Korea Utara Tegaskan Senjata Nuklir untuk Bertempur Jika Ada Invasi dari Musuh
Korea Utara menegaskan senjata nuklir mereka bukan alat tawar-menawar dalam diplomasi
SERAMBINEWS.COM, PYONGYANG — Korea Utara menegaskan senjata nuklir mereka bukan alat tawar-menawar dalam diplomasi, melainkan untuk digunakan dalam pertempuran jika ada ancaman invasi dari musuh.
Pernyataan ini menunjukkan sikap Pyongyang yang keukeuh untuk terus mengembangkan kekuatan nuklirnya meski menghadapi tekanan internasional.
Pernyataan itu dikeluarkan melalui kantor berita resmi Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA), setelah Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump menyatakan tetap berkomitmen pada kebijakan denuklirisasi penuh.
Pernyataan ini juga meredam spekulasi bahwa Trump mungkin lebih terbuka untuk pengurangan senjata nuklir Korea Utara daripada denuklirisasi penuh.
Dalam komentarnya, KCNA menegaskan kekuatan nuklir Korea Utara bukan untuk mencari pengakuan dari pihak mana pun atau dijadikan alat tukar dalam negosiasi ekonomi.
“Kekuatan nuklir kami bukanlah sesuatu yang dapat diiklankan untuk mendapatkan pengakuan dari siapa pun dan bahkan bukan alat tawar-menawar yang dapat ditukar dengan sejumlah uang,” tulis KCNA, dikutip dari Yonhap, Sabtu (8/2/2025).
"Kekuatan nuklir negara kami selalu digunakan untuk keperluan tempur nyata dalam upaya untuk segera menghentikan asal muasal setiap upaya invasi oleh kekuatan musuh yang melanggar hak kedaulatan negara dan keselamatan rakyat, serta mengancam perdamaian regional.”
Baca juga: VIDEO Iran Diam-diam Kembangkan Fasilitas Nuklir Rancangan Korea Utara, Jangkauan Capai 1.800 mil
Korea Utara juga mengecam pernyataan pejabat-pejabat NATO dan Uni Eropa yang menegaskan tidak akan mengakui Korea Utara sebagai negara bersenjata nuklir.
Pyongyang menyebut pernyataan itu sebagai "omong kosong" dan menegaskan Korea Utara akan tetap memperkuat kemampuan militernya.
Kembalinya Trump ke Gedung Putih memunculkan spekulasi bahwa ia akan mencoba menghidupkan kembali diplomasi tingkat tinggi dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un.
Selama masa jabatan pertamanya, Trump bertemu Kim tiga kali, termasuk dalam pertemuan bersejarah di Singapura pada 2018.
Namun, perundingan di Hanoi pada 2019 berakhir tanpa kesepakatan setelah kedua negara tidak menemukan titik temu terkait langkah denuklirisasi Korea Utara dan pencabutan sanksi ekonomi.
Dalam sebuah wawancara dengan Fox News bulan lalu, Trump menyebut Kim sebagai "orang cerdas" dan menyatakan niatnya untuk kembali berdialog dengan Korea Utara.
Akan tetapi, Korea Utara tidak memberikan tanggapan langsung terhadap pernyataan Trump tersebut.
Malahan, media pemerintah justru memuat laporan kunjungan Kim ke fasilitas pengayaan uranium dan menegaskan perlunya memperkuat "perisai nuklir" untuk menghadapi ancaman dari negara-negara yang mereka anggap bermusuhan.
VIDEO - Trump Kembali Beri Sanksi Berat Rusia, Desak NATO Hentikan Impor Minyak Moskow |
![]() |
---|
VIDEO - Ketahuan Nonton Film Asing, Warga Korut Dieksekusi Mati Depan Publik? |
![]() |
---|
VIDEO - Belanda Kerahkan Jet Tempur F-35, Drone Rusia Dihantam di Langit Polandia |
![]() |
---|
VIDEO Viral Kursi Kim Jong Un Dibersihkan, Kotoran Dibawa Pulang ke Korut |
![]() |
---|
VIDEO China Buat Dunia 'Hormat', Xi Jinping Pamerkan Rudal Nuklir Antar Benua |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.