Feature

Safrizal ZA Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, 4 Pulau Harus Dikelola dengan Baik

Putra kelahiran Aceh itu sudah berupaya mengawal persoalan kepemilikan empat pulau tersebut sejak menduduki jabatan Dirjen

Editor: mufti
FOR SERAMBI
SAFRIZAL ZA Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri:PERLIHATKAN SK MENDAGRI 

Empat pulau yakni Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek, yang sempat menjadi sengketa antara Pemerintah Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) kini sudah selesai dan diputuskan tetap milik Aceh.

KEGADUHAN terkait status empat pulau tersebut tuntas setelah Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas secara virtual. Rapat itu diikuti oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Mendagri Tito Karnavian, Mensesneg Prasetyo Hadi, Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem), dan Gubernur Sumut Bobby Nasution.  Namun, penting untuk diketahui, di  balik keputusan yang diambil oleh Presiden Prabowo terdapat sosok Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal ZA. 

Putra kelahiran Aceh itu sudah berupaya mengawal persoalan kepemilikan empat pulau tersebut sejak menduduki jabatan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, yakni pada pertengahan 2020. 

Ia bahkan, juga telah mengerahkan tim selama bertahun-tahun untuk mencari dokumen asli perjanjian tahun 1992 antara Gubernur Sumut Raja Inal dan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan.  Di mana, dokumen tersebut baru ditemukan sehari menjelang rapat dengan Presiden Prabowo, yakni pada Senin pagi (16/6/2025) sekitar pukul 10.00 WIB.

Sayangnya, perjuangan Safrizal dalam menyelesaikan polemik empat pulau ini justru mendapat sorotan negatif dari sejumlah pihak yang ada di Tanah Rencong. Namun, Safrizal menyadari sorotan negatif tersebut menjadi hal wajar bagi dirinya selaku pejabat publik.  Atas selesainya polemik ini, Safrizal menyarankan Pemerintah Aceh untuk dapat memanfaatkan dan mengelola dengan baik keempat pulau di Aceh Singkil tersebut. 

Hal itu disampaikan Safrizal dalam kesempatan wawancara eksklusif dengan Pemimpin Redaksi Serambi Indonesia, Zainal Arifin M Nur, di Ruangan Dirjen Bina Adwil Kemendagri, Jakarta Pusat, pada Rabu malam (18/6/2025).  Selengkapnya hasil wawancara bersama Safrizal ZA dapat disaksikan dalam bentuk video wawancara di kanal Youtube Serambinews.com. Berikut petikan beberapa wawancara yang telah disederhanakan reporter Serambi Indonesia: 

Berapa kali heboh soal empat pulau ini, dan seperti apa proses penyelesaiannya? 

Hari ini saya rapat seharian mengenai pulau yang ada di antara batas Tulungagung dan Trenggalek di Jawa Timur. Itu sama, seperti Aceh, mulainya 2007. Karena dimulai dari ketidakkonsistenan data. Ya memang data konsolidasi yang rapi zaman dahulu tidak sama seperti zaman sekarang yang bisa didigitalkan dan dokumen-dokumen.

Karena ini adalah administrasi kewilayahan, jadi kita menegaskan batas-batas, menegaskan lokasi cakupan wilayah, bisa berpindah-pindah. Dia berdasarkan bukti-bukti. Jadi dia bisa pindah, hari ini ada di sini, besok pindah, tergantung bukti-bukti yang dikembangkan. Karena itu partisipasi dari pemerintah daerah itu salah satu kunci.

Seperti hari ini misalnya, kita membicarakan masalah pulau di Jawa Timur ini karena antar kabupaten dalam satu provinsi, kita tadi berkorespondensi lewat Zoom dengan Pak Menteri dengan Jawa Timur.

Kita minta Gubernur selesaikan dulu. Jangan langsung bersepakat bahwa kami tidak sepakat di daerah lalu menyuruh Mendagri untuk menyelesaikan. Antar kabupaten, gubernur selesaikan dulu semaksimal mungkin, sejauh mungkin punya tanda tangan antar kepala daerah. Kalau antar kabupaten sudah tanda tangan, diketahui gubernur, administrasi pengkodean, dan menuliskan dalam Keputusan Mendagri, ya biar tugas kami.

Terkait empat pulau di Aceh?

Jadi pulau di Indonesia kami laporkan tahun 2022 saya ke New York waktu itu 17.201 pulau. Terakhir tahun ini, awal Juni kemarin, sekarang jadi 17.360 pulau di Indonesia. Nambah. Kenapa bisa nambah? Apakah mau nambah lagi? Iya, nambah lagi karena belum habis kita eksplor negara ini. Termasuk muncul pulau-pulau baru, yang tenggelam juga ada. Jadi ada yang tenggelam, ada yang timbul. Karena definisi pulau adalah sebuah wilayah daratan yang ketika pasang tertinggi masih berada di atas permukaan air. Itu pulau.

Kalau konteks Pulau Lipan, kalau di empat pulau yang dibicarakan itu, kategorinya sebenarnya sudah bukan pulau. Tapi sebelum kita hapus, nanti kita meeting sidang lagi. Kalau sudah tinjau ke sana, katanya Pak Mualem mau lihat sana, nanti kita survei. Kalau sudah bukan kategori pulau, boleh dihapus. Karena kalau sudah pasang tertinggi dia tenggelam, maka berdasarkan United Nations Standardization Geographical Names, itu bukan lagi bercirikan pulau. Kita keluarkan.

Pendataan pulau-pulau ini, berapa tahun sekali harus dilakukan? 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved