Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun, 7 Tersangka Ditahan
Dalam perkara ini, Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka, salah satunya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS).
SERAMBINEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2028 sampai dengan 2023.
Dalam perkara ini, Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka, salah satunya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS).
"Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tujuh orang tersangka," dilansir dari keterangan resmi Kejagung, Selasa (25/2/2025).
Selain Riva, enam tersangka lain yakni Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional berinisial SDS, kemudian YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Menurut Kejagung, pada 2018 sampai 2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri, termasuk kontraktornya juga harus dari dalam negeri, sebelum merencanakan impor minyak bumi.
Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.
Namun, berdasarkan penyidikan Kejagung, Riva dan tersangka SDS serta AP melakukan pengondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan readiness/produksi kilang.
Sehingga, produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor.
Pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, menurut Kejagung, produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak dengan fakta sebagai berikut;
- Produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masih masuk range harga HPS.
- Produk minyak mentah KKKS dilakukan penolakan dengan alas an spesifikasi tidak sesuai (kualitas) kilang, tetapi faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai kualitas kilang dan dapat diolah.dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya.
Saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan berbagai alasan, hal itu yang menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan penjualan keluar negeri (ekspor).
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang. Hanya saja, terdapat perbedaan harga yang tinggi antara minyak impor dan minyak mentah dari dalam negeri.
Baca juga: Dirut Pertamina Riva Siahaan Diduga Terjerat Kasus Korupsi, Negara Rugi Rp193,7 T! Ini Perannya
Pemufakatan jahat
Dalam penyidikannya, pihak Kejagung menemukan fakta adanya pemufakatan jahat (mens rea) pada kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga antara tersangka SDS, AP dan RS dengan tersangka YF bersama DMUT/Broker yakni tersangka MK, DW, dan GRJ sebelum tender dilaksanakan.
Para pihak tersebut menyepakati mengatur harga dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
"Pemufakatan tersebut diwujudkan dengan adanya tindakan (actus reus) pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (spot) yang tidak memenuhi persyaratan," ungkap Kejagung.
Caranya yakni tersangka RS, SDS, dan AP memenangkan DMUT/Broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.
Tersangka DM dan GRJ juga berkomunikasi dengan tersangka AP untuk dapat memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor minyak mentah serta dari RS untuk impor produk kilang.
Baca juga: Hakim Vonis Tiga ASN Gayo Lues Terkait Kasus Korupsi Penerimaan PPPK
Dugaan oplos
Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Kejagung mengungkapkan bahwa tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92.
Padahal, sebenarnya, RS hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah, kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
Pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, Kejagung juga menemukan fakta adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen secara melawan hukum sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
"Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN," ungkap Kejagung.
Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun, dengan rincian kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun.
Kemudian, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp 9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp 126 triliun dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp 21 triliun.
Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
7 Tersangka Langsung Ditahan
Kejaksaan Agung (Kejagung) langsung menahan tujuh orang tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Ketujuh tersangka ditahan selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.
Penahanan dimulai sejak Senin (24/2/2025).
“Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan telah dinyatakan sehat, lalu tim penyidik melakukan penahanan terhadap para tersangka selama 20 hari ke depan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan resminya, Selasa (25/2/2025).
Lima orang tersangka ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping, YF, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa, dan Komisaris PT Jenggala Maritim, DW.
Juga ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung adalah Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, GRJ serta Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, MKAR.
Sementara itu, dua tersangka lainnya, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, SDS dan Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, AP, ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Baca juga: Bertahan, Berikut Rincian Harga Emas di Langsa, Edisi Selasa 25 Februari 2025
Baca juga: Usul Kenaikan Tarif, Plt Sekda Aceh Besar Sebut Biaya Retribusi di RPH Lambaro Terlalu Rendah
Baca juga: Israel Rilis Rekaman Pembunuhan Sekjend Hizbullah Nasrallah dengan Menjatuhkan Berton-ton Bom
Sudah tayang di Kompas.com
Polisi Usut Dugaan Korupsi Dana Eks PNPM di Pidie Rp2,4 Miliar, Dikelola Sejak 2015 Hingga 2020 |
![]() |
---|
Profil Itong Isnaeni Hidayat, Hakim Mantan Terpidana Korupsi Diangkat Jadi PNS di PN Surabaya |
![]() |
---|
Dugaan Korupsi di KEK Arun, Jaksa Sita Sejumlah Aset PT Patna, Termasuk Uang |
![]() |
---|
Kejar Aset Terdakwa Korupsi, Kajati Aceh Sebut DPA Jadi Solusi Pulihkan Keuangan Negara |
![]() |
---|
Terbukti Korupsi Bersama, Vonis Eks Wali Kota Semarang Mbak Ita Lebih Ringan, Suami Lebih Berat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.