Video

VIDEO Tak Terima, Netanyahu akan Ajukan Banding terhadap Surat Perintah Penangkapan ICC

Israel, melalui pejabatnya, telah mengumumkan niat untuk mengajukan banding terhadap surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh ICC.

Editor: Muhammad Aziz

SERAMBINEWS.COM - Israel, melalui pejabatnya, telah mengumumkan niat untuk mengajukan banding terhadap surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kasus pelanggaran hukum kejahatan perang di Gaza.

Surat perintah ini berkaitan dengan tindakan Israel selama perang di Gaza yang dianggap melanggar hukum internasional, Al Jazeera melaporkan.

Dalam pernyataan resmi dari kantor Netanyahu, Israel menyatakan bahwa mereka akan berupaya menangguhkan pelaksanaan surat perintah penangkapan ini sambil menunggu proses banding.

Pengadilan ICC sebelumnya menyatakan ada bukti yang cukup untuk menganggap Netanyahu dan Gallant bertanggung jawab atas penggunaan kelaparan sebagai metode perang, termasuk pembatasan pasokan bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Kementerian Eropa dan Luar Negeri Prancis berpendapat bahwa Netanyahu mungkin memiliki kekebalan dari surat perintah tersebut, mengingat Israel bukan anggota ICC.

Pernyataan ini muncul sehari setelah pengumuman gencatan senjata antara Israel dan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah, yang dimediasi oleh AS dan Prancis.

Namun, pandangan ini tidak lepas dari kritik dari sejumlah kelompok hak asasi manusia yang mempertanyakan legitimasi dan implikasi hukum dari pernyataan tersebut.

Dalam pernyataan yang disampaikan oleh kantor Netanyahu, negara Israel menolak kewenangan ICC dan meragukan legitimasi surat perintah penangkapan yang dikeluarkan.

Israel berpendapat bahwa langkah ini adalah bagian dari upaya untuk mempertahankan hak mereka dalam menjalankan kebijakan keamanan nasional, meskipun harus dihadapkan pada tuduhan pelanggaran hukum internasional.

Di saat yang sama, pengaruh negara-negara lain, seperti Prancis dan Italia, dalam hal ini menambah dimensi baru dalam diskusi mengenai hukum internasional dan keadilan.(*)

VO: Dara Nazila
EV: Muhammad Aziz

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved