Kapolsek Baito dan Kanit Reskrim Dicopot dari Jabatannya, Diduga Minta Uang ke Guru Supriyani
Ipda MI dan Aipda AM menjalani pemeriksaan di Propam Polda karena terindikasi meminta uang Rp 2 juta agar tidak menahan guru Supriyani.
SERAMBINEWS.COM, KENDARI - Kapolsek Baito Ipda MI dan Kanit Reskrim Polsek Baito Aipda AM dicopot dari jabatannya karena diduga meminta uang saat penanganan kasus guru honorer Supriyani.
Ipda MI dan Aipda AM menjalani pemeriksaan di Propam Polda karena terindikasi meminta uang Rp 2 juta agar tidak menahan guru Supriyani.
Kabid Humas Polda Sultra Kombes Iis Kristian membenarkan pencopotan dua personel polisi dari jabatannya itu.
Ia mengatakan, keduanya dicopot dari jabatannya agar lebih fokus pada proses pemeriksaan etik yang tengah berlangsung di bidang Profesi dan Pengamanan (BidPropam) Polda Sultra.
"Memudahkan proses pemeriksaan. Kemudian supaya pelayanan di Polsek bisa tetap berjalan dan lebih maksimal melayani. Kapolsek serta Kanit Reskrim lagi diperiksa dugaan pelanggaran etik dan ditarik ke Polres Konsel," ungkap Kombes Iis kepada kompas.com dihubungi via telepon, Selasa (12/11/2024).
Ia menerangkan bahwa Kapolsek Baito inisial MI dimutasi sebagai perwira utama (Pama) bagian SDM Polres Konawe Selatan, dan penggantinya adalah Ipda Komang Budayana yang saat ini menjabat PS Kasikum Polres Konsel ditunjuk sebagai Pelaksana Harian (Plh) Kapolsek Baito.
Sementara pengganti Kanit Reskrim Polsek Baito Aipda AM akan diisi oleh Aiptu Indriyanto.
Pemeriksaan Propam
Terkait informasi permintaan uang sebesar Rp 50 juta kepada guru SDN 04 Baito Kabupaten Konawe Selatan, Supriyani, Kombes Iis mengaku pemeriksaan belum sampai di situ.
Sebab saat ini, Propam masih menangani proses etik, belum sidang kode etik.
Iis mengatakan, Propam Polda Sultra telah meminta keterangan beberapa orang terkait informasi permintaan uang dalam penanganan perkara guru honorer Supriyani.
Dari pihak kepolisian ada 7 orang yang dimintai keterangan oleh propam Polda Sultra, yakni 4 orang dari Polres Konawe Selatan dan 3 orang anggota Polsek Baito.
"Propam mengumpulkan dan meminta keterangan-keterangan 7 orang anggota atas dugaan meminta uang dua juta kepada ibu Supriyani, termasuk ibu Supriyai, kepala desa, keluarga korban dan keluarga ibu Supriyani,"tambahnya.
Masih kata Iis Kristian, untuk pejabat Polres Konawe Selatan, Propam juga meminta keterangan Kabag Sumda soal informasi Kanit Reskrim yang sakit.
"Jadi untuk diketahui apakah betul yang bersangkutan sakit. Jadi semua dimintai keterangan oleh Propam, sehingga dua orang ini naik ke pemeriksaan dugaan pelanggaran etik," tutup Kabid Humas Polda Sultra.
Sebelumnya guru SDN 04 Baito, Supriyani sempat ditahan di Lapas Perempuan klas II A Kendari, namun ditangguhkan oleh Pengadilan Negeri Andoolo Kabupaten Konawe Selatan.
Guru Supriyani sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh Polsek Baito atas pemukulan terhadap siswanya.
JPU dari Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dalam pembacaan tuntutannya di Pengadilan Negeri Andoolo menyatakan bahwa perbuatan guru Supriyani bukan perbuatan pidana dan lepas dari segala tuntutan hukum (Oslak).
Selanjutnya, Majelis Hakim akan melanjutkan sidang pada Kamis (14/11/2024) mendatang dengan agenda pembacaan Pledeo atau pembelaan dari kuasa hukum Supriyani.
Baca juga: Kuasa Hukum Harap Supriyani Ditutut Bebas dari Kasus Tuduhan Pukul Anak Polisi
Supriyani Dituntut Bebas
KOMPAS.com - Guru honorer Supriyani, yang dituduh memukul paha anak polisi di sebuah SD di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, dituntut lepas dari segala tuntutan hukum. Jaksa beralasan aksi Supriyani terjadi secara spontan tanpa ada niat jahat.
Meski Supriyani telah berulang kali membantah tuduhan itu, jaksa penuntut umum Ujang Sutisna meyakini pemukulan terjadi satu kali.
“Namun, pemukulan tersebut dilakukan secara spontan tanpa adanya niat jahat,” kata Ujang saat sidang ketujuh kasus ini di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Senin (11/11).
“Oleh karena itu, terhadap terdakwa Supriyani tidak dapat dikenakan pidana. Unsur pertanggungjawaban pidana tidak terbukti,” katanya.
Walhasil, jaksa penuntut umum menuntut Supriyani “lepas dari segala tuntutan hukum”.
Sejumlah alasan lain melatari tuntutan ini, termasuk sikap sopan terdakwa selama persidangan serta fakta bahwa ia telah mengajar sebagai guru honorer sejak 2009, memiliki dua anak, dan tak pernah dipidana.
Jaksa juga merujuk Putusan Mahkamah Agung No. 1554K/PID/2013, yang menyatakan guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap muridnya.
Setelah sidang, Supriyani mengaku “senang” mendapat tuntutan bebas. Namun, ia menegaskan kembali, “Saya tidak pernah melakukan pemukulan.”
Penasihat hukum terdakwa rencananya akan membacakan pembelaan saat sidang lanjutan yang dijadwalkan pada Kamis (14/11).
Sebelumnya, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyebut terdapat perlindungan yang timpang antara murid dan guru.
Walau tak memungkiri terdapat sejumlah guru yang “melampaui batas saat mendidik murid”, PGRI menganggap para guru juga kerap mendapat perlakuan buruk akibat profesi mereka, termasuk penganiayaan.
Bagaimana awal mula kasus ini?
Dalam kasus di Konawe Selatan, Wibowo Hasyim, seorang orang tua murid yang berstatus polisi dengan pangkat ajun inspektur dua, melaporkan Supriyani ke Polsek Baito.
Aipda Wibowo menuduh Supriyani, guru honorer di SD Negeri 4 Baito, memukul paha anaknya dengan sapu ijuk pada 24 April lalu. Akibatnya, tuduh Wibowo, anaknya mengalami luka.
Supriyani dan para guru di sekolah itu telah berulang kali membantah tuduhan Wibowo, baik kepada majelis hakim maupun kepada pers.
Terlepas dari persidangan kasus Supriyani yang masih berlangsung, persoalan terkait kenakalan atau ketidaktertiban serta upaya guru mendisiplinkan murid seharusnya tidak masuk ke urusan pidana.
Pendapat ini dikatakan Asep Iwan Iriawan, mantan hakim yang kini menjadi dosen di Universitas Trisakti.
Menurutnya, guru berhak merespons sikap dan perbuatan peserta didik dalam batas wajar.
Asep berkata, kalaupun orang tua murid tidak sepakat dengan cara mendidik yang diterapkan guru, persoalan itu semestinya diselesaikan di sekolah, bukan di kantor polisi atau pengadilan.
“Jadi semangatnya bukan memenjarakan guru. Jangan semua urusan dibawa ke ranah hukum,” ujar Asep.
Aparat penegak hukum, kata Asep, semestinya juga mengutamakan prinsip keadilan restoratif saat menangani persoalan semacam ini.
Prinsip keadilan restoratif merujuk pada upaya penegak hukum mendamaikan terduga pelaku dan terduga korban.
“Ini bisa diselesaikan dengan melibatkan orang tua murid, guru, dan pihak sekolah,” ujarnya.
Baca juga: Usai KDRT, Venna Melinda Kembali Gugat Cerai Ferry Irawan Untuk Ketiga Kali
Baca juga: Personel Polres Abdya Teken Pernyataan Bermaterai tentang Sikap Netralitas dalam Pilkada 2024
Baca juga: Ternyata Ammar Zoni Merasa Sendiri, Tak Punya Siapa-siapa Lagi setelah Irish Bella Nikah
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com
VIDEO Tujuh Polisi Ditangkap Propam Polri Usai Lindas Ojol Saat Demo DPR |
![]() |
---|
Kabar Gembira, Mendikdasmen Usul Tunjangan Guru Honorer Ditambah Jadi Rp 500.000 per Bulan |
![]() |
---|
Pemkab Abdya Harap Guru Dayah Tak Hanya Mampu Mengajar Kitab Kuning, Tapi Juga Cakap Bidang Ini |
![]() |
---|
Dosen Unimal, Sosialisasi Media Handycraft Kreatif Kepada Guru SD |
![]() |
---|
Inspiratif! Guru Ngaji Jadi Kepala Kemenag Abdya, Pernah Tinggal di Masjid, Begini Kisah Hidupnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.