Kisah tak Terungkap Presiden Suriah, dari Tahanan di Irak Menuju Tampuk Kekuasaan

Ini juga melemahkan posisi politik al-Sharaa pada saat dia mencoba menampilkan dirinya sebagai aktor politik yang sah.

Apa yang terungkap tentang masa lalu al-Sharaa?

Al-Sharaa tiba di Irak pada tahun 2003, tak lama setelah invasi pimpinan AS. Masih berusia awal dua puluhan, ia bergabung dengan kelompok bersenjata Saraya Al-Mujahidin, yang dibentuk untuk melawan pasukan Amerika.

Sumber-sumber pada masa itu menggambarkannya sebagai orang yang disiplin, pendiam, dan sangat berkomitmen terhadap tujuan tersebut.

Waktunya bersama kelompok tersebut dipersingkat dengan penangkapannya dua tahun kemudian.

Tetapi bahkan di balik jeruji besi, tampaknya al-Sharaa tetap berkomitmen untuk misi yang lebih besar. Sebuah foto kelompok yang disertakan dalam dokumen menunjukkan dia termasuk di antara barisan tahanan pada tahun 2011— hanya beberapa hari sebelum pembebasannya pada tanggal 13 Maret tahun itu.

Dua hari kemudian, pemberontakan Suriah dimulai. Dengan meletusnya revolusi Suriah, al-Sharaa dengan cepat menyeberang kembali ke Suriah. Di sana, ia bersekutu dengan sejumlah faksi jihad, termasuk al-Qaeda dan kemudian kelompok ISIS. Namun aliansinya berumur pendek. Pada tahun 2016, al-Sharaa— yang saat itu dikenal luas dengan nom de guerre Abu Muhammed al-Golani— telah memutuskan hubungan dengan kedua kelompok.

Dalam video 2016 yang disiarkan secara luas, ia muncul untuk pertama kalinya di depan umum dengan mengenakan jubah tradisional Arab. Tenang dan pandai bicara, ia mengumumkan pembentukan faksi baru dan perpecahan formal dengan al-Qaeda.

Reputasinya mulai bergeser. Dari militan bawah tanah hingga pialang kekuasaan regional, al-Sharaa telah menjadi pemimpin de facto Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kekuatan dominan di provinsi Idlib— kubu oposisi besar terakhir Suriah.

Penduduk Idlib yang mengenal al-Sharaa sebelum naik ke tampuk kekuasaan menggambarkan transformasi dramatis. Hassan, seorang pemuda dari kota Kafr Nabl, mengenang ketika pria yang dikenal sebagai al-Golani pertama kali tiba di kota.

“Dia pendiam, ramah, kata” Hassan. “Saya akan melihatnya menuju ke garis depan untuk melawan pasukan Assad. Dia akan tersenyum pada semua orang, tidak pernah mengangkat suaranya.”

Setelah beberapa saat, Hassan berkata, al-Sharaa selalu terlihat “dikelilingi oleh penjaga dan pejuang.” “Saat itulah kami menyadari bahwa dia bukan sekadar petarung lagi—dia adalah seseorang yang penting,” katanya.

Analis Abdulrahman Al-Nasser mengatakan bahwa kepemimpinan al-Sharaa menandai titik balik dalam oposisi Suriah yang terfragmentasi. Di bawah komandonya, HTS mengkonsolidasikan kekuasaan di Idlib, membentuk pemerintahan yang belum sempurna dan menjalankan kendali atas keamanan lokal, media, dan bahkan pengadilan.

“Al-Sharaa belajar dari setiap fase perjalanannya,” kata seorang pakar keamanan regional. “Dari pemberontak hingga tahanan, dari jihadis hingga tokoh nasionalis—dia adalah seorang operator, penyintas.”

Guncangan terbesar terjadi beberapa bulan lalu, pada 8 Desember 2024, ketika pasukan oposisi menyerbu Damaskus. Setelah bertahun-tahun berjuang, ibukota Suriah jatuh, dengan pasukan pemerintah menarik diri dari bangunan umum dan jalan-jalan. Era pemerintahan Baath—61 tahun di bawah partai, dan 53 tahun di bawah keluarga Assad— telah berakhir secara tiba-tiba.