Opini

Dari Baitul Asyi ke Baitul Mal Aceh

Meskipun Prof. Al-Yasa belum mengurai solusi konkret yang sesuai dinamika saat ini, kegelisahan beliau jelas bukan tanpa alasan. Isu ini beliau angkat

Editor: Ansari Hasyim
zoom-inlihat foto Dari Baitul Asyi ke Baitul Mal Aceh
IST
Dr. Marah Halim, S.Ag, M.Ag, MH

Oleh: Dr Marah Halim SAg MAg MH*)

ARTIKEL Prof. Al-Yasa Abubakar yang berjudul "Jamaah Haji Aceh dan Baitul Asyi" di Harian Serambi Indonesia, Kamis 30 Mei 2025 lalu, adalah isu krusial yang tidak boleh kita abaikan begitu saja. Ini adalah panggilan mendesak bagi semua pemangku kepentingan, terutama Pemerintah Aceh, untuk segera bertindak.

Prof. Al-Yasa mengungkapkan kekhawatiran yang mendalam: dana Baitul Asyi yang diterima jamaah haji Aceh setiap musim sering kali dihabiskan secara tidak bijak, bahkan cenderung untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.

Seolah dana tersebut dianggap sebagai "rezeki nomplok" yang datang tiba-tiba. Karena itu, Prof. Al-Yasa berulang kali menekankan aspek historis wakaf ini, demi menumbuhkan kesadaran di kalangan jamaah Aceh.

Meskipun Prof. Al-Yasa belum mengurai solusi konkret yang sesuai dinamika saat ini, kegelisahan beliau jelas bukan tanpa alasan. Isu ini beliau angkat setiap musim haji, sebuah indikasi nyata bahwa penggunaan dana tersebut memang bermasalah.

Oleh karena itu, solusi cepat sangat dibutuhkan agar dana yang besar ini tidak terus terbuang percuma.

Mengungkap Akar Masalah Kebijakan

Secara moral, kita tidak perlu saling menyalahkan atas pola penyaluran yang telah berjalan dua dekade sejak 2006. Namun, jika kita bicara akuntabilitas, setiap kebijakan, apalagi yang melibatkan dana publik atau keumatan, haruslah memiliki pertanggungjawaban yang jelas.

entu saja, akuntabilitas tidak bisa dibebankan kepada para jamaah haji Aceh yang menerima dana. Prof. Al-Yasa pun hanya bisa menyerukan pertanggungjawaban moral.

Justru, nazhir wakaf, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Indonesia-lah yang harus menjawab pertanyaan fundamental: mengapa pola penyaluran dana Baitul Asyi yang ada saat ini terus dipertahankan setelah 20 tahun, padahal dampaknya kurang optimal?

Baca juga: Jamaah Haji Aceh dan Baitul Asyi

Dari perspektif manajemen, setelah rentang waktu yang panjang ini, evaluasi menyeluruh adalah keharusan. Jika terbukti kurang memberi manfaat, maka pola lain yang lebih selaras dengan spirit wakaf dari wakif harus segera diupayakan.

Adalah sebuah kemubaziran besar jika dana segar dari wakaf produktif yang seharusnya "beranak pinak" justru habis secara konsumtif.

Akar masalah penggunaan dana Baitul Asyi ini bisa kita lihat dari sinyalemen Prof. Al-Yasa: dana cenderung habis untuk hal-hal konsumtif seperti berbelanja.

Ini terjadi karena kebutuhan primer jamaah telah terpenuhi sepenuhnya, sehingga mereka secara otomatis beralih ke kebutuhan sekunder, bahkan tersier.

Manajemen haji modern saat ini memang sudah mengatur dengan baik semua kebutuhan primer jamaah (akomodasi, konsumsi, dan transportasi) yang sudah tercakup dalam biaya perjalanan haji mereka sendiri.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved