Breaking News

Korupsi Timah, Hendry Lie Eks Bos Sriwijaya Air Dituntut 18 Tahun dan Uang Pengganti Rp 1,6 Triliun

Ia juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan penjara selama 1 tahun.

Editor: Faisal Zamzami
Tribunnews.com/ Mario Christian Sumampow
TERDAKWA HENDRY LIE - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah, Hendry Lie dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/5/2025). Ia dituntut 18 tahun penjara dan uang pengganti Rp 1,05 triliun. 

Kasus dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah yang menyeret Hendry Lie, pendiri maskapai Sriwijaya Air sekaligus pemilik saham di PT. Tinindo Internusa, menjadi sorotan.

Perkara ini berkaitan dengan pelanggaran Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

Berdasarkan pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Hendry Lie diduga melakukan tindak pidana korupsi demi kepentingan pribadi. Nilai kerugian negara akibat perbuatannya mencapai Rp1,05 triliun.

“Keuntungan yang diperoleh terdakwa Hendry Lie melalui PT. Tinindo Internusa setidaknya mencapai Rp1.059.577.589.19,” ungkap jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (30/1).

Sebagai seorang pengusaha yang dikenal mendirikan Sriwijaya Air, Hendry Lie kini tersandung kasus besar yang menimbulkan kerugian negara. Berikut ini adalah profilnya yang dirangkum dari berbagai sumber.

Profil Hendry Lie

Hendry Lie dikenal sebagai salah satu pendiri maskapai Sriwijaya Air. Pria kelahiran Pangkal Pinang tahun 1965 ini awalnya berkecimpung di bisnis garmen sebelum akhirnya terjun ke dunia penerbangan. 

Bersama Chandra Lie dan Andy Halim, ia merintis Sriwijaya Air pada tahun 2002.

Sebagai kakak dari Chandra Lie, Andy Halim, dan Fandy Lingga, Hendry Lie membawa keluarganya terlibat dalam pendirian maskapai ini. Selain itu, beberapa sosok lain juga berperan dalam mengembangkan Sriwijaya Air, seperti Joko Widodo, Capt Kusnadi, Capt Adil W, Harwick L Gabriella, Supardi, dan Suwarsono.

Di bawah kepemimpinannya sebagai direktur, Sriwijaya Air berhasil bertahan dari ancaman kebangkrutan dan menjadi salah satu maskapai lokal yang cukup dikenal di Indonesia. 

Armada pertama mereka, Boeing 737-200, melayani rute domestik seperti Jakarta-Pangkal Pinang, Jakarta-Pontianak, dan Jakarta-Jambi.

Namun, di balik kesuksesan yang telah berlangsung lebih dari dua dekade, Sriwijaya Air mengalami kendala finansial dengan utang yang membengkak hingga Rp7,3 triliun.

Kondisi ini diperburuk dengan keterlambatan pembayaran kepada para kreditur, sehingga perusahaan akhirnya mengajukan skema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan mempertimbangkan untuk melantai di bursa saham melalui Initial Public Offering (IPO).

Selain mengelola Sriwijaya Air, Hendry Lie juga menjabat sebagai komisaris di PT Tinindo Internusa (TIN), sebuah perusahaan peleburan timah yang bermitra dengan PT Timah. 

Namun, dari tahun 2015 hingga 2022, ia diduga terlibat dalam bisnis timah ilegal melalui PT Tinindo Internusa.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved