Berita Aceh Timur

Ini Penjelasan PN Idi soal 2 Kali Vonis Mati Sayed Fackrur, Jubir: Jaga-jaga Jika Terdakwa Banding

Dijelaskan Zaki, vonis mati  kedua yang dijatuhkan oleh PN Idi untuk berjaga-jaga jika hukuman pertama diajukan banding oleh terdakwa. 

|
Penulis: Maulidi Alfata | Editor: Saifullah
Serambi Indonesia
SIDANG KASUS SABU - Persidangan dengan terdakwa seorang terpisana hukuman mati yang terlibat dalam pengendalian peredaran narkoba jenis sabu jaringan internasional dari dalam Lapas di PN Idi, Kamis (6/3/2025). 

Laporan Maulidi Alfata | Aceh Timur

SERAMBINEWS.COM, IDI - Sayed Fackrur bin Usman, terdakwa yang divonis hukuman mati oleh PN Idi karena penyeludupan narkotika jenis sabu ternyata sudah dua kali dihukum mati.

Sayed yang saat ini sedang berada dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banda Aceh itu, saat ini sedang menunggu pelaksanaan eksekusi pidana mati berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor: 4059 K/Pid.Sus/2023 tanggal 07 September 2023.

Namun pada Kamis (6/3/2025) lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Idi kembali menjatuhkan hukuman yang sama terhadap Sayed Fackrur.

Praktis, sekarang ini bandar sabu tersebut sekarang sudah menerima dua kali vonis hukuman mati.

Juru Bicara (Jubir) PN Idi, Tri Purnama saat dikonfirmasi Serambinews.com, Sabtu (8/3/2025), membenarkan hal tersebut. 

"Ia benar, dua dua kali sudah dijatuhkan hukuman mati," tutur Tri Purnama.

Dijelaskan dia, vonis mati  kedua yang dijatuhkan oleh PN Idi untuk berjaga-jaga jika hukuman pertama diajukan banding oleh terdakwa. 

Sehingga hukuman mati kedua tersebut akan menjadi pemberat bagi terdakwa sendiri.

"Dalam putusan itu disebutkan bahwa menjatuhkan hukuman mati Sayed Fackrur sepanjang hukuman pertama dia tidak berubah,” jelas Jubir PN Idi.

“Artinya, dihukuman pertama dia bisa mengajukan banding agar tidak dieksekusi mati,” terang dia. 

“Ini bukan dua kali mati, dia belum dieksekusi, karena terlibat lagi, kita vonis lagi hukuman mati," tuturnya.

Oleh sebab itu, majelis hakim menjatuhkan lagi hukuman mati untuk Sayed Fackrur karena dia terlibat dua kali peredaran narkotika dengan jumlah banyak dan juga terlibat ke dalam jaringan internasional.

Saat ditanya kapan Sayed Fackrur akan dieksekusi, Tri Purnama menerangkan, soal kapan eksekusi mati narapidana tersebut dilakukan, bukan kewenangan pengadilan.

“Melainkan kewenangan Kemenkumham nantinya, apakah terpidana mati ini akan dieksekusi mati atau tidak,” tukas Tri Purnama.

Ia juga menceritakan Sayed menjadi kaki tangan dari Khaidir alias Pak Haji.

"Dia merupakan tahanan Lapas Banda Aceh. Dia menerima pekerjaan dari bosnya yang saat ini masih DPO yaitu Khaidir alias Pak Haji,” urainya.

“Jadi dia suruh orang di darat untuk melakukan pekerjaan itu, dia mengontrol dari dalam," kata Jubir PN Idi

Vonis mati 2 kali

Seperti diberitakan sebelumnya, Sayed Fackrur, seorang narapidana yang telah divonis hukuman mati sebelumnya, kini kembali dijatuhi hukuman serupa oleh Pengadilan Negeri (PN) Idi.

Kali ini, Sayed fackrur divonis mati majelis hakim setelah terbukti mengendalikan peredaran narkotika dari dalam Lapas Kelas IIA Lambaro, Banda Aceh.

Sayed Fackrur yang tengah menunggu eksekusi pidana mati terseret dalam kasus penyelundupan narkoba jaringan internasional. 

Ia terbukti mengendalikan peredaran 185.500,8 gram sabu meski berada di balik jeruji besi.

Dalam persidangan yang digelar pada Kamis (6/3/2025), majelis hakim PN Idi menjatuhkan hukuman mati kepada Sayed Fackrur. 

Selain dirinya, dua terdakwa lainnya, Muzakir alias Him bin Adi dan Ilyas Amren bin Amren, juga dijatuhi hukuman yang sama setelah terbukti terlibat dalam penyelundupan narkotika jenis sabu ke wilayah Aceh melalui jalur laut.

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor: 4059 K/Pid.Sus/2023 tanggal 7 September 2023, Sayed Fackrur seharusnya menjalani eksekusi pidana mati. 

Namun, dalam masa tunggunya, ia tetap menjalankan bisnis haramnya dengan mengendalikan peredaran narkoba dari dalam penjara.

Sementara itu, Ilyas Amren dan Muzakir diketahui baru pertama kali terlibat dalam kasus narkotika. 

Dalam sidang terungkap bahwa mereka menerima upah dari Khaidir alias Pak Haji, seorang buronan yang diduga sebagai otak dari penyelundupan sabu tersebut.

Keduanya menyelundupkan sabu menggunakan kapal dan membawa barang haram tersebut melalui Perairan Peureulak, Aceh Timur

Aparat berhasil menyita barang bukti berupa 185.500,8 gram sabu yang dikemas dalam 180 bungkus teh China merek Guanyinwang berwarna kuning.

Kasus ini menjadi bukti bahwa jaringan narkoba internasional masih mampu beroperasi, bahkan dari dalam lembaga pemasyarakatan. 

Aparat kini terus memburu Khaidir alias Pak Haji yang masih buron.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved