Berita Kutaraja

Susun SOP Perlindungan Anak Adaptif & Responsif, DPPPA Aceh Gandeng Unicef dan Flower Gelar Workshop

Kepala DPPPA Aceh, Meutia Juliana mengungkapkan, tantangan perlindungan anak di Aceh masih cukup besar.

Penulis: Saifullah | Editor: Saifullah
FOTO/DOK Flower
SOP PERLINDUNGAN ANAK - Workshop Penyusunan SOP Perlindungan Anak digelar oleh DPPPA Aceh bekerja sama dengan Unicef dan Flower Aceh, berlangsung di Hotel HIP HOPE, Banda Aceh, 8–10 Mei 2025. 

Laporan Saifullah | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Dalam upaya memperkuat sistem perlindungan anak yang adaptif dan responsif di tingkat daerah, Pemerintah Aceh melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh bekerja sama dengan Unicef serta Flower Aceh menyelenggarakan Workshop Penyusunan SOP Perlindungan Anak di Aceh.

Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini pada 8–10 Mei 2025, di Hotel HIP HOP Banda Aceh ini menjadi langkah strategis menyusun alur kerja dan standar layanan perlindungan anak yang tidak hanya berbasis dokumen administratif, tetapi juga menggali pengalaman nyata para pelaksana layanan di lapangan.

Menurut data UPTD PPA DPPPA Aceh, sepanjang 2024, tercatat 1.227 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. 

Dari jumlah ini, 656 merupakan kasus kekerasan terhadap anak. 

Selain itu, angka perkawinan anak di Aceh masih cukup tinggi, dengan 5,88 persen anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun. 

Kesenjangan layanan antar daerah juga mengemuka, karena dari 23 kabupaten/kota, baru 10 yang memiliki UPTD PPA aktif.

Terkait data ini, Kepala DPPPA Aceh, Meutia Juliana mengungkapkan, tantangan perlindungan anak di Aceh masih cukup besar. 

Menurutnya, SOP penting untuk memastikan kesetaraan layanan dan perlindungan hukum, baik untuk anak maupun pendamping. 

Ia juga menyoroti pentingnya penyesuaian SOP dengan kondisi daerah, seperti perbedaan antara Banda Aceh dan Aceh Timur.

Meutia berharap, target penyusunan SOP dapat tercapai tahun ini agar hasilnya dapat memberikan manfaat yang nyata bagi perlindungan anak di Aceh.

Sedangkan perwakilan Unicef melalui Konsultan Perlindungan Anak, Bambang Febriandi Wibowo mengungkapkan, melalui workshop ini dapat merefleksikan tantangan dan praktik.

Baik dalam penanganan kasus kekerasan anak, meningkatkan pemahaman standar layanan sesuai Peraturan Menteri PPPA No. 4/2018, menyusun SOP alur kerja yang jelas, memperkuat koordinasi lintas lembaga, serta merumuskan rencana tindak lanjut konkret. 

Diharapkan, kegiatan ini menghasilkan capaian nyata, seperti SOP yang dapat diimplementasikan, peningkatan pemahaman pelaksana layanan, dan jaringan koordinasi yang lebih solid.

Sementara Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati menegaskan, bahwa perlindungan anak harus dimulai sejak dini, tidak hanya saat kondisi darurat. 

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved