Konflik Palestina vs Israel

Rudal Balistik Houthi Yaman Hantam Israel, Pasukan Ansarallah juga Bentrok dengan Angkatan Laut AS

Houthi juga mengumumkan konfrontasi baru atau bentrok dengan Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) di wilayah tersebut. 

Editor: Faisal Zamzami
Telegram Houthi
PEJUANG HOUTHI - Foto ini diambil dari Telegram Houthi pada Jumat (28/3/2025) memperlihatkan pejuang Houthi memegang senjata dalam sebuah foto peringatan 10 tahun perang Yaman yang diunggah pada Kamis (27/3/2025). Pada hari Kamis, 2 pejabat AS mengungkapkan Israel memberikan informasi intelijen kepada AS agar bisa menargetkan Houthi di Yaman dalam serangan hariannya. 

SERAMBINEWS.COM - Gerakan Houthi Yaman, yang juga dikenal sebagai Ansarallah, meluncurkan rudal balistik ke arah Israel pada Minggu (30/3/2025).

Selain itu, Houthi juga terlibat dalam bentrokan dengan Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) di wilayah tersebut, di tengah meningkatnya serangan udara oleh pesawat AS di Yaman.

Menurut laporan dari tentara Israel, sistem pertahanan udara mereka berhasil mencegat rudal yang diluncurkan oleh Houthi sebelum memasuki wilayah udara Israel.

Sirene serangan udara terdengar di beberapa lokasi, termasuk Yerusalem dan Tel Aviv, akibat peluncuran rudal dari Yaman.

Radio Angkatan Darat Israel melaporkan bahwa dua orang mengalami luka ringan saat mencari perlindungan.

Juru bicara militer Ansarallah, Yahya Saree, mengonfirmasi bahwa rudal balistik tersebut ditujukan ke Bandara Ben Gurion sebagai bentuk dukungan terhadap rakyat Palestina.

Saree menegaskan bahwa operasi yang menargetkan pendudukan Israel akan terus berlanjut, dan serangan AS terhadap Yaman tidak akan mempengaruhi komitmen mereka untuk mendukung Palestina.

 

Konfrontasi dengan Angkatan Laut AS

Sementara itu, bentrokan antara Houthi dan Angkatan Laut AS juga dilaporkan terjadi.

Media Israel sebelumnya mengabarkan bahwa sistem THAAD milik AS telah mencegat beberapa rudal yang diluncurkan oleh Ansarallah.

Houthi melanjutkan serangan rudal ke Israel dan menargetkan kapal-kapal yang terkait dengan Israel di Laut Merah, setelah konflik di Jalur Gaza kembali meningkat pada 18 Maret 2025.

Dengan situasi yang semakin memanas, keberlanjutan serangan dan konfrontasi ini menandakan ketegangan yang terus berlanjut di kawasan tersebut.

 

Trump Ancam Lakukan Pengeboman, Khamenei: Iran Tidak Akan Diam, Siap Serang Balik

Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada Senin (31/3/2025) memberikan tanggapan keras terhadap ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan mengebom Teheran jika tak setujui kesepakatan nuklir dengan AS.

Dalam pidato yang disiarkan di televisi sehari setelah ancaman Trump, Khamenei memperingatkan bahwa Iran akan memberikan balasan keras jika AS nekat mengebom Teheran.

"Permusuhan AS dan Israel selalu ada. Mereka mengancam akan menyerang kita, yang menurut kami tidak mungkin terjadi, tetapi jika mereka melakukan kejahatan, mereka pasti akan menerima balasan yang keras," kata Khamenei, dikutip dari Iran International.

Tidak hanya itu, Khamenei juga mengatakan bahwa nantinya seluruh warga Iran akan turun tangan memberikan balasan kepada AS.

"Jika musuh merasa mampu memicu pemberontakan di dalam negeri, bangsa Iran sendiri yang akan meresponsnya," imbuhnya.

Sebelumnya, Trump pada hari Minggu (30/3/2025) mengancam akan mengebom Iran apabila tidak menerima tawaran AS terkait kesepakatan nuklir.

"Jika mereka tidak membuat kesepakatan, akan ada pengeboman," kata Trump dalam wawancara telepon dengan NBC News. 

Trump mengklaim bahwa jika terjadi pengeboman, maka itu menjadi yang pertama kalinya.

"Itu akan menjadi pengeboman yang belum pernah mereka lihat sebelumnya," katanya, dikutip dari The Times of Israel.

Baca juga: Kamp Jenin tidak Dapat Dihuni Lagi, Warga Palestina tak Tahu Harus ke Mana, Israel Perluas Serangan 

Jawab Surat Trump, Iran Tolak Negosiasi Langsung dengan AS

Iran telah memberikan tanggapan terhadap surat yang dikirim oleh Presiden AS Donald Trump pada beberapa hari yang lalu.

Hal tersebut dikonfirmasi oleh presiden Iran Masoud Pezeshkian.

Dalam tanggapannya, Iran mengatakan bahwa menolak mengadakan pembicaraan langsung dengan AS.

"Tanggapan Pemimpin Tertinggi terhadap surat Trump disampaikan kepada kontak AS di Oman...Dalam tanggapan itu, negosiasi langsung telah ditolak, tetapi mengenai pembicaraan tidak langsung, Iran selalu terlibat dalam pembicaraan tersebut, dan Pemimpin Tertinggi telah menekankan bahwa pembicaraan tidak langsung masih dapat dilanjutkan," kata Pezeshkian.

 
Sementara itu, Menteri luar negeri Iran, Abbas Araqhci sebelumnya mengatakan bahwa  perundingan langsung hanyalah taktik AS untuk membahas kesepakatan nuklir.

"Dalam situasi di mana ada 'tekanan maksimum,' tidak seorang pun yang waras akan melakukan perundingan langsung," katanya saat itu.

Dengan tegas, Araghci menggarisbawahi keputusan Iran untuk melakukan perundingan tidak langsung.

"Format perundingan selalu relevan dalam hubungan diplomatik. Untuk saat ini, taktik dan metode kami adalah melakukan perundingan tidak langsung," tegasnya.

Pada hari yang sama dengan surat yang dikirimkan melalui Oman, seorang penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei telah setuju dan siap untuk melakukan pembicaraan tidak langsung dengan AS.

Kamal Kharrazi mengatakan bahwa dengan pembicaraan tidak langsung, maka Iran dapat membuat persyaratan yang sesuai.

"Teheran siap untuk negosiasi tidak langsung guna menilai pihak lain, menyampaikan persyaratannya sendiri, dan membuat keputusan yang sesuai,” kata Kamal Kharrazi.

Sebagai informasi, Trump telah mengirimkan surat kepada Khamenei pada tanggal 7 Maret 2025.

Dalam surat tersebut, Trump memberi tenggat waktu kepada Iran selama 2 bulan untuk mencapai kesepakatan nuklir.

Tidak hanya itu, surat tersebut juga berisi ancaman serangan dari AS dan Israel yang menargetkan fasilitas nuklir Iran.

Sejak Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS, pemerintahannya secara konsisten mengatakan bahwa Iran harus dicegah memperoleh senjata nuklir. 

Akan tetapi, pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan lalu mengatakan bahwa Iran telah mempercepat produksi uraniumnya yang mendekati tingkat senjata.

Pada tahun 2015, Iran mencapai kesepakatan dengan kekuatan dunia, termasuk Amerika Serikat, untuk mengekang program nuklirnya karena kekhawatiran negara itu berpotensi mengembangkan senjata nuklir.

Namun keadaan berubah pada tahun 2018.

Saat itu, Trump menjabat sebagai presiden AS  secara sepihak menarik diri dari perjanjian tersebut.

Setelah menarik diri, Trump kemudian menjatuhkan sanksi terhadap Iran.

 

Baca juga: Penjual Nasi Goreng Bacok Mantan Istri dan Kakak Ipar, Sugito Emosi Diusir saat Temui sang Anak

Baca juga: Buya Yahya Ajak Umat Islam Lebih Dulu Minta Maaf, Ini Keutamannya, Mumpung Masih Momen Lebaran Ied

Baca juga: Kumpul Keluarga Saat Lebaran Bisa Kacau Gegara Pertanyaan Menohok? Ini Saran Psikolog

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved