Konflik Palestina vs Israel

Israel Bunuh Lebih dari 400 Orang di Gaza 24 Jam Terakhir, Hamas: Hukuman Mati bagi Sandera Zionis

Hamas menyatakan tindakan Israel menggempur Gaza hanya akan mengekspose sandera terhadap ancaman pengeboman.

Editor: Faisal Zamzami
SERAMBINEWS.COM/MEDSOS X
SERANGAN ISRAEL - Anak-anak menjadi korban di antara 200 lebih warga Gaza yang syahid dalam serangan brutal zionis Israel Selasa dini hari. 

SERAMBINEWS.COM, GAZA - Pihak Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza melaporkan, lebih dari 400 orang terbunuh serangan tiba-tiba Israel pada Selasa (18/3/2025).

Pejabat Hamas menyatakan, keputusan Israel kembali menyerang Palestina sebagai "hukuman mati" bagi para sandera.

Hamas menyatakan tindakan Israel menggempur Gaza hanya akan mengekspose sandera terhadap ancaman pengeboman.

 
Organisasi Palestina itu pun tidak bisa menjamin nasib sandera saat gempuran Israel.

"Keputusan Netanyahu melanjutkan perang adalah kebijakan untuk mengorbankan tahanan dari penjajah dan menetapkan hukuman mati untuk mereka," kata pejabat Hamas, Izzat Al-Risheq dikutip Al Jazeera.

"Melalui perang dan penghancuran, musuh tidak akan bisa mencapai apa yang mereka gagal capai dengan perundingan," imbuhnya.

Israel menggempur Gaza usai Hamas menolak tuntutan pembebasan setengah sandera untuk memperpanjang gencatan senjata.

Hamas mendesak Israel mematuhi ketentuan gencatan senjata yang telah disepakati.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menyatakan, serangan brutal ke Gaza pekan ini "baru permulaan."

PM Israel itu menyebut militernya akan terus menggempur Gaza hingga bisa "menghancurkan Hamas" dan membebaskan sandera.

"Mulai sekarang, perundingan hanya akan dilakukan dengan tembakan," kata Netanyahu dalam siaran televisi nasional Israel, Selasa (18/3/2025).

Korban serangan Israel di Gaza kemungkinan terus bertambah seiring berlanjutnya serangan pada Rabu (19/3/2025).

Pihak Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza menyatakan, kebanyakan korban serangan Israel belakangan ini adalah anak-anak dan perempuan.

Sejumlah keluarga juga dilenyapkan dalam operasi pengeboman Israel, salah satunya adalah keluarga dokter Agensi Pekerjaan dan Pemulihan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) di Rafah.

Dr. Majda Abu Baker beserta 10 anggota keluarga dilaporkan terbunuh di rumahnya pada Selasa (19/3).

 
Korban Israel paling muda dalam serangan ini adalah bayi berusia tiga bulan.

Baca juga: Netanyahu: Serangan Israel di Gaza hanya Permulaan, Tewaskan Lebih dari 400 Orang dalam 24 Jam

 

Netanyahu Sebut Baru Permulaan

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan serangan udara besar-besaran ke Jalur Gaza pada Selasa (18/3/2025) dini hari yang menewaskan lebih dari 400 warga Palestina, merupakan awal dari operasi yang lebih luas. 

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza melaporkan sebagian besar korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.

Gempuran ini mengakhiri gencatan senjata yang telah berlangsung sejak Januari lalu. 

 
Israel kembali melancarkan serangan usai melarang bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza dan memutus aliran listrik ke wilayah Palestina yang telah diblokade Tel Aviv sejak 2007 itu.

Gencatan senjata sedianya diimplementasikan dalam tiga tahapan yang meliputi penghentian perang serta penarikan pasukan Israel sepenuhnya dari Gaza.

Namun, Israel menolak melaksanakan tahap kedua dan menuntut periode tahap pertama diperpanjang. 

Sedangkan Hamas ingin gencatan senjata berlanjut ke tahap kedua seperti yang sudah disepakati sebelumnya. Pelanggaran-pelanggaran kesepakatan gencatan senjata yang dilakukan Israel dibalas Hamas dengan menunda pembebasan tawanan.

