Berita Kutaraja

Jarnas98 Minta Elit Aceh tidak Gegabah Tolak Penambahan 4 Batalyon Baru, Begini Penjelasannya

Menurut Hendra, sikap penolakan pembangunan batalyon baru tanpa pertimbangan matang justru dapat berdampak negatif terhadap Aceh. 

Penulis: Rianza Alfandi | Editor: Saifullah
For Serambinews.com
PENAMBAHAN BATALYON BARU - Ketua PW Jaringan Nasional Aktivis 98 (Jarnas98) Provinsi Aceh, Hendra Fadli minta para elit Aceh tidak gegabah menolak rencana penambahan empat Batalyon Teritorial Pembangunan (YTP). 

Laporan Rianza Alfandi | Banda Aceh 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Jaringan Nasional Aktivis 98 (Jarnas98) Provinsi Aceh meminta para elit Aceh untuk tidak gegabah dalam menolak rencana penambahan empat Batalyon Teritorial Pembangunan (YTP) di wilayah Aceh. 

Ketua PW Jarnas98 Aceh, Hendra Fadli menegaskan, bahwa kebijakan rencana pembangunan batalyon tersebut berada dalam ranah kewenangan pemerintah pusat.

Hal ini sebagaimana diatur dalam perjanjian MoU Helsinki, khususnya klausul 1.1.2 huruf b yang menyebutkan bahwa Aceh tidak mencakup urusan pertahanan luar dan keamanan nasional.

Menurut Hendra, sikap penolakan pembangunan batalyon baru tanpa pertimbangan matang justru dapat berdampak negatif terhadap Aceh. 

Apalagi, kata dia, bahwa beberapa penolakan yang selama ini disuarakan sebagian elit Aceh hanya merujuk pada klausul 4.7 MoU Helsinki yang membatasi jumlah tentara organik di Aceh sebanyak 14.700 personel setelah relokasi.

“Maka konsekuensi logis dari itu, gagasan menuntut perpanjangan Dana Otonomi Khusus (Otsus) sebagaimana yang dituntut elit-elit Aceh kepada pemerintah pusat juga menjadi tidak relevan, sebab tidak diatur dalam klausul MoU Helsinki,” kata Hendra, Selasa (6/5/2025).

Oleh karena itu, Hendra meminta kepada elit-elit Aceh agar bijak dalam bersikap.

“Sebaiknya bangun ruang-ruang dialog yang konstruktif menuju kesepahaman bersama yang menguntungkan bagi masa depan Aceh,” urainya. 

Ia juga mengajak semua pihak, termasuk mantan kombatan GAM yang masih menyimpan kekhawatiran untuk menyampaikan pandangan mereka dalam forum dialog tersebut.

“Dalam ruang dialog itu, semua kalangan tentu dapat mengemukakan pandangan dan argumentasinya dari berbagai perspektif berkaitan dengan penambahan Batalyon baru di Aceh,” papar dia. 

“Termasuk kekhawatiran-kekhawatiran dari pihak mantan pejuang GAM yang menolak, sehingga pemikiran-pemikiran mereka juga dapat tersampaikan secara baik kepada pemerintah,” jelasnya. 

Jarnas98, kata Hendra, juga menekankan bahwa semua pihak perlu memahami tanggung jawab mutlak pemerintah pusat dalam memperkuat pertahanan negara, terlebih Aceh merupakan wilayah paling barat Indonesia yang strategis dari sisi geopolitik.

“Dan bukankah hampir semua negara moderen di dunia ini memiliki agenda penguatan dan modernisasi konsep dan struktur pertanahanan negaranya,” ungkap Hendra. 

Kendati demikian, ia menegaskan bahwa dalam konteks negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan supremasi sipil, penguatan pertahanan negara perlu memperhatikan paling tidak dua hal.

Pertama, tidak memberi ruang bagi kembalinya militerisme, yaitu keterlibatan atau intervensi militer dalam berbagai urusan pemerintahan sipil yang menjalankan amanah konstitusi, dan dipilih secara demokratis oleh rakyat.

Selanjutnya, tidak berulangnya tren kekerasan oleh tentara terhadap rakyat. 

Hal ini tentu harus dijamin dengan hilangnya praktek impunitas, ataupun tegaknya hukum tanpa pandang bulu bagi siapapun prajurit TNI yang terbukti melakukan pelanggaran hukum dan tindak kekerasan.

“Jangankan tentara yang profesional, terlatih dan dipersenjatai dengan baik, ormas yang gandrung menggunakan seragama militer sekalipun akan menjadi perusak demokrasi bila terus dibiarkan bertindak seenaknya tanpa tersentuh hukum,” tukas dia. 

Hendra menambahkan, jika penambahan batalyon itu tidak bisa dibatalkan, maka pihaknya berharap Panglima Kodam Iskandar Muda agar setiap perekrutan personel baru prajurit TNI di Aceh hendaknya memprioritaskan putra-putri Aceh.

Hal ini penting untuk diwujudkan, mengingat angka kemiskinan di Aceh yang masih tergolong tinggi, dan Provinsi Aceh memiliki keistimewaan dan kekhususan dalam melaksanakan nilai-nilai syariah Islam dalam setiap sendi kehidupannya. 

“Maka, pengutamaan putra-putri Aceh dalam setiap perekrutan personel TNI di Aceh, di samping secara otomatis akan menurunkan angka kemiskinan, sekaligus memudahkan institusi TNI dalam memperkuat penerapan dontrin pertahanan negara, yang modern dan menyatu dengan nilai-nilai dan budaya yang dianut oleh masyarakat Aceh,” pungkasnya.(*) 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved