Berita Aceh Tamiang

Bentengi Generasi dari Budaya Asing, Ketua MAA Aceh Tamiang: Modernisasi Boleh, Westernisasi Jangan

“Mengikuti modernisasi budaya boleh, westernisasi yang tidak boleh,” kata Djuned ketika tampil dalam Dialog Kebudayaan Melayu.

Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Saifullah
SERAMBINEWS.COM/RAHMAD WIGUNA
Dialog Kebudayaan menghadirkan Ketua MAA Aceh Tamiang, M Djuned Thahir, pendiri Sekolah Inspirasi, Rahmah Nur Rizki, dan runner-up Putra Duta Budaya Indonesia 2024, Muhammad Fiqram, Minggu (8/12/2024). 

Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang

SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG - Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Aceh Tamiang, Muhammad Djuned Thahir memberi apresiasi tinggi terhadap pelaksanaan Festival Serumpun Melayu Raya yang dilangsung di Aceh Tamiang selama tiga hari pada 6-8 Desember 2024.

Kegiatan ini, kata M Djuned, perlu ditingkatkan atau ditiru karena menjadi benteng generasi muda atas ekspansi budaya asing.

“Hari ini, anak-anak kita sangat rentan disusupi budaya asing, kalau tidak bentengi, ini akan bahaya ke depannya,” ujarnya.

Djuned menyatakan, bukan berarti pihaknya anti terhadap budaya asing.

Dia hanya berharap ada filter yang lebih kuat agar jati diri bangsa tidak terkikis dengan budaya luar.

“Mengikuti modernisasi budaya boleh, westernisasi yang tidak boleh,” kata Djuned ketika tampil dalam Dialog Kebudayaan Melayu.

Sementara itu, Rahmah Nur Rizki, pendiri Sekolah Inspirasi yang juga dihadirkan dalam dialog itu juga sepakat jati diri generasi muda perlu dijaga karena sebagai ujung tombak masa depan bangsa. 

Namun dia tidak setuju bila pembangunan jati diri ini lebih mengedepankan sisi akademis.

“Setiap anak itu memiliki kelebihan sendiri, tidak adil bila kita memperlakukan setiap anak sama, karena sisi kelebihan mereka berbeda,” ujarnya.

Dalam dialog ini turut dihadirkan Muhammad Fiqram yang merupakan runner-up 1 Putra Budaya Indonesia 2024. 

Pemilihan ini dilangsungkan di Palu, Sulawesi Tengah pada 2-4 Oktober 2024. 

Fiqram mengajak anak seusianya percaya diri dan harus selalu bangga dengan identitas daerah.

“Saya tidak bisa Bahasa Aceh karena saya dibesarkan dari keluarga Melayu, tapi saya ketika di luar, saya tetap bangga sebagai orang Aceh,” pungkas dia.(*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved