Perang Gaza

Israel Menghilangkan Hampir 400.000 Orang di Gaza, Setengahnya Anak-anak

Laporan tersebut, yang ditulis oleh profesor Israel Yaakov Garb, menggunakan analisis berbasis data dan pemetaan spasial untuk mengkaji bagaimana sera

Editor: Ansari Hasyim
(AFP/BASHAR TALEB)
Warga Palestina di Gaza berlarian mencari perlindungan ketika drone Israel melancarkan serangan di Jabalia, di Jalur Gaza utara, Jumat (23/5/2025). 

 

SERAMBINEWS.COM - Sebuah laporan baru yang diterbitkan bulan ini melalui Harvard Dataverse mengungkapkan bahwa setidaknya 377.000 orang di Gaza telah "dihilangkan" oleh militer Israel sejak Oktober 2023, dengan setengah dari jumlah tersebut diyakini adalah anak-anak.

Laporan tersebut, yang ditulis oleh profesor Israel Yaakov Garb, menggunakan analisis berbasis data dan pemetaan spasial untuk mengkaji bagaimana serangan Israel terhadap warga sipil dan penghalangan bantuan telah menyebabkan penurunan drastis populasi daerah kantong tersebut.

Menurut temuan Garb, jumlah sebenarnya orang yang tewas mungkin jauh lebih tinggi daripada angka kematian resmi, yang saat ini mencapai sekitar 61.000.

Peta dalam laporan tersebut, yang didasarkan pada perkiraan militer Israel, menunjukkan bahwa populasi yang tersisa di Kota Gaza adalah sekitar satu juta, dengan 500.000 di Mawasi dan 350.000 di Gaza tengah, sehingga totalnya sekitar 1,85 juta.

Sebelum perang, populasi Gaza diperkirakan mencapai 2,227 juta jiwa. Perbedaan ini menunjukkan sedikitnya 377.000 orang kini tidak diketahui keberadaannya.

Meskipun beberapa orang mungkin mengungsi atau hilang, skala kesenjangan tersebut telah menyebabkan para analis menyimpulkan bahwa sejumlah besar orang kemungkinan besar telah meninggal, yang menunjukkan bahwa jumlah korban tewas sebenarnya bisa jadi berkali-kali lipat lebih tinggi.

Desain akses, penghalang dan lokasi bantuan

Laporan tersebut juga menilai secara kritis peran Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung AS, dengan menyatakan bahwa strukturnya tampaknya lebih dibentuk oleh strategi militer Israel daripada kebutuhan kemanusiaan.

Dengan menggunakan data lokasi dan analisis spasial, Garb menemukan bahwa sebagian besar penduduk Gaza tidak dapat mencapai kompleks bantuan GHF.

Tidak ada martabat, tidak ada perlindungan

Laporan tersebut menyoroti bahwa sedikit atau tidak ada tindakan yang diambil untuk melindungi martabat atau keselamatan warga sipil yang mencari bantuan. Lokasi tersebut tidak memiliki fasilitas dasar seperti tempat berteduh, air, toilet, pos pertolongan pertama, atau akses khusus untuk kelompok rentan. Biasanya hanya ada satu titik masuk dan keluar, tidak ada manajemen massa, dan kekacauan merupakan hal yang umum terjadi.

Laporan tersebut menyatakan bahwa arsitektur kompleks bantuan ini dirancang sedemikian rupa sehingga berisiko menimbulkan kerusuhan berulang kali, kondisi yang kemudian digunakan untuk membenarkan kekerasan terhadap warga sipil.

"Secara keseluruhan, kompleks bantuan ini tampaknya mencerminkan logika kontrol, bukan bantuan, dan akan menjadi keliru jika menyebutnya 'pusat distribusi bantuan kemanusiaan'. Mereka tidak mematuhi prinsip-prinsip kemanusiaan, dan sebagian besar desain dan operasinya dipandu oleh tujuan lain, yang melemahkan tujuan yang dinyatakan," simpul laporan tersebut.

Laporan itu muncul saat kementerian kesehatan Gaza mengonfirmasi pada hari Selasa bahwa sedikitnya 450 orang telah tewas dan sekitar 3.500 orang terluka sejak akhir Mei saat mencoba mengakses bantuan kemanusiaan.

Menurut kementerian, sebagian besar korban tewas terkena serangan di dekat atau dalam perjalanan ke lokasi distribusi GHF yang didukung oleh Amerika Serikat.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved