Opini
Menuju Pelayanan Lebih Baik: Memperkuat Sistem Rawat Inap dan Kesehatan Masyarakat di Banda Aceh
Salah satu penyebab utama beban RSUDZA yang tinggi adalah karena dominasi penggunaan rumah sakit oleh penduduk yang tinggal di sekitar Banda Aceh, khu
Oleh: Lama Talat Algunaid *)
DALAM beberapa tahun terakhir, Banda Aceh menunjukkan kemajuan yang menjanjikan di bidang kesehatan. Salah satu peluang terbesar yang kini muncul adalah peningkatan sistem penerimaan pasien (rawat inap) di rumah sakit serta optimalisasi layanan kesehatan.
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA), sebagai rumah sakit rujukan utama di Aceh, menjadi pusat perhatian karena tingginya jumlah pasien yang dilayani—mencapai hampir 2.000 pasien per hari pada tahun 2024. Angka ini mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan dan peran Banda Aceh sebagai pusat layanan kesehatan regional.
Peningkatan jumlah pasien ini sebetulnya bukan sekadar tantangan, tetapi juga pertanda positif bahwa kesadaran masyarakat terhadap kesehatan semakin meningkat.
Namun, untuk menjaga mutu layanan, perlu ada langkah-langkah konkret dalam pengembangan infrastruktur rumah sakit. Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke RSUDZA tahun 2024 menyoroti kebutuhan penambahan tempat tidur dan perluasan fasilitas sebagai hal yang mendesak. Perhatian nasional ini menjadi peluang emas untuk mendorong perubahan sistemik dan investasi jangka panjang dalam bidang kesehatan.
Salah satu penyebab utama beban RSUDZA yang tinggi adalah karena dominasi penggunaan rumah sakit oleh penduduk yang tinggal di sekitar Banda Aceh, khususnya yang dapat menjangkau rumah sakit dalam waktu dua jam.
Sementara itu, masyarakat di wilayah terpencil menghadapi keterbatasan akses, yang berpotensi menunda penanganan penyakit dan memperburuk kondisi kesehatan. Namun, ini juga membuka ruang solusi yang jelas: memperkuat rumah sakit daerah dan Puskesmas agar pelayanan kesehatan berkualitas bisa merata hingga ke pelosok.
Langkah positif telah diambil oleh rumah sakit lain seperti Rumah Sakit Prince Nayef di Banda Aceh. Program peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, baik dari segi komunikasi maupun mutu pelayanan, mulai dijalankan. Inisiatif seperti ini perlu diperluas ke seluruh rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Aceh agar standar pelayanan menjadi setara dan profesional di semua lini.
Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, perbaikan sistem penerimaan pasien di rumah sakit membawa dampak luas.
Waktu tunggu pasien menjadi lebih singkat, risiko penularan penyakit di rumah sakit dapat ditekan, dan masyarakat di wilayah terpencil bisa mendapat layanan yang lebih cepat dan tepat. Hal ini juga akan berdampak pada peningkatan indikator kesehatan jangka panjang, seperti penurunan angka kematian ibu dan anak serta pengendalian penyakit kronis.
Berikut beberapa saran untuk memperkuat sistem ini:
- Menambah kapasitas tempat tidur di RSUDZA dan rumah sakit strategis lainnya.
- Mengembangkan layanan telemedisin dan klinik keliling untuk menjangkau daerah terpencil.
- Menginvestasikan sistem digitalisasi penerimaan pasien untuk mempercepat alur administrasi.
- Membangun jejaring rujukan yang kuat antara rumah sakit pusat dan daerah.
- Meningkatkan edukasi kesehatan masyarakat agar masyarakat tidak menunda pengobatan dan mengurangi beban pada layanan gawat darurat.
Sebagai penutup, tantangan dalam sistem rawat inap di Banda Aceh bukanlah pertanda kegagalan, melainkan panggilan untuk tumbuh dan berinovasi.
Dengan strategi yang tepat serta kerja sama antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, Banda Aceh memiliki potensi besar untuk menjadi model sistem kesehatan yang tangguh, responsif, dan inklusif di Indonesia.
*) Penulis adalah Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.