Jurnalisme Warga
Berobat ke Penang Bukan Sekadar Aspek Psikologis bagi Orang Aceh
Belakangan ini cerita tentang orang Aceh suka berobat ke Penang, Malaysia, kembali mencuat dan menarik untuk didiskusikan.
H. TUANKU WARUL WALIDDIN, S.E.,Ak., Ketua Yayasan Sultan Alaidin Mansyursyah, melaporkan dari Banda Aceh
Belakangan ini cerita tentang orang Aceh suka berobat ke Penang, Malaysia, kembali mencuat dan menarik untuk didiskusikan. Padahal, fenomena tersebut sudah ratusan tahun berlangsung, sejak Aceh masih berupa kerajaan berdaulat.
Kami juga memiliki pengalaman pribadi berobat ke Penang. Pada 9 Maret 2018, ayahanda kami, Tuanku Raja Yusuf yang sudah tiga bulan terakhir lemas dan mudah lelah, bolak-balik mengunjungi dokter spesialis penyakit dalam langganan keluarga, yaitu dr Krisna W. Sucipto. Awalnya karena memang ada riwayat penyakit gula maka dugaan awal mungkin ini hanya pengaruh naik turun gula darah seperti lazimnya penderita diabetes.
Dokter Krisna kemudian menyarankan untuk kita periksa darah lengkap. Setelah keluar hasinya beliau melihat ada kejanggalan pada sel darah putih (WBC) yang terlalu tinggi, mencapai 66,79 (normalnya 4,0 hingga 11,0). Dan Hb di bawah rata-rata, yaitu 6,6 (normalnya 13,0-18,0). Beliau akhirnya memanggil kami untuk berdiskusi.
Berdasrkan analisis hasil lab, dia sarankan pihak keluarga segera mencari dokter ahli hematolgi dan onkologi, boleh di Jakarta, rekomnya ke Rumah Sakit Dharmais, atau ke Malaysia. “Jangan ditunda lagi, harus segera,” tegas beliau.
Seusai pertemuan yang menegangkan itu, malamnya kami musyawarah keluarga dan mencari referensi dokter, yakni harus ahli hematologi dan onkologi.
Setelah mencari informasi dari beberapa rumah sakit terkemuka di Penang, kami temukan nama dokter Saw Min Hong, spesialis hematologi-onkologi lulusan Edinburg dan Inggris. Dia praktik di Rumah Sakit Island Hospital, sebelumnya salah satu dokter senior di Lam Wah Ee Hospital, yang merupakan langganan orang Aceh dan rumah sakit ini tercatat donatur terbesarnya adalah Aceh Traders Association.
Akhirnya, 14 Maret 2018 kami terbang ke Penang dan langsung diterima oleh dokter bersangkutan. Drokter Saw meminta untuk observasi terlebih dahulu dengan dilakukan pemeriksaan darah lengkap.
Tak lama menunggu, beberapa jam kemudian hasil lab keluar. Kami menunggu dengan harap-harap cemas.
Setelah membaca hasil lab darah lengkap ternyata kondisi darah merah ayah terlalu rendah dan darah putih terlalu tinggi. Beliau sarankan segera dilakukan biopsi uji sumsum tulang belakang.
Esoknya, sesuai jadwal yang telah diagendakan, biopsi sumsum tulang belakang pun dilakukan. Kurang lebih setengah jam, prosesnya selesai.
Saat siang menjelang sore hasilnya keluar. Keluarga dan pasien diminta untuk kembali ke ruang dokter untuk diberikan penjelasan. Kesimpulannya, penyakit ayah adalah Myelofibrosis. Yakni, kanker darah sumsum tulang yang memengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi sel darah. Tergolong penyakit langka.
Pertanyaanya kemudian apakah penyakit ini bisa sembuh? Dokter kemudian menjawab, kemungkinan pasien bertahan hidup umumnya tidak lebih dari lima tahun. Terapi obatnya ada, yaitu jakavi dan beberapa jenis obat kemo pendukung lainnya.
Mendengar penjelasan lugas dari dokter Saw membuat perasaan kami campur aduk dan terasa sangat dramatis. Di sisi lain, kejelasan penyakit pun sudah terjawab.
Ayah terus kami motivasi dan berikan semangat: fokus pada pengobatan.
Komunikasi antardokter
Sepulang dari Penang, kejelasan akan penyakit langka yang diderita ayah, yaitu Myelofibrosis telah kami peroleh. Ini memaksa kami harus terus berusaha dan sabar menghadapi keadaan ini. Setiap Hb rendah dan beliau merasa lemas, kami bawa ke RS Pertamedika di Banda Aceh. Ayah ditangani dr Edy Cahyadi, spesialis penyakit dalam, yang sejak kepulangan dari Penang kami sampaikan semua informasi dari dr Saw Min Hong. Dokter Edy punselalu menyesuaikan tindakan medisnya dengan arahan dr Saw.
Setiap keluhan kami komunikasikan ke dr Saw melalui email. Balasan dari dr Saw kami teruskan ke dr Edy.
Hampir setiap minggunya kami laporkan ke dr Saw hasil lab kondisi terkini pasien di Banda Aceh. Karena setiap minggu transfusi darah harus dilakukan akibat kehabisan sel darah merah.
Setiap dua bulan kami balik ke Penang untuk konsul dan terapi obat langsung oleh dr Saw. Kondisi ini berlangsung hingga Desember 2019.
Sebetulnya semangat ayah dalam kondisi beliau dengar langsung informasi dari dokter terbilang tinggi. Beliau tak pernah mengeluh dan tetap semangat untuk sembuh. Namun, kondisinya kembali menurun pada Januari 2020. Biasanya hanya lemas dan tidak bertenaga akibat rendahnya Hb. Tapi kini ditambah sesak, hingga Hb menyentuh angka 4,3.
Memasuki awal Februari 2020 kondisi ayah masih menurun dan harus bolak-balik ke rumah sakit untuk transfusi darah. Tepatnya 26 Februari 2020 sepulang dari rumah sakit dan sudah tiba di rumah sekitar pukul 16.30 WIB beliau kembali lemas kehilangan oksigen.
Akhirnya, dalam kondisi sesak beliau kami bawa ke rumah sakit. Dalam perjalanan di dalam mobil beliau mengembuskan napas terakhir.
Kami sekeluarga sangat kehilangan orang tua kami. Dengan keikhlasan kami lepas kepergian beliau pada hari Kamis, 27 Februari 2020, persis seperti tanggal hari ini.
Beliau dimakamkan di Kompleks Kuburan Kesultanan Aceh sebelah Pendopo Gubernur Aceh. Sebagai cucu langsung dari Sultan Aceh, Sultan Alaidin Muhammad Daudsyah jasad beliau kini sudah terbaring bersama dalam satu kompleks dengan para sultan Aceh, termasuk Sultan Iskandar Muda. Ikhtiar yang sudah kami upayakan membuat kami ikhlas dengan kepergian beliau.
Begitu banyak pengalaman dan pengetahuan sangat berharga selama hampir dua tahun menjaga dan merawat beliau selama proses pengobatan yang kami rasa perlu kami bagikan kepada publik melalui reportase ini. Artinya, ada begitu banyak alasan orang Aceh masih memilih berobat ke Penang hingga hari ini.
Bagi rumah sakit yang ada di Aceh tentunya fenomena orang Aceh berobat ke Penang dapat menjadi kajian teoretis sebagai bahan evaluasi. Ada banyak alasan yang memang perlu kita benahi, meskipun pada saat ini sudah banyak kemajuan, termasuk dengan telah diresmikannya Gedung Onkologi di RSUZA pada 21 Maret 2022 oleh Gubernur Nova Iriansyah. Sehingga, ada satu pusat pengendalian dan sistem pelayanan kanker yang komprehensif, dengan harapan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker.
Harapan kita sebagai rakyat Aceh semoga berbagai keunggulan yang dimiliki Penang dalam tata kelola rumah sakit yang ‘good and clean governance’ sehingga menghasilkan pelayanan prima, dapat diadopsi dan memberikan satu keyakinan di hati rakyat Aceh bahwa penanganan pasien di rumah sakit yang ada di Aceh pun tak kalah unggulnya dibandingkan dengan rumah sakit yang ada di Penang. Semoga saja
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.