Serangan udara Israel pada Selasa dini hari menghantam berbagai wilayah di Gaza, termasuk permukiman penduduk dan kamp pengungsi.


Netanyahu menegaskan, semua negosiasi terkait tawanan akan berlangsung di tengah serangan militer.

Serangan Israel ke Gaza yang telah didudukinya sejak 1967 itu telah berlangsung selama 17 bulan. Dilansir Al Jazeera, serangan Israel sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 61.700 orang termasuk lebih dari 17.400 anak-anak, per 3 Februari 2025.

Di bawah kesepakatan gencatan senjata yang dimulai sejak Januari lalu, Hamas membebaskan 25 tawanan Israel dan delapan jenazah tawanan yang tewas di Gaza, sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tawanan dengan Israel.

Sementara Israel membebaskan ratusan warga Palestina yang ditahannya.

Baca juga: Abu Hamza Juru Bicara Militer Jihad Islam Palestina Syahid Bersama Anak-Istri Dibom Israel di Gaza

Serangan Meluas, Korban Berjatuhan

Israel mengeklaim serangan udara terbaru menargetkan infrastruktur Hamas serta para pemimpinnya. 

Hamas mengonfirmasi enam pejabat seniornya tewas, termasuk kepala pemerintahan sipil Hamas di Gaza.

Dampak serangan juga begitu besar. Rumah sakit di Gaza dipenuhi korban luka-luka, termasuk anak-anak yang kehilangan keluarga mereka.

Serangan Israel di Rafah menewaskan 17 orang dari satu keluarga, sementara serangan di Gaza City menewaskan 27 orang dari satu keluarga.


"Kami kelelahan dan berharap ini segera berakhir," ujar Dr. Khaled Alserr, dokter di Rumah Sakit Nasser, Khan Younis.

Amerika Serikat (AS) menyatakan dukungannya terhadap Israel, dan menyalahkan Hamas atas gagalnya perpanjangan gencatan senjata. 

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Brian Hughes menyebut Hamas memilih berperang ketimbang membebaskan tawanan.

Sementara kelompok Houthi di Yaman menembakkan roket ke arah Israel untuk pertama kalinya sejak gencatan senjata dimulai.

Militer Israel mengeklaim berhasil mencegat serangan tersebut sebelum mencapai wilayahnya. Serangan Israel ke Gaza pada Selasa memperburuk ketegangan di Timur Tengah.

Tekanan Politik di Israel

Di dalam negeri, Netanyahu menghadapi tekanan besar terkait kebijakan perangnya. 

Ribuan warga Israel turun ke jalan di Tel Aviv, mengecam keputusannya melanjutkan perang dan menuntut perundingan tawanan segera dilanjutkan.

"Hari ini Netanyahu bukan membuka pintu neraka bagi Hamas, tetapi bagi orang-orang yang kita cintai," ujar Einav Zangauker, seorang ibu yang anaknya masih ditawan Hamas.

Di sisi lain, kebijakan ini justru memperkuat posisi Netanyahu di pemerintahan. Partai sayap kanan yang sempat keluar dari koalisi, kini kembali bergabung setelah serangan terbaru.

Israel berjanji tidak akan menghentikan perang sebelum Hamas dihancurkan dan semua tawanan dibebaskan. 

Namun, tujuan ini menghadapi tantangan besar, terutama di tengah meningkatnya tekanan internasional dan kondisi kemanusiaan di Gaza yang memburuk.

Dengan 90 persen penduduk Gaza mengungsi dan akses terhadap kebutuhan pokok semakin sulit, warga sipil menjadi pihak yang paling terdampak dalam serangan Israel yang berkepanjangan ini. 

Baca juga: Bangun Banda Aceh Kreatif, Illiza Sowan ke Kementerian Ekraf

Baca juga: Wali Kota Banda Aceh Temui Menpora, Bahas Pengembangan Kepemudaan dan Olahraga

Baca juga: Amalan dan Keistimewaan Malam Lailatul Qodar di 10 Hari Terakhir Ramadhan

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved