Jurnalisme Warga
Adakah Didikan Ramadhan yang Masih Melekat pada Diri Kita?
Pada bulan suci itu setan-setan penggoda manusia diikat sehingga orang-orang yang beriman dapat secara leluasa melaksanakan ibadah dengan khusyuk.
Oleh: M Zubair SH MH, Kepala Dinas Kominfo dan Persandian Bireuen, melaporkan dari Bireuen
BULAN Ramadhan 1446 H/2025 M yang penuh berkah telah berlalu meninggalkan kita dengan penuh kenangan indah bagi setiap insan yang mampu memanfaatkannya secara sempurna.
Pada bulan suci itu setan-setan penggoda manusia diikat sehingga orang-orang yang beriman dapat secara leluasa melaksanakan ibadah dengan khusyuk.
Saat ini bulan yang penuh momen istimewa itu sudah kembali ke tempatnya dan telah memberi banyak pelajaran serta didikan mulia bagi setiap keturunan Adam yang benar-benar menghayatinya sebagai bulan pengampunan.
Namun, menjadi pertanyaan sekarang ini apakah semua pelajaran dan didikan Ramadhan itu masih melekat pada hati kita semua yang ikut berpuasa?
Pelajaran-pelajaran baik yang didapatkan pada bulan Ramadhan apabila dilaksanakan secara berkelanjutan terus-menerus akan dapat membawa keberkahan pada diri sendiri, lingkungan, bahkan dalam suatu negara.
Untuk menilai apakah didikan Ramadhan itu terus melekat pada diri seseorang hanya pribadi sendiri yang dapat merasakanya serta khalayak ramai akan melihat dalam penerapan sehari-hari.
Ustaz Nazli Hasan, Lc, MA dalam ceramahnya pada suatu malam sepuluh terakhir Ramadhan di Masjid Al-Ikhlas Geulanggang, Kabupaten Bireuen, megawali tausiahnya untuk membuka cakrawala pemikiran jemaah dengan mengutip satu hadis Nabi Muhammad saw yang artinya, “Sesungguhnya aku diutus oleh Allah dengan satu tujuan, yaitu menyempurnakan akhlak.”
Dengan demikian, semua yang diperintahkan atau dilarang oleh nabi, itu satu muaranya, yaitu memperbaiki akhlak.
Akhlak baik kepada Allah dan akhlak baik kepada sesama manusia yang diturunkan oleh Allah melalui akidah untuk mengenal Allah lebih dekat.
Apabila manusia sudah mengenal Allah dengan sebenarnya, maka timbullah harapan untuk memperoleh surga dan berupaya untuk terhindar dari neraka dengan jalan terus berbuat baik dan berakhlak mulia.
Selanjutnya, Allah memerintahkan penerapannya melalui ibadah karena semua ibadah yang dilakukan bertujuan untuk menciptakan akhlak baik manusia.
Ustaz Nazli menegaskan bahwa melaksanakan ibadah, misal shalat adalah untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar, berhaji yang mabrur ditandai dengan tutur katanya yang baik dan dermawan.
Semua itu terlatih pada bulan Ramadhan setiap tahunnya, yaitu kita dituntun untuk berakhlak mulia dan dermawan, serta berbuat baik sesama makhluk Allah.
Dari latihan-latihan tersebut Ustaz Nazli mengajak semua jemaah untuk berpikir kenapa Allah memerintakan setiap muslim agar melaksanakan ibadah puasa dalam bulan Ramadhan dengan menahan lapar selama 13 jam dalam sehari.
Menurut beliau, kita baru mengetahui makna ibadah puasa adalah pada ujung bulan Ramadhan, yaitu ada kewajiban menunaikan zakat fitrah.
Tujuan semua umat muslim membayar zakat fitrah setelah berpuasa tidak lain adalah agar bisa merasakan hari-harinya perasaan fakir miskin yang tidak makan dari pagi sampai magrib.
Maka setelah kita bisa merasakan penderitaan nasib fakir miskin, Allah memerintahkan untuk menyisihkan sedikit harta benda yang kita miliki untuk membantu sesama.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa ibadah puasa pada bulan Ramadhan adalah untuk melatih orang-orang yang bermanfaat bagi orang lain.
Dengan nada seloroh Ustaz Nazli mengatakan, setelah puasa Ramadhan, “Bek na le yang Krit (Jangan ada lagi yang pelit)," dan apabila setelah Ramadhan masih ada juga yang kikir itu pertanda tidak makbul amalannya dalam bulan Ramdhan.
Oleh sebab itu, Ustaz Nazli menagaskan, di antara amal-amal yang paling makbul dilaksanakan pada bulan suci Ramadhan salah satunya adalah bersedekah. Nanun sayangnya, ibadah ini pun banyak ditinggalkan.
Beliau lanjutkan dengan mengingatkan semua jemaah bahwa dalam agama ini serta disepakati oleh semua ulama satu kaidah, yaitu amalan yang berhubungan dengan kemaslahatan orang lain lebih utama daripada amalan pribadi.
Amalan untuk orang lain, yaitu menyedekahkan harta kita, karena dapat menyelamatkan orang lain dari permasalahan kehidupannya.
Nabi saja diutus oleh Allah adalah untuk mengajak semua umatnya agar saling membantu dan berbuat baik sesamanya yang dicontohkan dari perbuatan nabi sehari-hari.
Ustaz Nazli juga menjelaskan, apabila ada majelis ilmu maka sepakat para ulama mengatakan lebih besar pahala mendengar majelis ilmu daripada mengaji sendiri di sudut-sudut masjid seperti yang banyak terlihat selama ini.
Pada sesi ceramah itu kembali beliau bersoloroh bahwa ada penyakit di masjid-masjid kita apabila sedang ada kajian ilmu maka ada juga jemaah yang menyendiri untuk mengaji sendiri.
Padahal, mengikuti majelis ilmu akan lebih besar manfaatnya karena bisa menyelesaikan masalah pribadi, keluarga, lingkungan, serta masalah umat.
Dengan majelis ilmu kita juga paham mana yang halal dan haram, sehingga dapat membantu sesama dalam rangka menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi.
Dengan ada ilmu kita dapat beramal yang berhubungan dengan orang lain dan lebih dicintai oleh Allah Swt. Salah satu amalan yang berhubungan dengan orang lain dan sangat besar pahalanya yaitu sedekah ilmu atau harta karena dapat membantu yang lagi membutuhkan sehingga memperoleh kehidupan layak.
Dengan demikian, tanda-tanda Ramadhan kita diterima oleh Allah Swt, yaitu telah berubah sifat kita menjadi dermawan. Setelah Ramadhan sudah lebih suka bersedekah karena rasa iba mudah timbul terhadap orang-orang miskin, fakir, dan sebagainya yang memang membutuhkan bantuan.
Ustaz Nazli membacakan sebuah hadis dari Ibnu Abi Suhaibah, “Dulu, kata Rasulullah, ada seorang rahib (pendeta) Yahudi, beribadah kepada Allah selama 60 di dalam tempat ibadah Yahudi.
Pada suatu hari datang seorang perempuan minta singgah ke tempat ibadahnya, rupanya pendeta Yahudi tersebut tergoda dan akhirnya terjadilah zina selama enam hari.
Di hari keenam dia sadar lalu timbullah rasa takutnya kepada Allah, maka larilah si pendeta ini dari tempat ibadahnya ke tempat ibadah yang lain dalam keadaan tanpa membawa bekal.
Di tempat persinggahannya si Yahudi itu pun kelaparan, lalu ada orang membagi roti kepadanya dan ketika dia mau makan roti itu ternyata ada dua orang lain yang belum makan.
Dengan iman yang ada dalam dadanya maka roti itu pun dibaginya dua: setengah dibagi kepada satu orang dan setengah lagi diberikan kepada yang lain.
Dalam keadaan lapar itu si rahib ini meninggal, lalu kata rasulullah di hari kiamat ditimbanglah amalnya yang pertama, yaitu amalan selama 60 tahun pada satu timbangan dan dosa zina diletakkan pada timbangan lain, teryata ibadah 60 tahun kalah dengan dosa zina.
Kemudian, Allah menyuruh malaikat menimbang amalan terakhirnya, yaitu sedekah roti yang dia sendiri tidak makan. Ternyata amalan sedekah yang dapat membantu orang lain dapat mengalahkan dosa zina selama enam hari.
Begitu hebatnya pahala sedekah yang perlu terpatri di hati semua umat Islam yang telah dilatih selama bulan suci Ramadhan.
Sekarang kita sendiri yang dapat menilai adakah didikan Ramadhan melekat pada jiwa kita dan teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari setelah Ramadhan berlalu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.