Berita Aceh Utara
Potensi Energi Bersih di PSN Bendungan Keureuto, PLN Siap Berkolaborasi Untuk Sumber Masa Depan
“Sebenarnya instalasi dan pembangkit listrik tenaga air mampu bertahan lama, jika dilakukan perawatan rutin,” ujarnya.
Penulis: Jafaruddin | Editor: Nurul Hayati
“Sebenarnya instalasi dan pembangkit listrik tenaga air mampu bertahan lama, jika dilakukan perawatan rutin,” ujarnya.
Laporan Jafaruddin I Aceh Utara
SERAMBINEWS.COM,LHOKSUKON - Pembangunan Bendungan Krueng Keureuto di Desa Blang Pante, Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara yang berbatasan dengan Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh ditarget selesai finishing pada November 2024.
Karena kontrak pembangunan bendungan multipurpose itu, berakhir pada akhir Desember mendatang.
Guna memanfaatkan infrastruktur bendungan yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai wujud kolaborasi, PLN sudah memasukan dalam dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, yaitu pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
Sekadar untuk diketahui ground breaking (peletakan batu pertama) Proyek Strategis Nasional (PSN) itu dilakukan oleh Presiden RI, Joko Widodo pada 9 Maret 2015 dengan sumber dana APBN mencapai Rp 2.6 triliun lebih (Rp 1.7 triliun dari 2015-2019 dan Rp 900 miliar lebih dari 2020-2024).
Luas areal tampungan 896,96 hektare (Aceh Utara dan sebagian kecil Bener Meriah), mampu menampung air dengan kapasitas 215 juta meter kubik.
Pemanfaatannya untuk sumber air irigasi yaitu, intensifikasi irigasi Alue Ubay seluas 2.743 hektare dan ekstensifikasi irigasi Pase Kanan seluas 6.677 hektare.
Selain itu, juga untuk penyediaan air baku 0,5 meter kubik per detik, juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber PLTA dengan kapasitas 6,34 MW.
Serta untuk pengendalian banjir 30,5 juta meter kubik (mereduksi banjir kawasan Lhoksukon-Pusat Ibu Kota Aceh Utara, sekitar 30 persen).
Proyek PSN terbesar kedua di Sumatera ini direncanakan ujicoba atau pengisian air dalam waktu dekat.
Pengoperasiannya akan dilakukan unit yang sudah dibentuk Satker Bendungan Sumatera 1, ditargekan pada tahun 2026, setelah mendapat sertifikasi Komisi Keselamatan Bendungan (KKB).
Bendungan ini menyimpan sumber energi bersih dengan memanfaatkan air sebagai penggerak yang berpotensi menghasilkan sumber listrik mencapai 6.34 MW.
Potensi tersebut menjadi atensi pemerintah yang terus mendorong percepatan transisi energi di dalam negeri, guna mencapai target net zero emission pada 2060.
Ini juga sebagai upaya memaksimalkan manfaat PSN tersebut yang selama ini menyita banyak perhatian Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Lalu bagaimana cara memanfaatkan potensi energi bersih tersebut yang akan menjadi sumber bagi masa depan yang berkelanjutan?
Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Bendungan Sumatera I, Fardianti, kepada Serambinews.com menyebutkan, pengelola bendungan tersebut sudah dibentuk dua tahun yang lalu.
“Proyek itu juga berfungsi sebagai sumber irigasi, intensifikasi untuk menambah pola tanam dan ekstensifikasi untuk menambah suplai irigasi baru, melalui bendungan. Kemudian fungsi lainnya untuk penyediaan air baku dan PLTA,” ujar Fardianti.
Tapi untuk kedua hal tersebut mungkin nantinya kata Fardianti, bisa bekerja sama PDAM dengan PLN.
“Tugas kita sampai menyelesaikan bangunan dan mengisi (air). Untuk mengisi itu, butuh waktu pengamatan selama dua tahun. Lalu kita akan lakukan sertifikasi OP-nya, setelah keluar sertifikasi OP, baru bendungan itu bisa berfungsi, bisa dioperasionalkan,” katanya.
Sebab, harus dilihat perilaku dari bendungan tersebut, jadi harus dilakukan pengamatan.
“Kalau selesai tahun ini, baru bisa kita operasionalkan tahun 2026, itupun setelah keluar sertifikasi OP-nya,” katanya.
Sertifikat tersebut dikeluarkan Oleh Komisi Keselamatan Bendungan (KKB) yang juga berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Jadi, semua bendungan yang dibangun pemerintah dan swasta harus mendapat izin dari KKB.
Namun, menurut Ketua Program Studi Magister Energi Terbarukan Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh, Dr Adi Setiawan MT, inisiator dalam pembangunan PLTA di Bendungan Keureuto adalah Pemerintah Daerah.
Dengan cara diajukan terlebih dahulu ke dalam Rencana Induk Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Induk Energi Aceh (RUEA).
“Pemkab lebih memahami kondisi dan potensi daerah dan kebutuhan utama terhadap energi listrik,” ungkap Dr Adi.
Menurut Dosen dengan bidang keahlian Teknik Konversi Energi ini, Pemerintah berperan penting dalam menyusun kebijakan energi dan menyusun rencana pembangunan dengan melibatkan anggota legislatif, akademisi dan perwakilan badan usaha/ pihak asosiasi industri energi nasional.
Dalam pelaksanaan pembangunan PLTA lanjut Dr Adi, memerlukan peran pihak swasta sebagai pelaksana project Engineering, Procurement, and Construction (EPC) yang ditawarkan melalui PT PLN (Persero), atau dapat melalui skema Independent Power Producer (IPP), Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), atau juga dengan skema lain, seperti sewa beli (Build, Lease and Transfer).
Lulusan Doktor Newcastle Of University Australia itu juga mengungkapkan pembangunan PLTA dapat dilakukan, tentunya setelah konstruksi bangunan bendungan telah lolos uji kelayakan operasional.
Karena ada sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan di antaranya; ketersediaan air, kapasitas penyimpanan air, ketersediaan tinggi muka air (head), aksesibilitas lokasi, kemudian jarak dari pusat beban/ interkoneksi jaringan listrik dan jenis lahan lokasi.
“Perlu dipastikan bahwa pintu air dan penstock (saluran air masuk ke turbin) dapat berfungsi dengan baik dan bebas dari hambatan (kotoran). Ujicoba operasional PLTA akan lebih aman, jika dilaksanakan di musin kemarau, dimana debit air masih rendah dan mudah dikendalikan,” ujar Dr Adi.
Estimasi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunan PLTA yang dapat menghasilkan kapasitas 6,34 MW menjadi salah satu tantangan terbesar.
Hal itu karena waktu pengerjaan yang relatif lama, dibanding jenis pembangkit yang lain.
Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan survei hidrologi, studi kelayakan dan pengurusan izin lingkungan bisa mencapai 18 bulan.
“Waktu tunggu untuk pemesanan dan pemasangan turbin hidro minimal 12 bulan, ditambah lagi pekerjaan desain teknik dan waktu konstruksi, proyek PLTA bisa memakan waktu antara 2 sampai 4 tahun untuk diselesaikan,” jelas Dr Adi.
Ketua Program Studi Magister Energi Terbarukan Unimal itu juga menyampaikan biaya modal awal untuk tenaga hidro selalu relatif besar.
Sehingga banyak produsen listrik berharap, sendainya saja mereka telah berinvestasi dalam tenaga hidro dua puluh tahun yang lalu, saat ini mereka akan menikmati hasil.
“Sebenarnya instalasi dan pembangkit listrik tenaga air mampu bertahan lama, jika dilakukan perawatan rutin,” ujarnya.
Untuk turbin mampu beroperasi selama sekitar lima puluh tahun, bahkan bisa lebih lama dengan routine maintenance terhadap bendungan dan jalur air dengan memastikan tidak ada kotoran yang menghambat kerja turbin.
Sehingga usia pembangkit bisa mencapai ratusan tahun.
Umur turbin yang panjang lanjut Dr Adi, disebabkan oleh pengoperasian yang terus-menerus dan stabil tanpa suhu tinggi atau tekanan lainnya.
Akibatnya, pembangkit listrik yang sudah mapan sering kali menghasilkan listrik dengan biaya rendah dengan manfaat ekonomi yang signifikan.
Terkait dengan potensi energi bersih di Bendungan Keureuto, PLN memiliki komitmen untuk mencapai target net zero emission pada tahun 2060.
PLN sudah merencanakan pengembangan PLTA di Bendungan Krueng Keureuto, sebagai bagian dari inisiatif untuk meningkatkan pasokan energi terbarukan di Aceh.
“Dengan adanya interkoneksi antara Aceh dan Sumatra, pengembangan PLTA di Bendungan Krueng Keureuto tidak hanya akan meningkatkan kestabilan pasokan listrik di Aceh, tetapi juga berpotensi memperkuat sistem kelistrikan di seluruh Sumatra,” ujar Manajer Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PLN Unit Induk Distribusi (UID) Aceh, Lukman Hakim kepada Serambinews.com kemarin.
Karena PLTA ini lanjut Lukman, dapat berfungsi sebagai sumber energi andal yang mendukung kebutuhan listrik yang semakin meningkat di Sumatra serta memberikan cadangan daya yang dapat membantu meningkatkan kehandalan di Aceh
PLN juga memastikan bahwa pembangunan PLTA ini sejalan dengan program pemerinta,h terkait transisi energi dan target net zero emission.
“Net Zero Emission merujuk pada kondisi di mana total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh suatu sistem atau aktivitas setara dengan jumlah emisi yang dihapus dari atmosfer, sehingga mencapai total emisi nol.
Dalam konteks ini, PLN berkomitmen untuk mencapai target.
Baca juga: Pimpinan Ombudsman RI Tinjau Pelayanan Publik di Lapas untuk Peningkatan Kualitas Pelayanan
Untuk mendukung pencapaian target ini, PLN akan fokus pada peningkatan proporsi energi yang dihasilkan dari PLTA dan sumber energi terbarukan lainnya.
Dengan memperkuat infrastruktur dan penyaluran energi dari PLTA, diharapkan penyerapan energi bersih dapat meningkat secara signifikan.
Langkah-langkah yang akan dilakukan PLN meliputi, pengembangkan sistem evakuasi daya yang efisien untuk memastikan bahwa energi yang dihasilkan dari PLTA dapat disalurkan secara optimal ke jaringan listrik yang ada.
“Ini melibatkan pembangunan infrastruktur transmisi yang kuat dan andal untuk menghubungkan PLTA dengan sistem jaringan eksisting,” terang Lukman.
Kemudian PLN juga akan memperkuat infrastruktur transmisi dengan membangun saluran listrik baru dan meningkatkan kapasitas saluran yang sudah ada.
Hal ini bertujuan untuk mendukung distribusi energi bersih dari PLTA ke berbagai daerah, sehingga dapat memenuhi permintaan listrik yang terus meningkat.
Selanjutnya, integrasi sistem energi terbarukan.
PLN juga akan bekerja untuk mengintegrasikan PLTA dengan sistem energi terbarukan lainnya, seperti tenaga surya dan angin, guna menciptakan sistem kelistrikan yang lebih fleksibel dan dapat diandalkan.
“Dengan langkah-langkah ini, PLN berupaya mendukung kebijakan pemerintah dalam transisi energi dan berkontribusi pada pencapaian target net zero emission, serta mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia,” katanya.
Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, Bendungan Krueng (Sungai) Keureuto, termasuk dalam daftar pengembangan PLTA yang memanfaatkan infrastruktur bendungan yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai wujud kolaborasi.
“Kementerian PUPR bertanggung jawab untuk pembangunan bendungan. Sedangkan PLN akan fokus pada pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik yang terintegrasi dengan bendungan tersebut,” pungkas Lukman.
Pj Bupati Aceh Utara Dr Mahyuzar MSi, secara terpisah menyampaikan selama dirinya sangat memotivasi untuk terus memantau progres pembangunan proyek PSN ini, hingga nantinya bisa dioperasionalkan.
“Karena bendungan itu akan dimanfaatkan sebagai sumber air irigasi untuk intensifikasi irigasi Alue Ubay seluas 2.743 hektare dan ekstensifikasi irigasi Pase Kanan seluas 6.677 hektare,” ujar Dr Mahyuzar.
Ia berharap agar bendungan tersebut dapat dimanfaatkan ke depannya untuk penyediaan air baku 0,5 meter kubik per detik, pembangkit listrik PLTA 6,34 MW, serta untuk pengendalian banjir 30,5 juta meter kubik.
Sementara itu Tokoh Masyarakat Paya Bakong, Abdurrahman menyebutkan, warga berharap agar proyek itu tidak hanya dimanfaatkan untuk mencegah banjir, tapi juga untuk irigasi.
“Apalagi kami dengar itu untuk menghasilkan listrik, masyarakat pasti akan mendukungnya, jika keberadaannya bermanfaat bagi semua pihak,” ujar Abdurrahman.(*)
Kasus Penyelundupan Bawang Merah, Nahkoda Kapal Dituntut 4 Tahun, ABK 3 Tahun |
![]() |
---|
Seragam dan Sebungkus Nasi ala Kapolsek Paya Bakong Mengetuk Hati Warga |
![]() |
---|
Tanggapi Aduan IRT, DLHK Aceh Utara Tegur Pemilik Usaha Ketam Perabot |
![]() |
---|
Saat Lantik Keuchik dan Imum Mukim Bupati Aceh Utara, Tekankan Kolaborasi dan Pelayanan Publik |
![]() |
---|
Sensasi Petik Buah di Dalam Screen House Canggih, Melon Ala Jepang Jadi Agroeduwisata |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.