Mihrab

Kolaboratif Ulama dan Umara, Umat Menuai Berkah, Ketua ISAD Aceh: Islam Tampil Sebagai Agama Solutif

Jika keduanya bergerak seiring, maka umat akan terbang tinggi menuju keberkahan. Tapi jika salah satunya lumpuh, maka umat akan tertatih.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Ansari Hasyim
IST
Tgk Mustafa Husen Woyla, S.Pd.I,. Ketua Umum DPP ISAD Aceh 

Kolaboratif Ulama dan Umara, Umat Menuai Berkah, Ketua ISAD Aceh: Islam Akan Tampil Sebagai Agama yang Solutif

SERAMBINEWS.COM - Dalam lintasan sejarah Islam, umat selalu kuat dan mulia ketika ulama dan umara bersatu. 

Ulama memandu dengan ilmu dan nilai-nilai ilahi, sedangkan umara (pemimpin pemerintahan) memiliki kekuatan untuk mengeksekusi kebijakan yang membela agama dan rakyat.

“Jika ulama dan umara bersatu dalam iman dan amanah, maka syariat Islam tidak lagi hanya berkumandang di mimbar, tetapi hadir nyata di tengah-tengah kehidupan masyarakat,” ujar Ketua DPP Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD), Tgk Mustafa Husen Woyla, Kamis (3/7/2025).

Ia menyebutkan, dalam tradisi Islam, ulama dan umara ibarat dua sayap bagi seekor burung.

Jika keduanya bergerak seiring, maka umat akan terbang tinggi menuju keberkahan. Tapi jika salah satunya lumpuh, maka umat akan tertatih, bahkan jatuh dalam kehinaan.

Tgk Mustafa mengatakan bahwa Islam datang bukan hanya untuk memperbaiki akidah, tetapi juga untuk menegakkan keadilan sosial dan hukum yang berakar pada wahyu.

Ketika umara mendengar nasihat ulama dan bersandar pada nilai halal dan haram, maka hukum tak lagi jadi alat penguasa, tapi pelindung rakyat. Kebijakan tidak semata-mata dihitung dari untung rugi dunia, tapi maslahat umat.

Rasulullah SAW bersabda: “Pemimpin yang adil termasuk dari tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah di hari tiada naungan selain naungan-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Jika ulama dan umara bahu-membahu, maka budaya korupsi, kekerasan, dan maksiat akan menurun. Masyarakat akan lebih hormat pada nilai-nilai Islam, bukan sekadar simbol,” lanjut Tgk Mustafa yang juga Wakil Pimpinan Dayah Darul Ihsan Abu Krueng Kalee, Aceh Besar.

Menurutnya, stabilitas negara dan ketenteraman sosial tidak cukup hanya dengan peraturan keras, tapi juga perlu keteladanan dari para pemimpin. Di sinilah pentingnya ulama memberi panduan moral dan umara melaksanakan secara struktural.

Salah satu dampak dari absennya kerja sama ulama dan umara, kata Tgk Mustafa, adalah munculnya celah fitnah dan provokasi.

Kelompok sempalan Islam bisa jadi bermunculan karena melihat ada peluang. Namun ketika ulama dan umara bersatu saling menguatkan tentang amaliah dan aqidah, maka hal-hal yang dikhawatirkan dari umat, insya Allah teratasi. 

“Syukur alhamdullah, jika ulama duduk bersama penguasa, menasihati dan mengawal arah kebijakan, maka semua itu bisa diredam. Islam akan tampil sebagai agama yang adil dan solutif, bukan alat kekuasaan atau korban kebencian,” ujarnya.

Tgk Mustafa mengingatkan bahwa tidak semua pertemuan ulama dan umara membawa berkah. “Kalau ulama hanya mendekat karena ingin posisi dan fasilitas, maka hilanglah marwahnya. Sebaliknya, jika umara alergi terhadap nasihat ulama, maka hilanglah berkah kekuasaannya,” ujarnya mengingatkan.

Tgk Mustafa mengutip pepatah ulama: “Jika ulama hanya menjadi corong kekuasaan, ia kehilangan kehormatan. Tapi jika umara tak mau mendengar suara kebenaran, maka ia kehilangan arah”. Sejarah mencatat masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz sebagai salah satu era terbaik dalam Islam. Zakat melimpah, kemiskinan nyaris tak ada. Itu semua terjadi karena pemimpin negara dan para ulama bersatu dalam iman dan keadilan.

“Di Aceh, kita punya jejak Kesultanan Aceh Darussalam di bawah Sultan Iskandar Muda. Ulama seperti Syekh Nuruddin ar-Raniry dan Syekh Abdurrauf as-Singkili menjadi pendamping sultan dalam mengelola negara berdasarkan hukum Islam. Aceh saat itu menjadi pusat peradaban Islam di Asia Tenggara,” jelasnya.

Memasuki tahun baru Islam, Muharram 1447 H, Tgk Mustafa melihat geliat kebangkitan dan semangat baru di Aceh Barat.

Sudah mulai tampak langkah-langkah kolaboratif antara tokoh dayah dan pemerintah. Ini harus terus dirawat, bukan sekadar simbol seremonial, tapi benar-benar menghasilkan kebijakan berbasis maslahat umat,” ujarnya.

“Jika ulama dan umara bersatu karena Allah, maka negeri ini akan menjadi baldah yang baik, penuh ampunan. Tapi kalau bersatu hanya demi kursi, maka umat akan terseret dalam tragedi.” pungkasnya. (ar)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved