Mihrab

Membangun Akademik Berbasis Keilmuan Islam, Prof Syamsul Rijal Sebut 3 Konsep Jadi Fondasi Utama

Aristoteles, bahkan berani berbeda pendapat dengan gurunya demi mempertahankan kebenaran yang diyakininya. 

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Nur Nihayati
Dok Pribadi
Prof Dr Syamsul Rijal MAg 

Membangun Akademik Berbasis Keilmuan Islam, Prof Syamsul Rijal Sebut 3 Konsep Jadi Fondasi Utama

SERAMBINEWS.COM - Dalam dunia akademik yang terus berkembang, sikap kritis, kreatif, dan reflektif menjadi fondasi utama bagi tumbuhnya budaya keilmuan yang sehat dan progresif. 

Tidak hanya menjadi elemen pembelajaran modern, ketiga sikap ini ternyata telah lama menjadi bagian dari perjalanan intelektual manusia sejak era filsuf Yunani hingga era kejayaan keilmuan Islam.

Dewan Pembina Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh, Prof. Dr. H. Syamsul Rijal, M.Ag mengatakan, dalam lintasan sejarah, sosok Socrates di era Yunani dikenal sebagai tokoh yang menanamkan tradisi berpikir kritis kepada para muridnya. 

“Konstruksi kritis yang diinisiasi membekas pada salah seorang muridnya, Aristoteles. Dia meyakini kebenaran dan siap berseberangan dengan gurunya dengan basis etika dan pendekatan dialog ilmiah yang santun,” ujar Prof Syamsul, Kamis (7/8/2025).

Baca juga: Inilah Amalan Utama di Hari Jumat yang Ditekankan Syekh Ali Jaber, Mau Panjang Pendek Tak Masalah

Aristoteles, bahkan berani berbeda pendapat dengan gurunya demi mempertahankan kebenaran yang diyakininya. 

"Dia adalah guruku, namun kebenaran lebih berhak daripada dia," kata Aristotele. Menurut Prof Syamsul, hal ini menunjukkan bahwa sikap kritis adalah bentuk tertinggi dari kecintaan terhadap ilmu.

Tradisi kritis ini tidak berhenti di dunia Barat. 

Dalam dunia Islam, Imam al-Ghazali juga menunjukkan ketajaman intelektual dengan mengkritisi pemikiran para filsuf dalam karya monumentalnya Tahafut al-Falasifah. 

Kritik tersebut menjadi titik tolak penting dalam menyaring pengetahuan agar lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam

Tak lama kemudian, Ibn Rusydi (Averroes) tampil dengan Tahafut al-Tahafut sebagai respons intelektual terhadap al-Ghazali, menjadikan diskursus keilmuan semakin dinamis dan matang.

Prof Syamsul menilai, dinamika pemikiran tersebut merupakan contoh nyata dari upaya membangun tradisi akademik yang mengakar kuat.  

“Apa yang ditunjukkan di era filosof Yunani dan era Imam Ghazali adalah realitas pembangun tradisi akademik melalui arus kritisi yang menemukan entitas kebenaran,” ujarnya.

Pada abad ke-20 di lndonesia, kata Prof Syamsul, sikap kritis sebagai pembangun tradisi akademik telah dapat dinilai lewat prseteruan nalar pembaharuan pemahaman kelslaman oleh HM Rasyidi dan Harun Nasution.

Dalam konteks Islam, sikap kritis ini tercermin dalam konsep tafakkur dan tadabbur yang disebut dalam Al-Qur’an, seperti dalam QS Al-Baqarah ayat 164 dan QS Ali Imran ayat 191. 

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved