Feature

Pembangunan Homestay dan Kafe Merusak Lingkungan, Danau Lut Tawar dalam Bahaya

Praktik penimbunan yang merusak ekosistem terus berlangsung. Aktivis lingkungan menuntut audit menyeluruh dan penegakan hukum untuk menyelamatkan dana

Editor: mufti
TRIBUNGAYO.COM/BAGUS SETIAWAN
SUSURI DANAU LUT TAWAR - Seorang pencari ikan menyusuri Danau Lut Tawar Aceh Tengah, beberapa waktu lalu. 

Praktik penimbunan yang merusak ekosistem terus berlangsung. Aktivis lingkungan menuntut audit menyeluruh dan penegakan hukum untuk menyelamatkan danau.

Danau Lut Tawar, permata wisata Kabupaten Aceh Tengah yang memiliki luas 5.472 hektare dengan volume air mencapai 2,5 triliun liter, kini dalam kondisi terancam. Hal itu akibat aktivitas reklamasi masif yang terus berlangsung di sepanjang kawasan Danau Lut Tawar.

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Serambi, ada praktik penimbunan yang dilakukan secara sistematis. Yaitu di berbagai titik sepanjang danau yang dikelilingi empat kecamatan; Bebesen, Lut Tawar, Kebayakan, dan Bintang.

Fenomena mengkhawatirkan ini semakin mudah ditemukan di sepanjang bibir Danau Lut Tawar. Sejumlah pihak diduga mengklaim kepemilikan lahan dengan mengantongi sertifikat dan dokumen hak milik yang kemudian diperjualbelikan untuk kepentingan komersial. Potensi ekonomi dari sektor pariwisata menjadi daya tarik utama.

Lonjakan kunjungan wisatawan ke Kabupaten Aceh Tengah saat musim liburan mendorong para pelaku untuk membangun homestay, kafe, dan berbagai fasilitas rekreasi lainnya di kawasan strategis sekitar danau.

Tim investigasi Tribun Gayo berhasil mengumpulkan bukti langsung dari lokasi pembangunan homestay di Kecamatan Bintang.  Seorang pekerja yang enggan disebutkan identitasnya mengakui memang adanya aktivitas penimbunan di lokasi tersebut.

"Iya ini ditimbun, kurang lebih 2 meter supaya sama tingginya di bagian kanan ini," ungkap pekerja tersebut sambil menunjuk titik penimbunan, Selasa (17/6/2025). Namun ketika ditanya mengenai kepemilikan lahan, pekerja tersebut mengaku tidak mengetahui dan hanya dipekerjakan oleh pihak ketiga, bukan pemilik langsung. Investigasi berlanjut ke kawasan Kecamatan Kebayakan, dimana ditemukan praktik serupa. Pelaku penimbunan berdalih melakukan aktivitas sesuai "garis danau" dan mengklaim hanya menimbun dalam jumlah sedikit. "Kami tidak sampai kena ke air danau langsung," kata salah satu pelaku saat ditemui. Namun pengamatan langsung menunjukkan fakta berbeda.

Penimbunan di lokasi tersebut telah melampaui garis bibir danau, terlihat jelas adanya kemajuan daratan yang tidak sesuai dengan kondisi alamiah.  Perbandingan dengan area kiri dan kanan yang tidak mengalami penimbunan memperlihatkan perbedaan yang signifikan.

Aktivitas reklamasi masif ini diduga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan setiap kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan memiliki izin lingkungan sebelum pelaksanaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Danau secara tegas mengatur perlindungan kawasan sempadan danau untuk menjaga fungsi ekologis dan sosial yang vital bagi kehidupan masyarakat.

Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Perizinan Aceh Tengah, T Alaidin Syah menyampaikan aktivitas reklamasi tersebut secara tegas memang sudah dilarang oleh pemerintah Kabupaten Aceh Tengah karena bertentangan dengan ketentuan yang ada.

“Kalau reklamasi memang tidak dibenarkan, sudah ada surat edaran dari dinas Lingkungan Hidup di tiap kecamatan seputaran danau, kalaupun diminta izin tidak bisa kita terbitkan, itu kan ada sanksinya,” ujarnya.

Lebih serius lagi, praktik ini berpotensi dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang yang melanggar UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama jika melibatkan oknum pejabat dalam penerbitan izin atau sertifikat tanah.

Danau Lut Tawar dengan panjang 17 kilometer dan lebar 3,219 kilometer bukan sekadar objek wisata, tetapi ekosistem penting yang menopang kehidupan masyarakat Gayo. 

Reklamasi masif berpotensi mengganggu keseimbangan ekologis, kualitas air, dan fungsi danau sebagai sumber air bersih. Pihak berwenang diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk menghentikan praktik ilegal ini sebelum kerusakan permanen terjadi pada salah satu aset wisata terpenting Aceh Tengah.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved