Korupsi Pertamina

Fakta Baru, Kejagung Sebut Ada Perintah untuk Oplos Pertamax dengan Premium

Maya memerintahkan Edward agar melakukan blending (oplos) dengan menggunakan RON 88 (Premium) dan RON 92 (Pertamax).

Editor: Amirullah
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
KORUPSI MINYAK MENTAH: Kejaksaan Agung menggelar konferensi pers terkait perkembangan penyidikan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang di PT Pertamina Persero, Senin (24/2/2025). Dalam kasus ini Kejagung menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Kejagug menyebut adanya perintah dari tersangka baru untuk mengoplos pertamax dengan premium. Hal ini dilakukan di terminal tersangka lain. Adapun pemberi perintah adalah Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya. 

SERAMBINEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023 yang merugikan negara sebesar Rp193,7 triliun.

Mereka adalah Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan Vice President (VP) Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Cone.

Dalam penetapan tersangka ini, Kejagung membeberkan fakta baru terkait peran mereka.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menuturkan Maya dan Edward melakukan pembelian oktan RON 90 (Pertalite) atau yang mengandung oktan lebih rendah dengan harga RON 92 (Pertamax) setelah adanya perintah dari Riva Siahaan.

Diketahui, Riva Siahaan merupakan Direktur PT Pertamina Patra Niaga yang kini juga telah ditetapkan menjadi tersangka.

"Tersangka MK dan EC atas persetujuan tersangka RS melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92," kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (27/2/2025).

"Sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang," sambungnya.

Selanjutnya, Maya memerintahkan Edward agar melakukan blending (oplos) dengan menggunakan RON 88 (Premium) dan RON 92 (Pertamax).

Baca juga: Pertamina Tambah Kuota Elpiji 3 Kg Untuk Aceh Tengah Selama Ramadhan

Qohar menuturkan pengoplosan tersebut dilakukan di terminal PT Orbit Terminal Merak.

Adapun pemilik dari terminal tersebut juga telah ditetapkan menjadi tersangka yaitu Muhammad Keery Andrianto Riza dan Gading Ramadan Joede.

"Tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKER dan GRJ atau yang dijual dengan RON 92," kata Qohar.

Qohar menuturkan model bisnis semacam ini tidak sesuai dan melanggar hukum.

Dia menjelaskan Maya dan Edward melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya menggunakan term (pemilihan langsung) dalam waktu yang jangka panjang.

Namun, metode tersebut tidak dilakukan oleh Maya dan Edward sehingga membuat PT Patra Niaga harus melakukan impor minyak mentah dengan harga tinggi.

"Tetapi dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot (penunjukkan langsung) harga yang berlaku saat itu sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha atau DMUT," jelasnya.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved