Wawancara Eksklusif

Wali Kota Langsa Jeffry Sentana S Putra Segera Terapkan Barcode Parkir di Langsa

Sebagai wali kota muda, Jeffry bertekad memajukan Kota Langsa dengan program-program inovatif dan modern yang belum pernah ada di kota berjuluk ‘Serib

|
Editor: mufti
SERAMBI ON TV
Wali Kota Langsa Jeffry Sentana S Putra 

Jeffry Sentana S Putra, kepala daerah termuda di Aceh berusia 36 tahun, mengunjungi Kantor Serambi Indonesia pada Selasa (27/5/2025). Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini baru saja dilantik sebagai Wali Kota Langsa beberapa hari lalu. Berpasangan dengan Muhammad Haikal, Jeffry berhasil memenangkan Pilkada Serentak 2024, mengungguli empat pasangan calon lainnya.

Sebagai wali kota muda, Jeffry bertekad memajukan Kota Langsa dengan program-program inovatif dan modern yang belum pernah ada di kota berjuluk ‘Seribu Kafe’ ini. Salah satu rencananya adalah menerapkan digitalisasi di berbagai sistem kerja, termasuk pembayaran parkir yang akan beralih dari manual ke sistem berbasis kode batang (barcode) untuk mempermudah proses.

Untuk informasi lebih lengkap tentang rencana digitalisasi Jeffry Sentana di Kota Langsa, saksikan wawancara eksklusifnya di kanal YouTube Serambinews.com. Berikut adalah cuplikan wawancara yang telah dirangkum oleh reporter Serambi Indonesia, Rianza Alfandi.

Kenapa agak molor pelantikan Bapak sebagai wali kota?

Sebenarnya banyak yang bertanya sama saya itu semenjak tiga bulan yang lalu. Tapi sebenarnya secara teknis, karena ada dinamika politik yang ada di Kota Langsa. Antar partai politik berbeda pemahaman dalam hal tata tertib anggota DPRD atau anggota DPRK. Kemudian tentang susunan AKD yang tidak mencapai kesepakatan.

Kebetulan waktu itu koalisinya Jeffry-Haikal ini ada 11 anggota DPRK, sisanya itu terpecah-pecah di empat paslon lainnya. Pada waktu itu ya mungkin ada prasangka mungkin dari teman-teman DPRK yang mungkin mengira saya akan melakukan hal-hal yang mungkin seperti balas dendam atau apa. Padahal kita kan juga merasa ini semua teman-teman dan itu sebenarnya teman-teman saya juga. Saya kan sebelumnya dua periode, jadi kalau menurut saya miskomunikasi lah. 

Mungkin kawan-kawan belum terbiasa dengan kepemimpinan yang dipimpin sama anak muda. Tapi sekarang ini sudah mencair, dibuktikan dengan hadirnya beliau-beliau itu di pelantikan saya. Tidak ada yang absen, karena setelah tiga bulan mungkin refleksi, kita satukan pemikiran, alhamdulillah semuanya sepakat. 

Bagaimana mengejar 100 hari kerja pertama?

Kalau strategi percepatan, kita ini kan sebenarnya pencapaian-pencapaian pemerintah ini ngak bisa diukur dari harinya. Sama kalau kita waktu perhelatan pileg dan pilkada, yang duluan kampanye itu belum tentu menang. Yang penting kan strategi pemerintahan itu tepat. Tujuan ini kan bukan perlombaan terhadap siapa yang cepat dilantik. Tapi siapa yang kinerjanya menurut masyarakat, tolak ukurnya adalah kesejahteraan masyarakat. 

Nanti kita lihat indikatornya, kan ada patron-patron dari Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Pusat, apa capaian kinerja-kinerja itu. Kalau langkah-langkah kami Kota Langsa sudah pasti kedepankan digitalisasi dalam penerapan program-program. Digitalisasi ini penting untuk sinergi antar instansi dan nantinya lebih mudah melayani tanggapan laporan masyarakat.

Bagaimana arah pembangunan Kota Langsa 5 tahun ke depan?

Kita akan lakukan yang pertama, reformasi birokrasi. Selama ini reformasi birokrasi ini ngak pernah tercapai karena keterbatasan fiskal dan anggaran, itu yang menjadi kendala selama ini, maka harus ada efisiensi ataupun pilihannya menaikkan PAD. Efisiensi itu kita lakukan, mungkin kita akan nanti ke depan akan merubah tata format dalam pengelolaan keuangan daerah.

Kemudian juga terhadap perampingan OPD. Kenapa kita lakukan? Untuk efisiensi. Selama ini, Kota Langsa itu belanja pegawainya itu selalu mendapat catatan dari BPK. Sekarang ini 46 persen anggaran untuk biaya operasional pegawai. Jadi untuk nekan itu saya rasa harus ada perampingan dari OPD. Pelayanannya itu juga harus efisien, maka kita juga akan bentuk Mal Pelayanan Publik (MPP). Jadi MPP ini nanti jadi one-stop solution untuk license dan dokumen. Jadi masyarakat itu nggak pergi lagi ke dinas-dinas, cukup ke satu tempat, MPP.

Seperti apa konsep MPP?

Mal Pelayanan Publik ini adalah gabungan dinas-dinas atau lembaga-lembaga yang biasa melayani masyarakat. Terkait misalnya pembuatan KTP, Akte Kelahiran, surat penting, apa pun lah. Itu kita buat di dalam satu tempat. Sekarang baru diluncurkan MPP-nya. Tapi kan paket pelayanannya itu belum lengkap. Masih ada yang terpecah-pecah di dinas. Jadi MPP itu memang Mal Pelayanan Publik. 

Dan pengembangannya nanti harapan saya sebenarnya untuk memudahkan masyarakat mengakses perizinan. Jadi masyarakat itu nggak bolak-balik ke kantor dinas. Bahkan kalau bisa MPP ada di kecamatan-kecamatan, jadi masyarakat yang tinggal agak jauh dari kota bisa langsung ke kecamatan. Ini lagi kita rumuskan bagaimana konsep MPP bisa sampai ke kecamatan.

Sektor apa dan bagaimana konsep yang akan dilakukan untuk sisi ekonomi kreatif?

Ekonomi kreatif ini mendorong pemuda-pemudi Kota Langsa untuk tumbuh ekonominya di bidang ekonomi kreatif. Kita nanti ke depan semua pasti berhubungan dengan ekonomi kreatif. Tinggal kita bahannya mau buat seperti apa. Kita itu punya program di 22 program unggulan, namanya pelatihan, skill.

Dia sifatnya soft skill, tapi dia bentuknya soft course artinya pelatihan jangka pendek. Nah, kita nanti ada buat namanya lab digital yang di dalam pelatihan itu kita akan mendorong pemuda-pemudi kita yang memang mau ke arah digitalisasi, yang arah kreatifitas di bidang media digital, misalnya pelatihan koding, pelatihan membuat website, pelatihan video, edit video, dan fotografi dan narasi. 

Selama ini sudah kita lakukan melalui program kementerian dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia tiap tahun, tapi kecil masih. Dan kita lihat efektif, jadi melahirkan konten-konten kreator baru. Konten kreator baru itu kan nanti menghasilkan profit untuk pendapatan yang relativitas tergantung daripada keuletan konten kreator tersebut.

Selain itu Langsa harus kita siapkan untuk destinasi setelah Tanah Karo, ya tentu nggak mungkin dengan peraturan-peraturan yang kaku yaitu yang membuat orang akan takut dengan Kota Langsa atau Aceh. Padahal Aceh ini kan kita pungli nggak ada, pedagang kita itu nggak ada nakal di Aceh. Dan itu kan yang belum ada di daerah-daerah wisata lain. 

Apa yang menjadi andalan kalau masuk investor dari luar?

Kalau saya lihat demografi Kota Langsa ini, kebanyakan wilayahnya itu wilayah permukiman. Ada tempat-tempat yang memang masih bisa kita gunakan misalnya untuk sektor industri, tapi untuk skala besar kayaknya terbatas. Selain itu kita sebenarnya kita punya pelabuhan. Pelabuhan Langsa ini pada tahun 60-an atau 70-an itu lebih maju dibanding sekarang karena posisinya strategis dengan Selat Malaka, yang mana itu jalur internasional. 

Tapi selama ini pemanfaatan ini karena dikelola oleh pemerintah pusat, di bawah Pelindo. Jadi kita hanya bisa paling mainnya di regulasi. Sebenarnya kalau kita bisa investor itu datang kita minta ada dok kapal karena di Selat Malaka itu belum ada dok kapal. Nah, kalau kita pemerintah daerah mau buat perusahaan dok kapal ini kan investasinya besar. 

Sebenarnya kita harus yakinkan yang punya perusahaan-perusahaan pelayaran, yang punya docking kapal, harusnya mereka itu udah bisa buka di jalur Selat Malaka. Karena potensinya nanti ada pemotongan jalur di perbatasan Thailand dari Cina, itu pasti lewat Selat Malaka. Harusnya kita kan Langsa sebagai yang punya pelabuhan mengembangkan itu. Tapi kan keterbatasan kita karena pelabuhan ini dikelola sama Pelindo. 

Apa kendala dalam mewujudkan pembangunan Kota Langsa dan bagaimana cara mengatasinya?

Kendala kita ini tetap menyangkut fiskal, karena fiskal Kota Langsa ini kan enggak begitu besar. Jadi, dengan belanja operasional pegawainya yang sudah hampir 50 persen, jadi kita sangat kecil ruang gerak fiskal kita untuk melakukan hal-hal yang besar gitu. Belum lagi, jika memang betul Otsus berakhir. Yang biasanya Langsa itu dapat Rp30-40 miliar, hari ini aja Otsusnya tinggal Rp 20 miliar. Kalau itu hilang, ya mungkin tinggal Rp 3 miliar saja. Makanya nggak ada pilihan selain daripada efisiensi anggaran dan kenaikan PAD. Makanya memang harus super-super kreatif membangun Kota Langsa. Karena kita nggak punya tambang, kita nggak punya kebun, kita juga enggak punya sumber PAD yang luar biasa. 

Bisa dijelaskan seperti apa konsep digitalisasi parkir? 

Pertamina itu kalau kita isi pertalite kan kita harus ada barcode. Nah, sepertinya kami akan mengembangkan seperti itu ke depan. Jadi parkirnya itu berlangganan per tahun. Jadi nggak bocor lagi dan langsung ke kas, kemudian lebih tertata di lapangan. 

Hari ini Kota Langsa targetnya besar, jadi pihak ketiga si pengelola ini ngejar-ngejar target, berimbas pada petugas parkirnya. Misal kita singgah di satu toko udah kena seribu, geser lagi kena lagi, kalau ada lima tempat kita sudah habis lima ribu untuk sepeda motor. Belum lagi kalau jukirnya enggak ada uang balik, dan itu terjadi di beberapa tempat, kan akhirnya sudah mengganggu masyarakat. Masyarakat jadi geram karena sebentar-sebentar parkir, tapi karcisnya enggak dikasih. 

Kalau digitalisasi, itu kita nanti kasih barcode, kita anggaplah misalnya namanya voucher parkir. Voucher parkir ini kita buat yang berlaku satu tahun. Misalnya kita ambil angka misalnya Rp 20-30 ribu untuk motor, untuk mobil misalnya Rp 50 ribu atau Rp 70 ribu, dan ini belum angka pasti, baru estimasi. Itu jika dilakukan enggak ada lagi jukir ngejar-ngejar target karena dia udah kita gaji, dia hanya kita kasih gadget untuk scan langsung apakah voucher parkirnya masih berlaku. Jadi mau 10 parkir tempat kita enggak ada dikutip lagi. 

InsyaAllah ini bakal jadi yang pertama di Aceh. Tapi kalau daerah lain itu sudah banyak. Saya waktu retret kemarin banyak ketemu teman-teman dari daerah Kalimantan, Jawa Barat. Ada beberapa daerah sudah menyiapkan seperti itu, dan luar biasa. Pendapatan parkirnya itu sama seperti kami Rp 1,2 miliar awalnya. Begitu diterapkan seperti itu (barcode parkir) langsung meningkat sampai Rp 5-6 miliar per tahun.

Selama ini saya lihat (tidak efisien), ada kesalahan dalam penentuan titik parkir dan diserahkan ke pihak ketiga. Tapi kalau sudah digitalisasi kita tidak ada lagi pihak ketiga, langsung ke Bapenda. Kami lagi buat regulasi untuk dibentuk Bapenda, khusus menangani PAD, kita mau ngejar PAD karena Langsa tidak punya pilhan lain. Kalau bukan lakukan efisiensi, ya tambah PAD.(*)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved