Tim Friede Pria di AS Disuntik Bisa Ular 856 Kali Selama 18 Tahun, Kini Terbukti Punya Antibodi

Para peneliti mengisolasi antibodi darah Frede yang bereaksi dengan neurotoksin yang ditemukan dalam 19 spesies ular yang diujikan dalam penelitian.

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Anak ular cobra yang di rescue anggota Komunitas Ciliwung Depok dari rumah warga di Depok, Jawa Barat, Rabu (18/12/2019). Akhir-akhir ini di beberapa rumah warga di wilayah di Jabodetabek banyak kasus penemuan ular liar. 

Para peneliti mengisolasi antibodi darah Frede yang bereaksi dengan neurotoksin yang ditemukan dalam 19 spesies ular yang diujikan dalam penelitian.

Antibodi ini kemudian diuji satu per satu pada tikus yang diracuni oleh bisa 19 spesies ular. Dengan begitu, ilmuwan mampu memahami secara sistematis jumlah minimum komponen untuk menetralkan racun bisa ular.


Campuran obat yang diciptakan tim tersebut mencakup tiga hal, dua berupa antibodi yang diisolasi dari Friede dan obat molekul kecil varespladib yang menghambat enzim pada 95 persen semua gigitan ular.

Obat tersebut saat ini sedang dalam uji klinis pada manusia sebagai pengobatan mandiri.

Antibodi yang pertama dikenal sebagai LNX-D09. Ini mampu melindungi tikus dari bisa enam spesies ular yang mematikan.

Penambahan varespladib memberikan perlindungan terhadap tiga spesies tambahan. Terakhir, para peneliti menambahkan antibodi kedua yang diisolasi dari darah Friede yang kemudian disebut SNX-B03.

Antibodi ini memperluas perlindungan terhadap 19 spesies gigitan ular berbisa.

Pada tikus, antibodi itu mampu memberikan perlindungan 100 persen dari gigitan 13 spesies dan perlindungan parsial, 29-40 persen untuk 6 spesies lainnya.

Seorang farmakolog gigitan ular di universitas Lancaster di Inggris, Steven Hall mengatakan, temuan ini sebagai cara cerdik dan kreatif untuk mengembangkan antibisa.

Meski temuan itu belum diujikan terhadap manusia, Hall mengatakan, ada kemungkinan temuan itu disetujui untuk penggunaan klinis.

Dengan syarat, antibodi yang berasal dari manusia kemungkinan besar akan memiliki lebih sedikit efek samping dibandingkan antibisa yang dibuat dengan cara tradisional menggunakan kuda atau hewan lain, yang sering kali dapat mengakibatkan reaksi alergi.

“Sangat mengesankan karena hal ini dilakukan dengan satu atau dua antibodi, ditambah obat molekul kecil, dan hal ini meningkatkan jumlah spesies, dibandingkan dengan penangkal biasa. Saya pikir ini melakukan pekerjaan yang baik dalam menyoroti potensi kegunaan menggabungkan obat molekul kecil dengan antibodi,” kata Hall.

“Jika berhasil masuk ke klinik, berhasil digunakan oleh manusia dalam jangka panjang, itu akan menjadi revolusioner. Ini benar-benar akan mengubah bidang ini secara total dalam hal (pengobatan) gigitan ular,” tambahnya.

Kwong dari Columbia mengatakan bahwa penelitian yang dipublikasikan ini berfokus pada kelas ular yang dikenal sebagai elapid.

Penelitian ini tidak termasuk viperids, kelompok utama ular berbisa lainnya yang meliputi ular berbisa, ular berbisa sisik gergaji dan spesies lainnya.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved