Opini

Harga Emas Naik? Solusi Fikih Mahar untuk Pemuda Aceh 

Pernikahan adalah jalan menuju ketenangan, melanjutkan keturunan, dan mengikuti sunnah Nabi—sebuah langkah mulia yang semestinya dipermudah, bukan dip

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Prof Dr Hj Soraya Devy SAg MAg, Guru Besar Hukum Keluarga UIN Ar-Raniry Banda Aceh. 

Karena itu, sistem mahar dalam Islam sesungguhnya adalah masterpiece hukum keluarga yang memadukan antara idealisme dan realita, antara hak dan kewajiban, antara keluhuran nilai dan praktisitas kehidupan. Inilah bukti bahwa syariat Islam benar-benar datang untuk melindungi, khususnya bagi perempuan yang sering menjadi pihak rentan dalam sistem pernikahan

Selain itu, mahar tunda juga mengurangi beban awal pemuda, sehingga mereka tidak perlu membayar mahar penuh sebelum akad dan pernikahan bisa segera dilangsungkan. Yang tak kalah penting, pendekatan ini meminimalisir kesan materialistik dalam pernikahan, mengembalikan fokus pada tujuan spiritual --membangun keluarga yang sakinah, bukan sekadar transaksi materi. Dengan demikian, mahar tunda menjadi solusi yang seimbang antara memenuhi hak istri dan meringankan beban calon suami. 

Penerapan dua solusi ini --penyesuaian budaya dan mahar tunda --merupakan bentuk fath adz-dzari’ah (membuka jalan menuju kemaslahatan) yang sangat penting. Tanpa kebijakan fleksibel dalam mahar, banyak pemuda Aceh berisiko terjebak dalam dua bahaya besar, pertama, putus asa dan menunda pernikahan, yang berpotensi membuka peluang perzinaan; kedua, terjerat utang riba hanya untuk memenuhi tuntutan mahar. Syariat Islam sangat menekankan pencegahan kerusakan sebelum terjadi, sebagaimana kaidah fikih “dar’ul mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashalih” (menolak kerusakan didahulukan atas menarik manfaat). 

Dari sisi sosial, mahar yang memberatkan dapat memicu dampak berantai, pemuda frustrasi; pernikahan ditunda; angka perzinaan meningkat; dan nilai keluarga sebagai institusi suci terkikis. Bahkan terdapat korelasi antara tingginya biaya pernikahan dengan penurunan keinginan menikah di Aceh (serambinews.com, 2/1/2025). Di sinilah solusi fikih mahar tunda dan penyesuaian standar budaya berperan sebagai benteng preventif. Selain memudahkan pernikahan, keduanya juga menjaga moral generasi muda dan stabilitas masyarakat di Aceh. 

Lebih jauh, Islam sangat menjaga kemaslahatan umat. Jika tradisi mahar emas yang kaku justru menghalangi tujuan utama pernikahan --mencegah maksiat dan membangun keluarga--maka meninjau ulang tradisi tersebut menjadi keharusan. Solusi ini sejalan dengan maqasid syariah dalam menjaga agama, keturunan, dan harta.  

Dengan demikian, fleksibilitas mahar bukan sekadar kebijakan ekonomi, melainkan langkah strategis untuk memutus mata rantai kerusakan sosial yang lebih besar. 

Sebagai penutup, saya berpesan, wahai pemuda Aceh yang gigih, jangan biarkan tingginya harga emas memadamkan semangat suci kalian untuk membangun mahligai rumah tangga. Ketahuilah, Allah swt telah menjanjikan kemudahan setelah kesulitan (QS. Al-Insyirah: 5-6). Kepada para orang tua dan segenap masyarakat, marilah kita jadikan mahar sebagai jembatan kasih sayang, bukan tembok penghalang pernikahan.  

Ulama dan tokoh adat yang mulia, tuntunlah umat dengan kearifan fikih dan tradisi yang mengedepankan kemaslahatan, agar syariat Islam tetap menjadi rahmat bagi semua.
Pemerintah yang bijaksana, dukunglah langkah solutif ini melalui kebijakan-kebijakan yang memudahkan pernikahan. Pernikahan adalah sunnah mulia yang harus kita hidupkan, bukan beban yang membuat kita terjatuh. Dengan semangat ta'awun (tolong-menolong) dan tafahum (saling memahami), mari kita wujudkan generasi Aceh yang kuat imannya, kokoh akhlaknya, dan bahagia rumah tangganya. 

Semoga Allah swt membimbing kita semua kepada jalan yang diridhai-Nya. Amin ya Rabbal 'alamin. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved