Berita Banda Aceh

Kasus Nelayan Aceh yang Sering Terdampar di Andaman India Dibahas dalam Pertemuan ICSF di Kolombo

Adli Abdullah membahas pentingnya melindungi hak-hak nelayan kecil di dunia karena merekalah pelopor yang menjaga ekosistem laut.

Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
PRESENTASI DI KOLOMBO - Dosen Fakultas Hukum USK, Dr M Adli Abdullah SH MCL saat presentasi pada pertemuan International Collective in Support of Fish Workers (ICSF) - Forum of Small-Scale Fisheries (FSSF) di Kolombo, Sri Lanka. Acara itu berlangsung 24-26 Februari 2025. 

Adli Abdullah membahas pentingnya melindungi hak-hak nelayan kecil di dunia karena merekalah pelopor yang menjaga ekosistem laut.

Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) yang juga Board of Committee of Indonesian Traditional Fisherfolk Union (KNTI), Dr M Adli Abdullah SH MCL, dipercaya
mewakili Republik Indonesia dalam  pertemuan International Collective in Support of Fish Workers (ICSF) - Forum of Small-Scale Fisheries (FSSF).

Acara tersebut berlangsung pada 24-26 Februari 2025 di Kolombo, ibu kota Sri Lanka.

Adli juga diminta untuk mempresentasikan makalahnya pada pertemuan internasional itu.

Adli Abdullah membahas pentingnya melindungi hak-hak nelayan kecil di dunia karena merekalah pelopor yang menjaga ekosistem laut.

Mereka juga mencari ikan bukan untuk memperkaya diri, melainkan untuk menutupi kebutuhan sehari hari.

"Jadi, mereka berbeda jauh dengan pengusaha perikanan yang terus mengeksploitasi sumber daya kelautan dan mengabaikan hak-hak nelayan kecil," kata Adli.

Baca juga: 7 Nelayan Dibebaskan Otoritas Myanmar, Isak Tangis Saat Tiba di Bandara Kualanamu

Hal itu diungkapkan Adli Abdullah kepada Serambinews.com di Banda Aceh, Minggu (2/3/2025) siang sekembalinya ia dari Kolombo ke Jakarta, kemudian ke Banda Aceh.

Adli menyebutkan bahwa dalam sesi diskusi dibahas tentang adanya nelayan kecil yang ditahan di negara lain. Terkait hal itu Adli meminta agar mereka tidak diperlakukan sebagai penjahat perikanan.

"Akan tetapi, lihatlah dari sisi kemanusiaan sehingga perlu diatur lebih lanjut dalam kerja sama bilateral antarnegara," saran Adli.

"Pada pertemuan itu turut saya bahas nasib nelayan Aceh yang sering ditahan oleh otoritas Portblair, Andaman di India agar mereka ada penanganan khusus seperti yang dilakukan oleh nelayan Sri Lanka, Bangladesh, dan Pakistan di India," kata pakar perbandingan hukum ini.

Disebutkan bahwa Pertemuan ICSF-FSSF itu ikut membahas perlunya perlindungan khusus nelayan kecil dalam mempertahanankan wilayah tangkapannya.

"Kehadiran nelayan kecil di dunia perlu dilindungi karena mereka berkonstribusi dalam ketahanan pangan dan bagian dari identitas budaya, seperti  Sasi, Awig-Awig, dan Panglima Laot di Indonesia," kata pakar hukum adat ini. 

Baca juga: VIDEO Nelayan Aceh yang Terdampar di Myanmar Akhirnya Tiba di Tanah Air

Pertemuan para akadamisi, aktivis nelayan dari berbagai belahan dunia ini, ulas Adli, menunjukkan pentingnya pengakuan bersama berbagai elemen di dunia terhadap kehadiran nelayan dan petambak tradisional  terhadap ketahanan pangan, sumber mata pencaharian, pembangunan sosial, dan bisa menjadi penopang ekonomi negara.

Apalagi  produksi ikan dari 'small scale fisheries' (SSF) tercatat sebagai sumber utama protein bagi masyarakat pesisir, khususnya di negara-negara berkembang.

Dalam diskusi itu, lanjut Adli, juga dibahas permasalahan nelayan tradisional yang ditangkap karena secara tradisional menangkap ikan di wilayah perairan negara lain yang berdekatan, seperti yang terjadi di Amerika Latin, Afrika, Asia Selatan antara India dan Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan, juga di kawasan Asia Tenggara, seperti Indonesia dengan Malaysia dan Filipina. 

Bahkan  nelayan kecil Aceh juga sering bermasaalah dengan Nikobar dan Andaman (India). 

Para delegasi menyepakati kasus nelayan kecil pelintas bantas ini diselesaikan secara kemanusiaan, bukan pendekatan hukum. 

Perlu juga didorong negara- negara yang sering bermasalah tentang nelayan kecil pelintas batas dalam isu perjanjian bilateral.

Baca juga: Nelayan Aceh Barat tak Miliki BPJS Ketenagakerjaan, DKP Lahirkan Ide Ini untuk Perlindungan

"Pertemuan ICSF di Kolombo   dilaksanakan  berdasarkan tindak lanjut dari empat pertemuan regional sebelumnya di Amerika Latin, Afrika, Eropa, dan KTT SSF 2024 di Roma," kata M Adli.

Pertemuan ICSF tahun 2025 ini dihadiri oleh perwakilan negara-negara, seperti Indonesia, Sri Lanka, Malaysia, Ghana, Nedherland, Jerman, India, Panama, Brasil. 

Kemudian Swedia, Kosta Rika, Belgia, Thailand, Italia, Tanzania, Uganda, Spanyol,  Bangladesh, Filipina, dan Norwegia. (*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved