Perang Gaza

Operasi 'Rencana Jenderal' Gaza Utara Dikepung Tank 400 Ribu Warga Sipil Hadapi Kematian & Kelaparan

Diciptakan oleh pensiunan Mayor Jenderal Giora Eiland, "rencana sang jenderal", yang diluncurkan dalam kampanye TV Israel pada bulan September, menyer

|
Editor: Ansari Hasyim
tangkap layar/Photo Credit: AP Photo/Mahmoud Essa
Ribuan warga Palestina menunggu datangnya truk bantuan yang ditujukan bagi jutaan pengungsi Gaza yang kelaparan. Pada Kamis (29/2/2024), tentara Israel menembaki kerumuman warga Palestina yang sedang menunggu datangnya bantuan ini, menghasilkan tragedi Tepung Berdarah yang menewaskan 112 warga sipil Palestia di Gaza Utara. 

Staf medis di rumah sakit Kamal Adwan yang terkepung menggambarkan situasi tersebut sebagai "bencana", dengan nyawa anak-anak di unit perawatan intensif yang penuh sesak terancam di tengah menipisnya bahan bakar dan pasokan medis.

Setidaknya 19 warga Palestina tewas pada hari Sabtu dalam serangan Israel di seluruh Jalur Gaza, termasuk di kota selatan Khan Younis dan di Kota Gaza di utara.

Sejak tahun lalu, pemerintah Israel tidak tertarik pada solusi diplomatis atas perang yang sedang berlangsung di Gaza dan Lebanon.

Militer Israel, terutama pada tingkat eselon politik, semakin leluasa dalam menentukan jumlah korban manusia yang dapat mereka toleransi dalam konflik ini. 

Situasi ini telah memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk pakar dan pengamat hubungan Israel-Palestina.

Menurut Daniel Seideman, seorang spesialis hubungan Israel-Palestina, operasi militer Israel di wilayah tersebut dianggap tidak proporsional. 

Dia menyatakan bahwa tindakan militer tersebut menyebabkan banyak korban jiwa yang seharusnya bisa dihindari jika prinsip proporsionalitas dihormati.

"Setiap operasi militer memerlukan proporsionalitas. Apa yang kita saksikan di Gaza dan Lebanon, serta keterlibatan kita dengan UNIFIL (Pasukan Sementara PBB di Lebanon), melampaui penafsiran masuk akal mengenai apa yang dimaksud dengan proporsionalitas. Ini adalah korban yang tidak perlu," kata Seideman kepada Al Jazeera pada Jumat, (11/10/2024). 

Dia juga menambahkan bahwa gencatan senjata sangat dibutuhkan untuk menghentikan lebih banyak korban berjatuhan.

Dalam wawancara tersebut, Seideman juga menyoroti bahwa pemerintah Israel dan Perdana Menteri saat ini tidak menunjukkan minat untuk menyelesaikan konflik melalui solusi damai atau diplomasi. 

Biasanya, solusi diplomatik melibatkan perundingan, gencatan senjata, atau kesepakatan damai untuk mengakhiri perang. 

Namun, pemerintah saat ini tidak mendukung pendekatan-pendekatan tersebut.

"Tetapi pemerintah saya tidak tertarik pada solusi diplomatik. Perdana Menteri saya mempunyai kepentingan untuk memperpanjang perang," lanjut Seideman, menyiratkan bahwa ada alasan politik atau kepentingan pribadi di balik keputusan tersebut.

Selain itu, Seideman juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa beberapa anggota Knesset (parlemen Israel) ingin mengambil alih markas UNRWA (Badan PBB untuk Pengungsi Palestina) yang berlokasi di Yerusalem Timur untuk diduduki. 

Markas tersebut direncanakan untuk dijadikan lokasi pembangunan pemukiman ilegal oleh beberapa pihak di pemerintahan. 

Namun, hingga saat ini, belum ada langkah resmi yang diambil oleh pemerintah terkait hal tersebut.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved