Berita Pidie
Aksi Kekerasan Masih Marak di Dayah
Saat ini, Dinas Pendidikan Dayah Aceh sudah membentuk tim pengawas dari polisi dan kejaksaan, guna melakukan sosialisasi terhadap pembentukan pengawas
SERAMBNEWS.COM, SIGLI - Kasus kekerasan masih marak terjadi di dayah di Aceh, sehingga menjadi dasar Gubernur Aceh menerbitkan surat edaran kepada pemerintah kabupaten/kota, agar di dayah membentuk tim pengawas.
Saat ini, Dinas Pendidikan Dayah Aceh sudah membentuk tim pengawas dari polisi dan kejaksaan, guna melakukan sosialisasi terhadap pembentukan pengawas di dayah.
Kepala Dinas Pendidikan Dayah Aceh, Dr Munawar Djalil MA kepada Serambi, Rabu (20/11/2024) menjelaskan, saat ini, semua dayah di kabupaten/kota sudah membentuk tim pengawas, seiring terjadi aksi kekerasan dan bullying terhadap santri. Surat Gubernur Aceh menjadi dasar pembentukan tim penawas di dayah.
Menurutnya, untuk tingkat provinsi sudah dibentuk tim pengawas yang bertugas untuk melakukan sosialisasi di 15 titik dayah di beberapa kabupaten. Terdiri dari wilayah utara, tengah, barat dan selatan. Tim tersebut turun yang didalamnya polisi, dan kejaksaan. Sebab, sebelumnya Dinas Pendidikan Dayah Aceh sudah membuat MoU dengan polisi dan jaksa.
" MoU untuk menangani kekerasan di dayah dengan polisi dan kejaksaan. Kalau kita kan pencegahan dulu. Pendekatan selama ini secara persuasif, untuk menghormati abu maupun pimpinan dayah. Walau pun abu tidak melakukan kekerasan, tapi menjaga marwah. Tapi, terkadang ada kasus ringan diselesaikan secara adat dan kultur," ujarnya.
Kecuali, kata Munawar, adanya kasus kekerasan di dayah yang diadukan orang tua santri, maka bisa berpotensi ke ranah hukum. Tapi, selama ini penyelesaiannya lebih kepada preventif dan edukatif. Namun, jika orang tua tidak mengadu, maka bisa diselesaikan secara internal dayah.
Selain itu, sebutnya, jika adanya kekerasan yang parah sehingga tidak bisa ditolerir, tentunya harus diproses secara hukum. Di sisi lain, kata Munawar, surat Gubernur Aceh harus diterbitkan, lantaran isu kekerasan di lingkup pendidikan sangat serius. Sebab, secara nasional kekerasan di dayah menempati rangking kedua setelah perguruan tinggi. Kekerasan menimpa santri mengingat mereka tinggal di asrama dengan latar belakang yang berbeda.
"Misalnya ada santri boleh memegang kepala, tapi ada santri tidak boleh pegang kepala atau pegang pantat. Kalau zaman dahulu tidak masalah, tapi anak-anak sekarang sangat sensitif, karena anak-anak berfikir, ini LGBT karena pegang pantat. Sehingga terjadilah kekerasan," jelasnya.
Menurutnya, hasil dinas turun ke lapangan juga menemukan bahwa aksi kekerasan itu terjadi berawal dari saling ngejek atau verbal. Akar kekerasan itu yang tidak diketahui santri, yang berawal dari ejek yang berakhir dengan fisik. Untuk itu, pihak dayah dan pemerintah harus menyampaikan penyebab awal kekerasan di dayah.
Ia menjelaskan, kondisi kekerasan dayah di Aceh tidak baik-baik saja. Pihak dinas tidak menerima laporan detail terhadap kasus kekerasan di dayah, tapi dinas mengetahui dari pemberitaan media marak terjadi kekerasan. Saat ini, Aceh menjadi sorotan dari luar terhadap kekerasan di dayah, mengingat Aceh dipayungi Syariat Islam.
"Syariat Islam itu kan harus aman dan nyaman, konon lagi di lembaga pendidikan. Sehingga, jadi fokus dan sentral perhatian dari luar," jelasnya.
Menurut Munawar, dalam pertemuan dengan sejumlah pimpinan dayah di Aceh, dirinya mengultimatum terhadap guru yang terlibat kekerasan dikeluarkan saja. Guru tersebut harus diblacklist sehingga tidak ada kesempatan mengajar di dayah lain. Tapi, yang terjadi selama ini, bahwa guru tersebut dikeluarkan di pesantren A justru diterima di tempat B.
Jika guru tersebut adanya kelainan seksual, maka guru itu akan ditularkan kepada satri lain di pesantren berbeda. Bukti itu berdasarkan hasil kajian dilakukan mahasiswa. Guru diterima mengajar di pesantren dan dayah itu diuji kompetensi, yang berbeda dengan guru diterima di dayah salafi.
Ia menambahkan, dayah juga harus ada psikiater untuk menangani anak yang trauma dampak kekerasan. Sebab, ada kasus dampak kekerasan, si anak tidak mau jumpa orang tua akibat trauma berat. Selain itu, ada santri yang memang menjadi geng sebelum masuk dayah. Sehingga saat masuk dayah, santri itu membawa gaya geng itu ke dalam dayah.
“Ini sangat membahayakan, sebab mengusik suasana dayah yang sudah baik, yang tiba-tiba rusak dengan hadirnya santri tersebut. Makanya anak terkadang tidak baik bukan faktor lingkungan dayah, tapi faktor dari luar dibawa oleh santri," ujarnya.(naz)
Kasus ASN di Pidie Diduga Predator Anak di Bawah Umur, Polisi Periksa Lima Saksi |
![]() |
---|
Ketika Kapolres Pidie dan Istri Masak Kuliner Mi Suree di Ujong Pie Laweung |
![]() |
---|
Polisi Usut Dugaan Korupsi Dana Eks PNPM di Pidie Rp2,4 Miliar, Dikelola Sejak 2015 Hingga 2020 |
![]() |
---|
Murid SD 1 Sigli Dipangku Bunda PAUD Saat Diimunisasi, Dinkes Sebut Cakupan Rendah |
![]() |
---|
Pemkab Resmi Luncurkan Kartu Pidie Sehat: Capaian Imunisasi Masih Rendah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.