Mihrab
Wakil Ketua MPU Aceh Prof Muhibuththabry Jelaskan Faedah Khitan bagi Perempuan
Ada yang beranggapan bahwa khitan bagi perempuan adalah bagian dari tradisi yang memiliki nilai positif dan dianggap sebagai bentuk penghormatan.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Eddy Fitriadi
Wakil Ketua MPU Aceh Prof Muhibuththabry Jelaskan Faedah Khitan bagi Perempuan
SERAMBINEWS.COM - KHITAN bagi perempuan adalah topik yang kerap menjadi bahan diskusi di berbagai kalangan, baik dari sudut pandang agama, kesehatan, maupun budaya.
Ada yang beranggapan bahwa khitan bagi perempuan adalah bagian dari tradisi yang memiliki nilai positif dan dianggap sebagai bentuk penghormatan.
Di sisi lain, juga ada yang menolak praktik ini, berpendapat bahwa tidak ada dasar yang cukup kuat untuk mewajibkannya dan menganggapnya sebagai pelanggaran hak-hak perempuan.
Wakil Ketua MPU Aceh, Prof Dr H Muhibbuththabary MAg mengatakan, dalam pandangan Fiqh khitan dianggap sebagai salah satu cara untuk menyucikan diri, baik secara fisik maupun spiritual, baik untuk pria dan wanita.
“Di balik makna dan tujuan khitan yang mulia, ada berbagai pandangan di kalangan ulama tentang status hukumnya,”
“Beberapa ulama berpendapat bahwa khitan itu wajib, sementara yang lain menganggapnya sunnah,” ujarnya, Kamis (19/12/2024).
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengacu pada ayat Al-Qur’an yang menyatakan umat harus mengikuti millah Ibrahim, dengan merujuk pada QS. An-Nahl ayat 123, yang artinya “Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad), ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif dan dan tidak termasuk orang-orang musyrik,”
“Tapi kenyataannya cara orang memahami dan menerima khitan perempuan itu sangat bervariasi, tergantung pada budaya, sosial, dan pemahaman agama masing-masing,”
“Kita dihadapkan pada tantangan untuk memahami dan mengevaluasi kembali praktik khitan perempuan, dengan mempertimbangkan argumen dari berbagai pihak,” sebut Prof Muhibbuththabary.
Sebagai masyarakat, kata dia, pentingnya mendorong pemahaman yang lebih menyeluruh tentang khitan perempuan, yang tidak hanya berlandaskan pada tradisi, tetapi juga menghormati hak-hak perempuan dan kebutuhan kesehatan mereka.
Dalam tradisi Arab, terdapat ungkapan yang menunjukkan perbedaan ini: “Khatantu al-ghulama khatnan” (Saya telah mengkhitan anak laki-laki itu) dan “Wa khafadhtu al-jariyata khafdhan” (Saya telah mengkhitan anak perempuan itu).
“Dalam konteks agama, khitan memiliki peranan penting dalam thaharah (kesucian dan kebersihan) yang ditekankan dalam syariat Islam,”
“Banyak hadis dan ayat dari Al-Qur’an yang menekankan pentingnya khitan,” ungkapnya yang merujuk pada QS. An-Nisa’ ayat 124.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa fitrah terbagi menjadi dua jenis, pertama berkaitan dengan hati, yaitu ma’rifatullah (mengenal Allah) dan mencintai-Nya. Kedua bersifat amaliyyah, seperti khitan.
“Keduanya saling melengkapi dan memperkuat, dengan khitan menjadi dasar dari fitrah fisik,” jelas Prof Muhibbuththabary.
Empat mazhab utama dalam Islam memiliki pandangan yang berbeda mengenai status hukum khitan perempuan.
Mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa khitan bagi laki-laki adalah sunnah, sedangkan bagi perempuan dianggap makrumah (dihargai) tetapi tidak diwajibkan.
Mazhab Malikiyah menganggap khitan bagi laki-laki sebagai kewajiban dan bagi perempuan sebagai sunnah.
Mazhab Syafi’i memandang khitan sebagai kewajiban bagi kedua jenis kelamin.
Sementara itu, Mazhab Hanabilah juga menganggap khitan wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan.
“Dari berbagai pandangan ini, tidak ada ulama yang mengharamkan atau menganggap khitan perempuan sebagai makruh,”
“Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada larangan yang jelas terhadap praktik khitan perempuan dalam fiqih klasik,” paparnya.
Kendati demikan, ada penekanan pada khitan sebagai bentuk kehormatan bagi perempuan, usaha untuk menetralkan istilah "makrumah" sebagai sekadar kebolehan tetap menunjukkan bahwa para ahli fiqih tidak menganggap praktik ini bertentangan dengan syariat.
Dalam penelitian mengenai hukum khitan perempuan, sangat penting untuk mempertimbangkan perspektif fiqih baik yang klasik maupun yang kontemporer.
Fiqih klasik memberikan pengakuan terhadap khitan perempuan sebagai praktik yang dihormati, sementara fiqih kontemporer lebih menekankan pada aspek kesehatan dan kemaslahatan.
“Kita perlu juga menyadari bahwa khitan perempuan bukan hanya sekadar tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai dan norma yang ada dalam masyarakat,”
“Khitan, baik untuk laki-laki maupun perempuan, seharusnya dipandang sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan dan kesucian, bukan sebagai bentuk penindasan atau pelecehan,” pungkasnya.
(Serambinews.com/ar)
Khutbah Jumat - Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan Relevansinya di Era Kini |
![]() |
---|
Membangun Akademik Berbasis Keilmuan Islam, Prof Syamsul Rijal Sebut 3 Konsep Jadi Fondasi Utama |
![]() |
---|
Mau Shalat Jumat di Mana Hari Ini? Simak Daftar Khatib dan Imam Jumat di Aceh Besar 8 Agustus 2025 |
![]() |
---|
Daftar Khatib dan Imam Shalat Jumat di Aceh Barat Pada 8 Agustus 2025 |
![]() |
---|
Dari Batoh hingga Ulee Lheue, Ini Daftar Khatib dan Imam Shalat Jumat di Banda Aceh 8 Agustus 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.