Opini

Fenomena Merokok di Kalangan Remaja

Dari perspektif biologis, kecanduan rokok dipicu oleh zat kimia dalam rokok, terutama nikotin, yang merangsang otak untuk melepaskan dopamin—neurotran

Editor: mufti
IST
Hetti Zuliani MPd PhD 

Hetti Zuliani MPd PhD, Dosen Konseling USK

REMAJA! Satu kata yang kerap dihubungkan dengan kata lain yang tak terpisahkan—“kenakalan". Masa remaja adalah salah satu periode kehidupan yang dialami setiap individu dengan cara yang berbeda-beda dan unik. Di tengah dinamika sosial yang terus berkembang, remaja berada dalam proses pencarian jati diri, suatu perjalanan yang sering kali diwarnai dengan eksperimen dan keingintahuan yang besar.

Pada tahap ini, keluarga memegang peran penting sebagai lingkungan pertama yang memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan remaja. Orang tua menjadi model utama dari mana remaja belajar berbagai hal—mulai dari perilaku, norma, aturan, kebiasaan, pola komunikasi, hingga bagaimana mengekspresikan emosi. Melalui interaksi dengan orang tua, mereka juga mulai membentuk pola pikir dan cara pandang mereka terhadap dunia.

Ciri khas masa remaja adalah rasa penasaran yang kuat, yang mendorong mereka untuk melakukan berbagai eksperimen guna memuaskan rasa ingin tahu. Proses ini sering kali membuat remaja terlibat dalam berbagai tindakan yang kemudian dilabeli sebagai “kenakalan.” Namun, di balik label tersebut, tersembunyi upaya seorang remaja untuk memahami diri dan lingkungannya.

Baru-baru ini, kita dikejutkan oleh sebuah insiden yang melibatkan penyiraman air cabai terhadap seorang remaja yang ketahuan merokok di lingkungan sebuah lembaga pendidikan. Kejadian ini memicu berbagai respons dari masyarakat, mencerminkan berbagai sudut pandang terkait penanganan remaja yang melanggar aturan.

Fenomena remaja merokok telah menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh hampir semua lembaga pendidikan. Seiring berjalannya waktu, perilaku merokok di kalangan remaja semakin meningkat, bahkan kini mulai muncul pada usia yang lebih muda. Remaja cenderung belajar merokok dari lingkungan sosial mereka baik keluarga, teman sebaya, maupun media.

Ketika remaja melihat orang-orang di sekitarnya merokok, mereka sering kali terdorong untuk melakukan hal yang sama, baik untuk diterima dalam kelompok atau karena meniru perilaku yang dianggap normal atau keren. Hal ini kemudian dapat berujung pada kecanduan.

Apabila anggota keluarga, terutama orang tua, juga merokok, remaja akan kesulitan untuk berhenti karena perilaku tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar dalam keluarga. Kurangnya aturan yang tegas atau keteladanan positif dari keluarga juga mempersulit remaja untuk keluar dari kecanduan.

Selain itu, masalah keluarga seperti konflik antara orang tua, perceraian, atau kekerasan dalam rumah tangga bisa memicu stres pada remaja. Dalam situasi ini, merokok sering dijadikan pelarian atau sarana mencari kenyamanan. Ketika merokok telah menjadi bagian dari identitas sosial mereka, remaja sering kali enggan berhenti karena takut kehilangan teman atau status di lingkungannya.

Konformitas sosial, atau dorongan untuk menyesuaikan diri dengan kelompok, sangat kuat pada masa remaja. Jika merokok menjadi norma di kalangan teman sebaya, sulit bagi remaja untuk menolak atau berhenti karena takut dianggap berbeda atau tidak keren. Selain itu, remaja yang tumbuh dalam keluarga perokok sering kali menganggap perilaku merokok sebagai hal normal, terutama jika tidak ada aturan jelas tentang larangan merokok.
Hal ini semakin diperparah dengan akses yang lebih mudah terhadap rokok.

Kecanduan rokok pada remaja tidak hanya terkait dengan perilaku, tetapi juga kebiasaan yang terbentuk melalui pola pikir yang mereka pelajari dari lingkungan. Seiring waktu, kebiasaan ini diperkuat oleh efek nikotin yang memberikan sensasi relaksasi dan kesenangan.

Dari perspektif biologis, kecanduan rokok dipicu oleh zat kimia dalam rokok, terutama nikotin, yang merangsang otak untuk melepaskan dopamin—neurotransmitter yang berkaitan dengan perasaan bahagia. Pada masa remaja, otak masih berkembang, sehingga mereka lebih rentan terhadap kecanduan dibandingkan orang dewasa. Kecanduan ini pun berkembang lebih cepat dan lebih sulit diatasi karena otak remaja terbiasa dengan sensasi yang diberikan oleh nikotin.

Sayangnya, banyak remaja tidak sepenuhnya memahami dampak jangka panjang dari merokok. Di usia muda, fokus mereka lebih pada kepuasan jangka pendek, seperti meredakan stres atau menyesuaikan diri dengan teman-teman, tanpa mempertimbangkan risiko kesehatan. Seperti kanker, penyakit jantung, atau masalah pernapasan yang mungkin baru akan dirasakan bertahun-tahun kemudian. Edukasi kesehatan yang ada saat ini mungkin belum cukup kuat untuk benar-benar menumbuhkan kesadaran akan bahaya merokok dalam jangka panjang.

Mengatasi kecanduan merokok pada remaja memang kompleks, karena melibatkan ketergantungan fisik terhadap nikotin, tekanan sosial dari teman sebaya, kurangnya pemahaman akan risiko jangka panjang, serta penggunaan rokok sebagai pelarian dari masalah emosional. Lingkungan sosial, termasuk keluarga dan sekolah, juga berperan besar dalam membentuk perilaku merokok remaja. Oleh karena itu, penanganan kecanduan ini memerlukan pendekatan yang komprehensif, mencakup aspek biologis, psikologis, dan sosial, dengan dukungan penuh dari lingkungan sekitarnya.

Dukungan psikologis

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved