Studi Teknik Pertambangan USK dan Industri-Academia Liaison di PERHAPI Aceh
DALAM perdebatan industri pertambangan, terdapat dua pandangan bertentangan: satu menganggapnya sebagai pendorong ekonomi, sementara yang lain melihatnya sebagai penyebab kerusakan lingkungan dan konflik sosial. Sebagai akademisi teknik pertambangan dan anggota Perhimpunan Ahli Pertambangan (PERHAPI) Aceh, penulis mengajak semua pihak untuk melihat pertambangan dengan lebih obyektif. Sektor ini tidak hanya vital bagi ekonomi Aceh, tetapi juga berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sumber energi Aceh
Pertambangan adalah sektor strategis untuk perekonomian Aceh. Laporan DPMPTSP Aceh 2023 mencatat investasi sektor ini mencapai Rp 502,6 miliar. Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya, dengan aktivitas pertambangan batubara yang intensif, memiliki PDRB per kapita tertinggi di Aceh setelah Kota Banda Aceh.
Menurut Yusri (2021), dari 2017 hingga 2020, Dana Bagi Hasil (DBH) dari PT MIFA Bersaudara berkontribusi rata-rata Rp 9,5 miliar per tahun, dengan Rp 7,6 miliar dari Pajak Bumi Bangunan (PBB). PT MIFA Bersaudara dan PT Bara Energi Lestari (BEL) sendiri adalah kontributor utama pajak di daerahnya, menunjukkan pentingnya sektor pertambangan bagi kesejahteraan ekonomi. BPS juga mencatat bahwa pada triwulan pertama 2023, sektor pertambangan menyumbang 8,77 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh, meningkat setelah pencabutan larangan ekspor batubara pada 2022, menegaskan perannya dalam pertumbuhan ekonomi daerah.
Sektor ini juga telah menciptakan banyak lapangan kerja, baik langsung maupun tidak langsung, dan mendukung sektor lain seperti transportasi dan konstruksi. Per Mei 2024, PT MIFA Bersaudara dan PT BEL memiliki lebih dari 3.000 pekerja, dengan 2.431 berasal dari Aceh, meningkat 75 % sejak 2020. Dengan asumsi terburuk jika seorang pekerja mendapatkan gaji Rp3,4 juta/bulan (sesuai UMP Aceh 2024), maka seharusnya perputaran uang di daerah sekitar penambangan mencapai Rp 8,3 miliar per bulannya.
Sektor pertambangan, khususnya batubara, juga memainkan peranan penting dalam ketahanan energi Aceh. Statistik Ketenagalistrikan 2022 mencatat kapasitas terpasang pembangkit listrik di Aceh sebesar 644 MW, sebagian besarnya dari PLTU berbahan bakar batubara. Tanpa PLTU, ketahanan energi Aceh akan terganggu, yang berdampak pada pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.
Cadangan batubara Aceh mencapai 485,47 juta ton pada Desember 2023, yang juga menopang kestabilan ekonomi nasional. Di Aceh, sektor ini tidak hanya berkontribusi pada ketahanan energi, tetapi juga pada Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dari 2019 hingga 2023, realisasi PNBP sektor pertambangan di Aceh mencapai Rp 558,15 miliar, meningkat Rp 300 miliar sejak 2021, menunjukkan peran penting industri ini bagi perekonomian daerah dan nasional.
Inovasi berkelanjutan
Industri pertambangan menghadapi tantangan dalam meminimalkan dampak sosial dan lingkungan, di mana program Corporate Social Responsibility (CSR) memainkan peran penting. Pada 2023, anggaran CSR dari 18 perusahaan besar di Aceh mencapai lebih dari Rp 124 miliar, dengan PT MIFA Bersaudara dan PT BEL mengalokasikan Rp49,8 miliar dan Rp11,45 miliar.
Anggaran PT MIFA Bersaudara sendiri meningkat 63 % sejak 2020, dan digunakan untuk program pembangunan masyarakat, infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, yang memberi manfaat langsung kepada masyarakat lokal (Yusri, 2021). Proyek CSR yang sukses menunjukkan bahwa industri ini bisa menjadi solusi dan bukan sumber masalah, serta menciptakan peluang ekonomi baru.
Agar CSR memberikan dampak maksimal, diperlukan manajemen strategis yang rasional dan partisipatif. Perusahaan pertambangan di Aceh, termasuk PT MIFA Bersaudara, PT BEL, dan PT Solusi Bangun Andalas (SBA), telah melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program CSR. Dengan pendekatan partisipatif, keberlanjutan program dapat terjamin, dan semua pihak dapat merasakan hasilnya.
Meskipun sering dikaitkan dengan isu lingkungan negatif, komoditas tambang sangat penting untuk kebutuhan manusia. Berkat inovasi dan regulasi yang bijak, industri ini memberikan banyak manfaat, termasuk penerapan Good Mining Practice di Aceh, seperti reklamasi lahan dan pengelolaan limbah yang sesuai standar, serta teknologi yang terus berkembang untuk terus menjaga lingkungan.
CSR perusahaan tambang juga memainkan peran penting dalam mendukung pendidikan di Aceh. PT MIFA Bersaudara, PT BEL, dan PT SBA, misalnya, aktif mendukung Universitas Syiah Kuala (USK) melalui program kerja praktik, Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), penelitian, dan magang rutin untuk berbagai program studi.
Selain itu, PT MIFA Bersaudara juga berkontribusi dalam pembangunan Laboratorium Perencanaan Tambang dan pengembangan Podcast Studi Komunikasi. Sebaliknya, sejak 2014, Program Studi Teknik Pertambangan USK sendiri juga telah secara konsisten mengirimkan mahasiswa dan alumni untuk membantu pengembangan sektor tambang di wilayah pantai barat dan selatan Aceh.
Selain itu, PT SBA telah memberikan beasiswa Andalas kepada 400 siswa setiap tahun, yang mencakup siswa, mahasiswa, dan santri dari berbagai jenjang pendidikan. Ini menjadi bukti bahwa dampak positif CSR ini tidak hanya dirasakan oleh USK, tetapi juga oleh institusi pendidikan lainnya di sekitar operasi tambang itu sendiri. Seperti Universitas Teuku Umar, STAIN Teungku Dirundeng, SMK 4 Pertambangan Meulaboh, serta berbagai jenjang institusi pendidikan di kawasan Lhoknga, Leupung, hingga Aceh Selatan. Setiap tahun, berbagai program CSR terus memberikan manfaat nyata bagi generasi muda di Aceh.
Sebagai akademisi, saya percaya bahwa kerjasama antara dunia industri dan akademia sangat penting dalam menciptakan solusi yang tepat. Institusi pendidikan di Aceh harus lebih mampu menjadi pusat riset yang menghadirkan teknologi baru dalam pengelolaan pertambangan. Dengan dukungan dari pemerintah dan industri, inovasi pertambangan dapat menciptakan praktik yang lebih efisien dan berkelanjutan, jauh dari merugikan masyarakat atau bahkan merusak lingkungan.
Pilar masa depan
Masalah utama dalam industri pertambangan adalah kurangnya pemahaman mendalam, yang seringkali berubah menjadi konflik politik daripada diselesaikan secara teknis dan ilmiah. Ini justru menghambat kemajuan. Kita harus mendukung pendekatan berbasis data, fakta, dan riset, serta menolak hal-hal yang hanya gimmick. Pertambangan di Aceh harus dilihat sebagai bagian dari solusi pembangunan, bukan sumber konflik. Dengan regulasi jelas, transparansi, dan pengawasan baik, sektor ini dapat memberikan manfaat maksimal.
Industri pertambangan, khususnya batubara, mineral, dan batuan, merupakan pilar penting bagi perekonomian Aceh. Kontribusi terhadap PDRB, penciptaan lapangan kerja, dan ketahanan energi menunjukkan perannya sebagai mesin pembangunan. Dengan CSR yang efektif, teknologi ramah lingkungan, serta manajemen tepat, potensi sektor ini dapat dioptimalkan.
Masyarakat Aceh tidak perlu memilih antara ekonomi dan lingkungan. Kerja sama dan manajemen yang baik dapat menciptakan kesejahteraan berkelanjutan. Pada akhirnya, "if you cannot grow it, you have to mine it.".
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.