Internasional

AS dan China Memanas Lagi! Saham Global Rontok, Harga Emas Melejit, dan Dolar Tersungkur!

Mereka sekarang diwajibkan mengajukan lisensi ekspor untuk menjual chip kecerdasan buatan seperti Nvidia H20 dan AMD MI308 ke perusahaan di China.

Penulis: Sri Anggun Oktaviana | Editor: Ansari Hasyim
Via Kompas
PERANG DAGANG - Presiden AS Donald Trump (kiri) dengan Presiden Cina Xi Jinping (kanan). 

AS dan China Memanas Lagi!  Saham Global Rontok, Emas Melejit, dan Dolar Tersungkur!

SERAMBINEWS.COM- Pada hari Rabu (16/4/2025) menjadi hari yang berat bagi pasar saham global. 

Saham-saham jatuh tajam, terutama di sektor teknologi, setelah Amerika Serikat memperketat pembatasan ekspor chip ke China dan ketidakpastian terkait tarif perdagangan terus membayangi.

Sementara itu, emas melonjak ke rekor tertinggi baru karena investor mencari tempat aman di tengah gejolak ini.

AS Batasi Penjualan Chip AI ke China

Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan aturan baru soal ekspor teknologi tinggi ke China.

Perusahaan chip raksasa seperti Nvidia dan AMD terkena dampaknya secara langsung.

Mereka sekarang diwajibkan mengajukan lisensi ekspor untuk menjual chip kecerdasan buatan seperti Nvidia H20 dan AMD MI308 ke perusahaan di China.

Nvidia menyatakan bahwa pembatasan ini bisa mengurangi pendapatannya hingga 5,5 miliar dolar AS. Saham Nvidia pun anjlok hampir 7 persen setelah pengumuman ini.

Baca juga: Perang Dagang Memanas, Harga Emas Semakin Bersinar! Trump vs China Buat Pasar Global Panas Dingin

Indeks Saham Global Merosot

Indeks saham global MSCI yang mencakup pasar di seluruh dunia turun sekitar 1,5 persen.

Pasar saham di Amerika Serikat mencatat penurunan yang signifikan:

  • Dow Jones turun 1,7 persen
  • S&P 500 melemah 2,2 persen
  • Nasdaq Composite, yang banyak berisi saham teknologi, jatuh paling dalam yaitu 3,1 persen

Paul Christopher, ahli strategi dari Wells Fargo Investment Institute, menjelaskan, "Pasar modal masih terjebak antara berita tentang tarif baru dan, di sisi lain, tentang negosiasi atau penangguhan tarif."

Ketua Federal Reserve AS, Jerome Powell, mengatakan bahwa bank sentral masih menunggu data ekonomi selanjutnya sebelum memutuskan perubahan suku bunga.

Powell menggambarkan gejolak pasar saat ini sebagai respons logis terhadap kebijakan tarif pemerintahan Trump yang berubah drastis.

"Powell melakukan apa yang kita semua lakukan menunggu dan mengamati," kata Jamie Cox dari Harris Financial Group.

Data Ekonomi Campur Aduk

Di satu sisi, penjualan ritel AS naik pada bulan Maret, didorong oleh pembelian mobil menjelang potensi kenaikan tarif.

 Namun di sisi lain, belanja masyarakat untuk barang-barang tidak penting turun karena kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi.

Presiden Donald Trump menambah ketegangan dengan memerintahkan penyelidikan untuk kemungkinan tarif baru atas semua impor mineral penting, serta meninjau kembali impor farmasi dan chip.

Sebagai respons, pemerintah China dikabarkan memerintahkan maskapai penerbangan nasional untuk menghentikan pengiriman pesawat Boeing.

Saham Eropa dan Asia Ikut Tertekan

Di Eropa, indeks STOXX 600 turun 0,2 persen, terdampak oleh jatuhnya saham perusahaan teknologi.


Sementara itu, indeks saham Asia-Pasifik (di luar Jepang) turun 0,8 persen, mengakhiri tren kenaikan empat hari berturut-turut.

Saham-saham unggulan Tiongkok (CSI300) justru naik tipis 0,3 persen karena data ekonomi yang masih cukup kuat, namun indeks Hang Seng di Hong Kong merosot tajam hingga 1,9 persen.

Aneeka Gupta, ekonom dari WisdomTree, menyatakan, "Di Tiongkok, pembatasan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa akses ke teknologi global akan makin terbatas."

Ia menambahkan, "Hal itu juga memicu sentimen penghindaran risiko di pasar."

Perdagangan Global Terancam

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada hari yang sama memangkas proyeksi pertumbuhan perdagangan global.

 Mereka memperingatkan bahwa tarif baru dari AS dan dampaknya ke negara lain bisa menyebabkan perlambatan ekonomi global yang paling parah sejak puncak pandemi.

Investor Beralih ke Aset Aman

Ketidakpastian ini membuat emas bersinar. Harga emas batangan naik ke rekor tertinggi baru yaitu 3.339 dolar AS per ons, melonjak 3,5 persen dalam sehari.

Bank Australia ANZ memprediksi harga emas bisa mencapai 3.600 dolar AS per ons pada akhir tahun ini.

"Permintaan terhadap emas sebagai aset aman akan terus meningkat," tulis ANZ dalam laporan risetnya.

Obligasi dan Dolar Melemah

Imbal hasil obligasi pemerintah AS juga turun. Imbal hasil obligasi Treasury 10-tahun turun 4 basis poin menjadi 4,283 persen.

Penurunan ini terjadi setelah komentar dari Jerome Powell yang menambah kekhawatiran pasar terhadap perlambatan ekonomi.

Para pelaku pasar kini memperkirakan bahwa The Fed bisa mulai memangkas suku bunga mulai Juni.

Mereka bahkan memprediksi suku bunga bisa turun satu poin persentase penuh dari level saat ini yang berada di kisaran 4,25 sampai 4,50 persen.

Sementara itu, indeks dolar AS turun 0,7 persen, menyentuh level terendah sejak April 2022. Hal ini menandakan bahwa kepercayaan investor terhadap aset-aset AS mulai melemah.

Yen dan Franc Swiss Menguat

Sebaliknya, mata uang yang dianggap aman seperti yen Jepang dan franc Swiss justru menguat. Yen naik 0,8 persen dan franc Swiss naik 1,2 persen.

Yen berada di level tertinggi sejak September, dan franc Swiss mencapai rekor tertinggi dalam 10 tahun terakhir.

Gubernur Bank Sentral Jepang, Kazuo Ueda, mengatakan kepada surat kabar Sankei bahwa mereka mungkin perlu mengambil tindakan kebijakan jika tarif AS berdampak buruk terhadap ekonomi Jepang.

Harga Minyak dan Bitcoin Bergerak Naik

Harga minyak naik ke level tertinggi dalam dua minggu. Kenaikan ini terjadi setelah AS mengeluarkan sanksi baru terhadap importir minyak Iran asal Tiongkok, yang menimbulkan kekhawatiran terhadap pasokan global.

Untuk mata uang kripto, Bitcoin naik 0,5 persen menjadi 84.389 dolar AS.

Meski naik hari itu, secara keseluruhan Bitcoin masih mencatat penurunan hampir 10 persen sepanjang tahun ini.

Baca juga: Pidato Perdana Setelah Lengser, Joe Biden Kritik Keras Kebijakan Pemerintahan Trump

 (Serambinews.com/Sri Anggun Oktaviana)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved