Kupi Beungoh
KKN dan Kerusakan Lingkungan pada Sektor Pertambangan di Barat-Selatan Aceh
Di Aceh Selatan, deforestasi akibat berbagai penyebab (termasuk tambang) mencapai 1.357 ha tahun 2024, tertinggi di Aceh.
*) Oleh: Prof. Dr. Ir. Muhammad Irham, S.Si, M.Si.
PERTAMBANGAN di wilayah Aceh bagian barat dan selatan (Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Nagan Raya, dll.) mencakup berbagai komoditas, terutama emas dan batu bara.
Aktivitas legal maupun ilegal sangat masif, sehingga memberi tekanan berat pada lingkungan setempat.
Menurut data Walhi Aceh, hingga tahun 2020 terdapat sekitar 28 izin usaha pertambangan (IUP) komoditas logam dan batubara seluas total ~70.700 hektare di Aceh (termasuk puluhan IUP emas dan batubara di Aceh Barat, Aceh Selatan, Nagan Raya, dan Abdya).
Ironisnya, wilayah hutan lindung yang menjadi sasaran tambang ilegal mencapai angka yang tak kalah besar.
Walhi Aceh memperkirakan area penambangan emas tanpa izin di Aceh seluas puluhan ribu hektare, tersebar di Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Tengah, Aceh Jaya, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, dan Pidie.
Dampak langsungnya sangat mencemaskan: kerusakan hutan dalam skala besar, pencemaran air sungai, dan longsor tanah.
Dampak Lingkungan Aktivitas Tambang
Kegiatan tambang ilegal maupun legal telah memicu deforestasi dan degradasi lingkungan yang serius.
Sebagai contoh, Walhi Aceh mencatat sekitar 5.000 hektare hutan lindung di Aceh Barat rusak akibat tambang emas ilegal selama lima tahun terakhir.
Di Aceh Selatan, deforestasi akibat berbagai penyebab (termasuk tambang) mencapai 1.357 ha tahun 2024, tertinggi di Aceh.
Secara keseluruhan, Provinsi Aceh kehilangan 10.610 ha tutupan hutan pada 2024. Tambang ilegal sering dilakukan dengan mengeruk bantaran sungai dan menumbangkan pohon secara serampangan.
Penggunaan alat berat dalam skala besar menyebabkan longsoran tanah dan pengikisan sungai, sehingga debit air keruh tercemar lumpur dan logam berat (seperti merkuri yang dipakai pengolahan emas).
Akibatnya, sumber air bersih rusak – sungai berlumpur tak dapat dipakai untuk irigasi maupun konsumsi – serta banjir lebih sering terjadi karena daya serap tanah menurun.
Fenomena ini nyata menimbulkan kerugian ekologis: “aktivitas tambang ilegal merupakan kejahatan lingkungan dan perampasan ruang hidup masyarakat” (direktur Apel Green Aceh).
Korban nyawa juga sudah terjadi. Sebagai contoh, dua penambang emas tewas tertimbun longsor di Aceh Selatan karena menambang ilegal pada lahan milik koperasi yang sesungguhnya memiliki IUP.
Integritas dan Sistem Bercerai, Korupsi Berpesta |
![]() |
---|
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.