Info Kesehatan Aceh

Ini Gejala dan Bahaya Difteri, Penyakit Menular yang Menyerang Tenggorokan dan Pernapasan

Pada 2017, difteri juga menjadi permasalahan yang cukup serius di Indonesia, dimana beberapa daerah ditetapkan berstatus KLB (Kejadian Luar Biasa)

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Mursal Ismail
zoom-inlihat foto Ini Gejala dan Bahaya Difteri, Penyakit Menular yang Menyerang Tenggorokan dan Pernapasan
for Serambinews.com
Difteri3

Gejala awal difteri mirip dengan penyakit umum seperti pilek dan sakit tenggorokan.

SERAMBINEWS.COM - Difteri adalah penyakit infeksi akut yang dapat menular dan berpotensi membahayakan nyawa.

Gejala awal difteri mirip dengan penyakit umum seperti pilek dan sakit tenggorokan.

Namun dapat berkembang menjadi lebih serius dengan adanya lapisan abu-abu di tenggorokan, demam, dan pembengkakan kelenjar getah bening. 

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae dan mudah menular melalui percikan air liur atau kontak dengan benda yang terkontaminasi.

Imunisasi difteri adalah pencegahan yang paling efektif, yang diberikan sebagai bagian dari imunisasi dasar untuk balita dan vaksinasi lanjutan pada usia sekolah.

Pencegahan difteri sangat penting, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah padat penduduk atau dengan sanitasi rendah.

Baca juga: Berinovasi Cegah Stunting, UPTD Puskesmas Makmur Bireuen Juara 1 Inovasi Pelayanan Publik

Difteri hingga saat ini masih menjadi perhatian sejumlah negara, tak terkecuali di Idonesia.

Pada 2017, difteri juga menjadi permasalahan yang cukup serius di Indonesia, dimana beberapa daerah ditetapkan berstatus KLB (Kejadian Luar Biasa) Difteri.

"Laporan kasus Difteri, sejak 1 Januari sampai 4 November 2017 menunjukkan telah ditemukan sebanyak 591 kasus Difteri dengan 32 kematian di 95 Kabupaten/Kota di 20 Provinsi di Indonesia," sebut Kemenkes dikutip dari laman resminya.

"Sementara pada kurun waktu Oktober – November 2017 ada 11 provinsi yang melaporkanan terjadinya KLB Difteri di wilayah kabupaten/kota-nya," tambah Kemenkes.

Satu di antara 11 daerah yang ditetapkan berstatus KLB Difteri yakni Aceh.

Hingga saat ini pun, Pemerintah Aceh melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh masih menaruh perhatian serius terhadap wabah penyakit tersebut.

Baca juga: Calon Pengantin di Aceh Periksa Kesehatan dan Disosialisasikan Stunting

Dikutip dari laman resmi Dinkes Aceh, bahkan pada awal Januari 2023, difteri juga ikut tergolong dalam kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) di Aceh, selain campak dan pertusis.

Lantas apa sebenarnya penyakit difteri itu?

Seberapa bahayakah difteri dan apa saja gejalanya?

Penyakit Difteri

Difteri merupakan penyakit menular yang menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta dapat memengaruhi kulit.

Penularannya bisa melalui batuk, bersin, atau luka-luka terbuka.

Penyakit ini bisa menyerang orang-orang dari segala usia.

Namun penderita difteri lebih banyak terjadi pada anak-anak, usia di bawah 15 tahun dan sering dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah.

Difteri tergolong penyakit menular berbahaya dan berisiko mengancam jiwa.

Orang yang terjangkit bisa berisiko menimbulkan infeksi serius, komplikasi dan berpotensi mengancam nyawa.

Oleh sebab itu, penyakit difteri tergolong penyakit yang berpeluang fatal yang membutuhkan penanganan segera.

Penyebab dan Faktor Risiko Difteri

Dikutip dari laman Kemenkes, penyebab utama difteri adalah infeksi bakteri Corynebacterium diphteriae.

Bakteri ini paling sering menginfeksi bagian hidung dan tenggorokan.

Setelah menginfeksi, bakteri melepaskan zat berbahaya yang disebut racun yang kemudian menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan lapisan abu-abu tebal.

Lapisan ini umumnya terbentuk di area hidung, tenggorokan, lidah dan saluran udara.

Dalam beberapa kasus, racun ini juga dapat merusak organ lain, termasuk jantung, otak, dan ginjal, sehingga berpotensi menimbulkan komplikasi yang mengancam jiwa.

Jika tidak ditangani, bakteri penyebab difteri dapat mengeluarkan racun yang merusak jantung, ginjal, atau otak.

Difteri juga sangat mudah menular.

Seseorang bisa tertular difteri bila tidak sengaja menghirup atau menelan percikan air liur yang dikeluarkan penderita saat batuk atau bersin.

Penularan juga bisa terjadi jika menyentuh benda yang sudah terkontaminasi air liur penderita, seperti gelas atau sendok.

Baca juga: Terungkap Faktor Penyebab Stunting di Aceh Barat, Satgas Gandeng Dinas Terkait

Namun risiko terserang difteri akan lebih tinggi pada orang yang tidak mendapat vaksin difteri secara lengkap.

Selain itu, difteri juga lebih berisiko terjadi pada orang yang :

1. Tinggal di area padat penduduk atau buruk kebersihannya.

2. Bepergian ke wilayah yang sedang terjadi wabah difteri.

3. Memiliki daya tahan tubuh lemah, misalnya karena menderita AIDS.

Gejala Difteri

Menurut Kemenkes, gejala difteri muncul 2 sampai 5 hari setelah seseorang terinfeksi.

Meskipun demikian, tidak semua orang yang terinfeksi difteri mengalami gejala.

"Apabila muncul gejala, biasanya berupa terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel penderita," tulis Kemenkes di laman resminya.

Selain lapisan abu-abu di tenggorokan, gejala lain yang dapat muncul meliputi :

1. Sakit tenggorokan

2. Suara serak

3. Batuk

4. Pilek

5. Demam

6. Menggigil

7. Lemas

8. Muncul benjolan di leher akibat pembengkakan kelenjar getah bening.

Komplikasi Difteri

Penyakit difteri juga bisa menimbulkan berbagai komplikasi.

Bakteri penyebab difteri menghasilkan racun yang bisa merusak jaringan di hidung dan tenggorokan, hingga menyumbat saluran pernapasan.

Racun tersebut juga bisa menyebar melalui aliran darah dan menyerang berbagai organ.

Baca juga: Kepala Dinkes Aceh: Kami Komit Meminimalisir Angka Stunting di Aceh

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :

1. Radang otot jantung (miokarditis).

2. Pneumonia atau infeksi paru-paru.

3. Gagal ginjal

4. Kerusakan saraf

5. Kelumpuhan.

Pencegahan difteri

Penyakit difteri dapat dicegah dengan melakukan beberapa upaya.

Namun satu-satunya pencegahan difteri yang diyakini paling efektif adalah mendapatkan vaksinasi difteri.

Di Indonesia, vaksin difteri adalah salah satu vaksinasi wajib yang diberikan untuk balita ketika melakukan imunisasi.

Pada anak-anak, vaksin difteri diberikan dalam bentuk vaksin kombinasi dengan vaksin tetanus dan batuk rejan (pertusis), atau disebut imunisasi DPT.

Imunisasi DPT sudah termasuk ke dalam program nasional imunisasi dasar lengkap yang diberikan pada anak sejak usia 2, 3, 4, dan 18 bulan, serta usia 5 tahun.

Tiga dosis imunisasi dasar vaksin DPT-HB-Hib diberikan ketika anak berusia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan, untuk melindungi tubuh dari penyakit difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, meningitis, dan pneumonia yang disebabkan oleh Haemophylus influenzae tipe B.

Baca juga: Cegah dan Penurunan Stunting di Aceh Libatkan Lintas Agama

Imunisasi lanjutan juga akan diberikan saat anak berusia 18 bulan.

Selanjutnya, pemberian vaksin difteri lanjutan dalam bentuk Td (kombinasi tetanus dan difteri), dilakukan pada anak ketika beranjak sekolah dasar yaitu pada bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

"Salah satu faktor risiko (difteri.red) adalah orang yang tidak lengkap imunisasinya," ujar Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kemenkes dr Ngabila Salama dalam gelar wicara terkait difteri yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (9/10/2023), dikutip dari Antara.

"Imunisasi adalah cara mudah dan gratis untuk mencegah 30 penyakit menular dan wabah, dengan efektivitas di atas 95 persen," tambahnya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved