20 Tahun Tsunami Aceh
Ribuan Masyarakat Larut dalam Tafakur, Jepang Puji Mitigasi Bencana di Aceh
Ribuan masyarakat Aceh, termasuk para penyintas dan keluarga korban, larut dalam suasana haru dan khidmat saat mengikuti peringatan 20 tahun gempa dan
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Ribuan masyarakat Aceh, termasuk para penyintas dan keluarga korban, larut dalam suasana haru dan khidmat saat mengikuti peringatan 20 tahun gempa dan tsunami Aceh yang dipusatkan di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Kamis (26/12/2024).
Acara peringatan itu diisi dengan berbagai kegiatan refleksi, doa bersama, dan bertafakur bersama mengenang para syuhada korban gempa dan tsunami Aceh. Amatan Serambi, masyarakat mulai menduduki halaman Masjid Raya Baiturrahman sejak pukul 07.30 WIB.
Suasana semakin haru saat sirine tsunami atau Tsunami Early Warning System (EWS) dibunyikan sekitar pukul 07.59 WIB. Sebagian masyarakat terlihat larut dalam tangis. Sirine tsunami dibunyikan selama tiga menit di seluruh Aceh untuk merefleksi dan mengenang tragedi bencana 20 tahun silam.
Selanjutnya, kegiatan dilanjutkan dengan doa bersama serta serangkaian kegiatan lainnya. Pada peringatan dua dekade tsunami ini, Pemerintah Aceh juga memberikan piagam apresiasi kepada sejumlah pihak dan negara-negara yang telah membantu Aceh.
Tak hanya itu, masyarakat juga diajak mendengarkan kisah Delisa, seorang penyintas yang selamat usai dihempas gelombang tsunami. Rangkaian kegiatan yang turut dihadiri oleh para duta besar dan konsulat dari berbagai negara ini ditutup dengan tausiah dari KH Abdullah Gymnastiar atau dikenal dengan AA Gym.
Dalam tausiahnya, AA Gym mengajak masyarakat untuk menjadikan tragedi gempa dan tsunami yang melanda Aceh 20 tahun silam sebagai pelajaran spiritual. “Bencana ini adalah bagian dari takdir Allah. Kita harus tawakal, bersyukur, dan menjadikan ujian ini sebagai jalan mendekatkan diri kepada-Nya,” ujarnya.
Dalam tausiah itu, Aa Gym juga mengingatkan seluruh jamaah untuk melihat setiap kejadian hidup sebagai ujian dari Allah. Sebab dengan adanya ujian, Allah akan menggugurkan dosa-dosa hambanya. "Tsunami itu ujian. Semua kita yang hadir hari ini sedang menunggu kematian. Mereka yang meninggal dalam musibah tsunami karena memang waktunya telah tiba,” tuturnya.
Ia menekankan pentingnya bersyukur dan berprasangka baik kepada Allah, karena setiap takdir yang datang pada dasarnya suatu ketetapan baik dari Sang Khalik. "Boleh jadi kita tidak suka, padahal itu baik menurut Allah. Sebaliknya, boleh jadi kita suka, padahal itu tidak baik. Berbaik sangkalah kepada Allah walaupun yang diberikan tidak sesuai keinginan kita. Di balik setiap kejadian, ada hikmah yang dapat kita ambil, asal kita bersabar," katanya.
Aa Gym juga mengingatkan tentang ciri-ciri orang bertakwa, di mana orang bertakwa adalah mereka yang menahan amarah, saling memaafkan, dan Allah sangat mencintai orang yang melakukan kebaikan. "Bersyukur adalah kunci kebahagiaan. Semua nikmat itu milik Allah dan datang dari-Nya," ungkapnya.
Solidaritas global
Sementara Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Safrizal ZA, dalam sambutannya mengajak semua pihak untuk terus memperkuat solidaritas global agar ke depannya bisa lebih siap menghadapi berbagai tantangan besar di masa depan.
“Peringatan 20 tahun tsunami ini menjadi momentum untuk merefleksikan nilai-nilai kebersamaan, ketangguhan, dan keimanan. Dalam menghadapi bencana yang begitu dahsyat, kita belajar bahwa manusia tidak bisa berdiri sendiri. Kita membutuhkan uluran tangan sesama, doa yang tulus, dan semangat gotong-royong untuk mengatasi segala tantangan,” kata Safrizal.
Safrizal melanjutkan, gempa dan tsunami Aceh 20 tahun silam menjadi peristiwa kelabu dan meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Aceh. Namun, pada saat bersamaan peristiwa tersebut menjadi pengingat akan kebesaran Allah.
Buktinya, ketika berita tentang tsunami Aceh menyebar, berbagai komunitas internasional bergerak dengan kecepatan dan solidaritas yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah kemanusiaan modern membantu Aceh yang tengah terpuruk.
“Lebih dari 60 negara, ratusan organisasi internasional, dan ribuan relawan dari berbagai penjuru dunia datang ke Aceh, membawa bantuan, harapan, dan semangat untuk bangkit kembali. Kita menyaksikan bagaimana dunia bersatu untuk Aceh. Kita menyaksikan bagaimana ribuan relawan internasional bekerja tanpa ke lelah,” ungkapnya.
“Jasa-jasa anda akan selalu terukir dalam sejarah Aceh, abadi dalam setiap relung hati kami. Semoga Allah SWT membalas kebaikan anda semua dengan pahala yang berlipat ganda,” pintanya.
Tak hanya itu, tsunami juga mengakhiri konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah RI yang telah berlangsung selama 30 tahun. Lewat peringatan dua dekade tsunami Aceh ini, Safrizal mengajak masyarakat Aceh untuk memperkuat keimanan, memperbaiki hubungan dengan Allah, dan meningkatkan kepedulian terhadap sesama.
“Bencana ini mengajarkan kita untuk selalu tawakal, bersyukur dalam segala keadaan, dan menjadikan ujian sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada sang khalik,” pungkasnya.
Pujian dari Jepang
Peringatan 20 tsunami Aceh yang bertajuk ‘Aceh Thanks The World’ ini dihadiri puluhan konsulan dan duta besar dari berbagai negara yang turut membantu Aceh kala musibah gempa dan tsunami menerjang pada 26 Desember 2004 silam.
Salah satunya yang hadir adalah Duta Besar Jepang untuk Republik Indonesia, Masaki Yasushi. Dikatakannya, sejauh ini dari sisi mitigasi bencana, Jepang sudah cukup banyak melakukan kerja sama dengan berbagai negara. Namun, dalam kunjungan pertamanya ke Aceh, dia langsung kagum dan memuji perkembangan mitigasi bencana yang diterapkan di Tanah Rencong.
“Saya merasa senang bahwa sudah banyak pendidikan mitigasi bencana dilaksanakan di Aceh untuk mitigasi bencana di masa depan. Saya berharap banyak kalangan muda mendapat pendidikan mitigasi bencana di Aceh,” kata Masaki.
Masaki juga mengaku takjub dengan kondisi Aceh yang sudah jauh lebih baik dan berhasil berkembang pesat usai diterpa bencana dahsyat gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004. Masaki menyebutkan, 10 tahun lalu negaranya juga merasakan hal sama, yakni diterpa gempa dan tsunami, sehingga ia paham betul bagaimana sulitnya suatu daerah bisa berkembang kembali setelah dilanda bencana.
“20 tahun setelah gempa bumi dan tsunami, Aceh sudah pulih luar biasa. Saya sangat menghormati dan kami masyarakat Jepang sangat mengetahui bagaimana sulit kita mengembangkan kembali setelah tsunami, dan saya bisa bayangkan begitu kerja kerasnya masyarakat Aceh,” jelasnya.
Masaki menambahkan, hubungan Pemerintah Jepang dengan Aceh sudah terjalin cukup lama dan semakin kuat. Ia berharap hubungan harmonis ini bisa bertahan selamanya. “Hubungan antara Jepang dengan Aceh semakin kuat dan mendalam. Saya berharap, dengan menghadiri acara hari ini menjadikan hubungan Jepang dengan Aceh semakin berkembang,” harap Masaki.(r)
Isak Tangis dan Harapan di Kuburan Massal Ulee Lheue
MINGGU, 26 Desember 2004, Mentari mulai bersinar dari arah Timur. Warga Banda Aceh beraktivitas seperti biasa. Sebagian dari mereka bersiap untuk piknik bersama keluarga. Suasana sejuk dan riuhnya suara kicauan burung santer terdengar.
Suasana damai di akhir pekan itu berubah menjadi petaka. Gempa berkuatan 9,3 skala ritcher (SR) mengguncang Serambi Mekkah. Masyarakat tumpah ruah berlari menyelamatkan diri keluar dari rumah. Suasana mencekam menyelimuti libur akhir pekan tersebut.
Minimnya pengetahuan akan tsunami membuat masyarakat Banda Aceh khususnya, kembali ke rumah untuk melihat situasi pascagempa tersebut. Mereka tidak mengetahui bahwa akan ada bencana dahsyat yang datang setelah peristiwa gempa tersebut.
Selang beberapa saat, air di pinggiran pantai Ulee Lheue mulai surut. Ikan-ikan melompat liar di bibir pantai. Masyarakat yang melihat fenomena langkah tersebut langsung berlari ke tepi pantai memungut ikan yang berserekan.
Namun air yang semula surut kembali dengan volume yang lebih besar. Masyarakat panik melihat apa yang terjadi. Mereka segera bergegas melarikan diri dari hantaman ombak tsunami. Namun, air lebih dulu tiba di bibir pantai. Banyak yang tidak berhasil menyelamatkan diri. Ratusan ribu masyarakat Aceh menjadi korban.
Dua dekade peristiwa tsunami Aceh, sejuk pagi sama terasa di Kuburan Massal Ulee Lheu, Kecamatan Meuraxa. Cuaca yang cerah dengan sejuknya embun pagi menghiasi kuburan tersebut. Bedanya, mereka tidak sedang menyelamatkan diri, melainkan larut dalam lantunan zikir dan doa mengenang peristiwa kelam tersebut.
Suasana penuh haru dengan isak tangis tumpah ruah di kuburan massal tersebut. Mereka tak kuasa membendung air mata ketika membacakan surah Yasin kepada anggota keluarga mereka yang menjadi syuhada. Meski tak mengetahui secara pasti tempat sanak keluarganya disemayamkan, tapi batin mereka mengatakan bahwa anak dan keluarga berada di sana. Hal itu seakan menjadi harapan untuk mendoakan mereka yang menjadi korban tsunami 2004 silam.
Triansyah Putra (52) salah seorang peziarah yang berasal dari Gampong Punge, Kecamatan Meuraxa, merasa yakin bahwa saudara dan orang tuanya disemayamkan di kuburan massal tersebut. Meski tak ada gambaran pasti, dirinya tetap melantunkan ayat suci Al-Qur'an untuk sanak familinya. Hampir setiap tahunnya ia berziarah ke makam tersebut.
Saat tsunami itu terjadi, ia dan keluarganya sedang berada di rumah. Dimana saat itu ia sudah mengetahui berkat laporan masyarakat bahwa air mulai naik dari arah pantai Ulee Lheue. Minim pengetahuan terkait bencana tsunami, saat itu ia merasa bahwa air tidak akan sampai ke tempat tinggalnya. Lantaran jarak pantai dengan Gampong Punge terpaut lumayan jauh.
Namun tak lama berselang, air laut dengan cepat menghancurkan seluruh rumah yang ada di sekitar tempatnya. Ia dan keluarganya tak sempat berlari ke tempat lebih jauh untuk menyelamatkan diri. Ia dan keluarga terhapus gelombang dahsyat tersebut.
Beruntung saat itu, Triansyah Putra berhasil selamat. Namun orang tua dan saudaranya tak kunjung ditemukan. "Hati saya mengatakan bahwa mereka disemayamkan di sini yang terdiri dari orang tua, saudara dan keponakannya. Rumah saya itu lantai dua juga hancur saat peristiwa itu," ucapanya.
Dua dekade peristiwa tersebut kata dia, tsunami menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk disampaikan kepada generasi masa depan apa itu mitigasi bencana. Menurutnya, saat ini masyarakat Kota Banda Aceh sudah lebih peka akan potensi bencana gempa dan tsunami. "Hikmahnya kita ambil. Pasti masyarakat kini sudah memahami mitigasi bencana," ucapnya.
Sementara itu Evana, salah umat Kristiani yang berdomisili di Gampong Keudah, mengaku bahwa ibu dan ayahnya menjadi korban tsunami 2004 silam. Saat kejadian ia sedang berada di Medan. Dimana di hari itu rencananya ia akan bertolak ke Aceh.
Namun, saat itu ia ketinggalan pesawat di Bandara Polonia Medan. Informasi bencana tsunami itu ia ketahui berkat siaran di media televisi. Beberapa hari setelah kejadian, ia baru bisa mendaratkan kaki di bumi Serambi Mekkah dan langsung mencari jasad keluarganya.
Berhari-hari mencari, namun ayah dan ibunya tak kunjung ditemukan. Hingga batinnya merasa bahwa jasad keluarganya ikut disemayamkan di kuburan massal Ulee Lheu bersama korban tsunami lainnya.
Peristiwa kelam tersebut seakan menjadi pengingat dan sejarah bagaimana bencana dahsyat tersebut terjadi. Meski setiap peringatan diwarnai isak tangis yang tak terbendung, bencana tersebut melahirkan harapan akan pentingnya mitigasi bencana dan menjadi gambaran bagaimana masyarakat Aceh dapat bangkit dengan cepat di tengah keterpurukan.(iw)
Jangan Biarkan Escape Building tak Terawat
GEDUNG Escape Building di Gampong Deah Glumpang, Meuraxa, Banda Aceh terlihat sepi saat peringatan dua dekade tsunami Aceh, Kamis (26/12/2024). Bangunan empat lantai, bantuan dari Pemerintah Jepang melalui JICS itu diketahui sebagai tempat penyelamatan atau evakuasi.
Sejak dibangun 2006 silam sampai sekarang, gedung itu masih difungsikan untuk beberapa kegiatan, seperti olahraga bola voli dan bulu tangkis pada malam hari, pertemuan dinas-dinas, seminar hingga hajatan desa serta kegiatan lainnya.
Tokoh masyarakat Gampong Deah Glumpang, Dafloyni mengatakan, beberapa kegiatan dilakukan di gedung tersebut untuk menjaga stabilitas bangunan dan menghindari kesan seram karena luasnya mencapai 1.400 meter persegi dengan tinggi 18 meter, lengkap dengan helipad di atasnya.
“Untuk menjaga suasananya biar nggak terlalu seram, kemudian di bawah juga kalau sehari-hari dipakai untuk aktivitas olahraga seperti voli dan bulu tangkis,” katanya.
Sejauh ini, dikatakannya masih terjaga sekitar 60 persen karena dicover dari biaya perawatan kegiatan-kegiatan yang berlangsung di dalamnya. Meski demikian, mulai terjadi pengelupasan pada dinding bangunan tersebut, beberapa tembok sudah retak, hingga besi pegangan tangga yang harus dicat ulang untuk mencegah keropos.
Dikatakan tokoh masyarakat setempat, gedung tersebut kemungkinan tidak dapat digunakan lagi secara maksimal dalam 2-3 tahun ke depan bila tidak mendapat perawatan. “Mulai ada pengelupasan dinding, beberapa tembok retak, besi pegangan tangga yang harus dicat. Satu dua tahun ke depan kalau tidak ada rehab, mungkin kita tidak bisa pakai lagi semaksimal mungkin. Kita harap tidak dibiarkan tanpa perawatan,” ungkap Dafloyni.
Ia sangat menyayangkan jika sampai gedung tersebut tidak terurus. Menurutnya, gedung tersebut tidak hanya sebagai tempat evakuasi ketika terjadi bencana yang sama di masa depan, tetapi lebih dari itu yakni sebagai pengingat bahwa ada bencana dahsyat tsunami di masa lalu untuk dijadikan pembelajaran selanjutnya.(rn)
Berita Banda Aceh
20th Tsunami Aceh
20 Tahun Tsunami Aceh
Aa Gym
Ribuan Masyarakat Larut dalam Tafakur
Tragedi Tsunami Aceh
Doa 20 Tahun Tsunami Dengan Buku Diplomasi Bencana |
![]() |
---|
Ketua PIM Aceh Santuni Anak Disabilitas dalam Kegiatan Zikir dan Doa Bersama 20 Tahun Tsunami |
![]() |
---|
UUI dan PIM Peringati 20 Tahun Tsunami, Ustadz Zul Arafah Pimpin Zikir dan Doa Bersama |
![]() |
---|
Kisah Baby 81, Bayi Korban Tsunami 20 Tahun Lalu yang Telah Beranjak Dewasa, Begini Nasibnya |
![]() |
---|
Aa Gym Ajak Masyarakat Jadikan Tragedi Tsunami Aceh sebagai Pelajaran Spiritual |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.