Apa Itu Partai Sanseito yang Melejit di Pemilu Jepang, Disebut Anti Asing, WNI Bakal Diusir?

Nama Partai Sanseito mendadak melejit dalam kancah politik Jepang usai Pemilu Majelis Tinggi 20 Juli 2025.

Editor: Amirullah
Richard Susilo
PARTAI SANSEITO - Ketua Partai Sanseito, Sohei Kamiya. Pria kelahiran Kota Takahama, Distrik Oi, Prefektur Fuku Jepang tanggal 12 Oktober 1977 dikenal karena pidato-pidatonya yang provokatif dan pesan-pesannya yang sarat konspirasi 

SERAMBINEWS.COM - Nama Partai Sanseito mendadak melejit dalam kancah politik Jepang usai Pemilu Majelis Tinggi 20 Juli 2025.

Dipimpin oleh Sohei Kamiya, partai yang dikenal berhaluan nasionalis kanan ini sukses menggebrak parlemen dengan perolehan 15 kursi, melonjak drastis dari hanya 1 kursi di tahun 2022.

Mengusung slogan “Japanese First”, Sanseito menuai sorotan karena retorika kerasnya terhadap imigran asing.

Tak sedikit yang menyebut mereka sebagai partai “anti-asing” karena menolak imigrasi, menentang globalisasi, serta mengkritik keras pengaruh budaya luar di Jepang.

Lonjakan elektabilitas Sanseito dinilai tak lepas dari kekecewaan publik terhadap isu imigrasi dan ekonomi, serta beberapa insiden yang melibatkan WNI di Jepang, termasuk kasus perampokan, pembakaran pabrik, dan polemik simbol budaya Indonesia di ruang publik Jepang.

Meski menolak label anti-imigran, Sanseito justru meraih simpati kalangan muda yang merasa ditinggalkan oleh globalisasi.

Didukung kampanye kuat lewat media sosial dan narasi nasionalisme, Sanseito kini menjadi partai keempat terbesar di Jepang, menggeser partai oposisi tradisional.

Lantas, apa sebenarnya ideologi dan tujuan Sanseito? Bagaimana implikasinya terhadap komunitas asing, termasuk WNI di Jepang?

Nama Partai Sanseito yang dipimpin oleh Sohei Kamiya tengah menjadi sorotan di negeri Jepang dalam gelaran Pemilu Majelis Tinggi yang digelar pada 20 Juli 2025.

Di pemilu kali ini, Sanseito tercatat sebagai partai tersukses dengan hasil akhir tambahan raihan 14 kursi di Parlemen Majelis Tinggi.

Melalui hasil tersebut, Sanseito yang sebelumnya hanya memiliki 1 kursi pada tahun 2022, kini memiliki 15 dari 248 posisi di Parlemen Majelis Tinggi.

Baca juga: Pesawat Bangladesh yang Jatuh di Kampus Tewaskan 20 Orang & 100 Luka-luka, Evakuasi Korban Dramatis

Dikutip dari data situs Komite Pemilihan Pusat (Somu-cho) pada Senin (21/7/2025), Sanseito juga tercatat sebagai partai dengan tingkat kenaikan tertinggi kedua di Jepang.

Angka swing rate Sanseito tercatat naik hingga 12.55 persen di belakang Partai Progresif Demokrat (DPP) yang meraih kenaikan 12.88 persen.

Hasil ini menjadikan Sanseito sebagai partai keempat terbesar di parlemen Jepang saat ini dan menggeser partai oposisi tradisional.

Popularitas Sanseito di kalangan warga Jepang sendiri naik beriringan dengan sentimen negatif terhadap imigran asing yang berada di Jepang.

Menggunakan jargon "Japanese First" (Utamakan warga Jepang), Partai yang berporos sayap kanan ini pun mendulang suara yang begitu masif di pemilu kali ini.

Fenomena ini mencerminkan kekecewaan publik terhadap pemerintah yang dianggap gagal menangani isu identitas nasional dan ekonomi.

Guna mendalami fenomena tersebut, mari kita menelaah lebih dalam terkait Partai Sanseito dan kiprahnya dalam dunia politik Jepang

Latar Belakang Berdirinya Sanseito

Partai Sanseito bisa dikatakan lahir di tengah dinamika politik Jepang di era pandemi pada tahun 2020 lalu.

Kata Sanseito (参政党) sendiri bermakna Partai Partisipasi Politik namun dalam pemilihan akronim Inggrisnya mereka memilih istilah Partai DIY atau Do It Yourself.

Pemilihan istilah DIY sendiri merujuk pada tren untuk melakukan kegiatan mandiri secara digital yang popularitasnya naik di kala pandemi.

Partai ini sendiri menarik perhatian nasional karena kebijakannya yang ekstrem, terutama dalam isu anti-imigrasi dan nasionalisme radikal.

Sanseito lahir pada 2020, saat pandemi memicu krisis kesehatan dan ekonomi yang memperparah ketegangan sosial. 

Partai ini didirikan oleh kelompok aktivis sayap kanan yang memanfaatkan ketakutan masyarakat akan ancaman imigrasi, globalisasi, dan hilangnya budaya Jepang.

Ideologi mereka berfokus pada slogan “Japanese First”, menolak imigrasi, memperketat kontrol perbatasan, serta melindungi tradisi Shinto-Buddhis dari pengaruh asing.

Selain itu, mereka mengkritik kebijakan multikulturalisme yang dianggap “menjajah” nilai-nilai lokal.

Basis Pendukung Sanseito

Popularitas Sanseito yang melejit pada pemilu 2025 sendiri menunjukkan keberhasilan mereka mendulang suara di kalangan pemilih muda di Jepang yang frustrasi dengan pengangguran dan ketidakpastian ekonomi.

Berbeda dari partai tradisional di Jepang, Sanseito lebih mudah merangkul pemilih muda karena mereka memprioritaskan media sosial, terutama YouTube, untuk menyebarkan narasi emosional tentang ancaman imigrasi ilegal, kejahatan, dan kehilangan identitas budaya.

Kesuksesan Sanseito di media sosial juga bisa dilihat dari saluran YouTube resmi mereka memiliki 400.000 pengikut.

Dikutip dari socialcounts.org, angka tersebut jauh lebih banyak daripada yang dimiliki partai lain di platform tersebut bahkan mendekati tiga kali lipat jumlah pengikut Partai Demokratik Liberal (LDP) yang menguasai parlemen dalam 70 tahun terakhir

Partai Sanseito juga menolak investasi asing di sektor strategis seperti teknologi dan infrastruktur, serta mendukung subsidi lokal untuk memperkuat ekonomi domestik.

Dikutip dari Kyodo News, Lokasi basis dukungan Sanseito sendiri terpusat di daerah perkotaan dan pinggiran Tokyo, Osaka, dan Fukuoka.

Namun, pengaruhnya menyebar secara nasional melalui kampanye populis yang menawarkan solusi radikal untuk masalah kompleks, seperti penutupan perbatasan sepenuhnya dan pembangunan tembok di Selat Tsushima untuk mencegah migrasi dari Korea.

Sentimen "Anti-Asing" 

Partai Sanseito juga dikenal dengan sentimen "anti-asing" karena mereka menolak program pertukaran budaya dengan negara asing dan mengkritik kebijakan pariwisata massal yang dianggap merusak lingkungan.

Kenaikan Sanseito juga dipicu oleh kekhawatiran publik terhadap ancaman imigrasi yang dianggap merusak lapangan kerja, keamanan, dan budaya Jepang. 

Pandemi memperparah ketakutan akan kontak dengan “asing”, baik dalam bentuk virus maupun pengaruh luar.

Selain mendulang suara dari warga yang mulai cenderung berporos "Anti-Asing", Sanseito juga menarik simpati generasi muda yang merasa tertinggal oleh globalisasi.

Mereka melihat Sanseito sebagai alternatif yang menawarkan kebijakan proteksionis dan nasionalisme.

Partai ini juga memanfaatkan retorika sederhana untuk menjangkau pemilih yang skeptis terhadap partai tradisional. 

Mereka menolak keanggotaan Jepang di organisasi internasional seperti WTO dan IMF, serta menyerukan peningkatan anggaran pertahanan untuk melindungi wilayah dari klaim asing. 

Deretan Kasus WNI di Jepang Ikut Kuatkan Sanseito

Deretan kasus yang melibatkan imigran asing di Jepang dalam beberapa waktu terakhir juga terus memompa elektabilitas Sanseito pada pemilu di Jepang.

Sentimen negatif ini juga diperparah dengan banyaknya aktivitas imigran asing yang dinilai meresahkan bagi warga Jepang belakangan ini.

Beberapa di antaranya bahkan melibatkan para pekerja asal Indonesia yang bekerja di Jepang.

Sepanjang tahun 2025 ini, sejumlah WNI beberapa kali berbuat onar seperti insiden perampokan yang terjadi di Hokota, Prefektur Ibaraki.

Di perisitiwa yang terjadi pada Januari 2025 lalu tersebut, kepolisian meringkus tersangka yang merupakan tiga WNI setelah lima bulan menjlankan investigasi.

Dikutip dari BBC, Korban yang menjadi sasaran perampokan 3 WNI tersebut merupakan warga lokal Hokota.

Ini kali kedua dalam waktu yang berjarak tidak terlalu lama berita warga Indonesia "bertingkah" di Jepang muncul ke permukaan. 

Publik Jepang sebelumnya juga dibuat resah dengan viralnya video pemasangan bendera perguruan silat  PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate) di wilayah Osaka.

Pemasangan bendera PSHT di salah satu jembatan di Osaka tersebut menjadi viral di Jepang karena dianggap oleh sebagian masyarakat Jepang sebagai simbol "penetrasi budaya asing" yang tidak diinginkan.

Selain itu, PSHT juga disebut warganet di Jepang meresahkan karena melakukan pelatihan bela diri di fasilitas publik tanpa adanya izin dengan pihak berwajib.

PSHT MINTA MAAF - Perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate
PSHT MINTA MAAF - Perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Jepang meminta maaf setelah viralnya video ketika anggotanya membentangkan spanduk di Negara Matahari Terbit tersebut. Adapun kegiatan yang terekam dalam video tersebut terjadi pada tiga tahun lalu. Adapun permintaan maaf ini diketahui lewat rilis pers di laman KBRI Tokyo pada Kamis (27/6/2025). (Tangkapan layar dari akun Instagram @localpridegarage)


Meskipun tidak ada pelanggaran hukum, kehadiran PSHT sebagai simbol penetrasi warga asing di ruang publik Jepang ini memicu diskusi panas di media sosial.

Selain melakukan tindakan meresahkan warga, WNI juga terseret dalam poros "anti-asing" karena kelalaian mereka dalam bekerja.

Hal in bisa dilihat pada kasus yang terjadi pada Mei 2025, ketika seorang WNI di Prefektur Aichi diduga menyebabkan kebakaran pabrik tempat ia bekerja.

WNI tersebut diduga membuat pabrik tempat ia bekerja terbakar karena memasak makanan secara sembarangan di area produksi.

Insiden ini mengakibatkan kerugian jutaan yen dan sementara waktu menghentikan operasi pabrik.

Media Jepang seperti NHK melaporkan kejadian ini dengan judul yang menekankan "kelalaian imigran asing", meskipun investigasi menyebutkan prosedur keselamatan pabrik juga bermasalah.

Sanseito pun memanfaatkan deretan kejadian ini untuk memperkuat argumen bahwa "tenaga kerja asing tidak dapat dipercaya" dan meminta pembatasan ketat program imigrasi .

Sanseito Tolak Anggapan "Anti-Asing"

Terkait sentimen yang bisa dibilang begitu negatif tersebut, Pimpinan Sanseito yakni Sohei Kamiya menegaskan bahwa tudingan anti-asing tidak benar.

Hal ini diungkapkan oleh Kamiya dalam wawancara dengan stasiun televisi lokal Nippon Television usai pemilu pada Senin.

"Kami dikritik sebagai partai yang anti-asing dan diskriminatif. Publik akhirnya memahami bahwa media salah melihat, sementara Sanseito benar," klaim Kamiya 

Ia menegaskan bahwa fokus partainya adalah mengutamakan warga Jepang terlebih dahulu dibandingkan warga asing.

Kamiya menyebut program untuk memprioritaskan warga Jepang bukanlah bentuk penolakan sepenuhnya terhadap kehadiran imigran dari luar negaranya.

"Partai Sanseito didirikan untuk melawan globalisme dan melindungi kehidupan warga Jepang. Anggapan bahwa kader Sanseito adalah orang-orang yang ingin mendiskriminasi dan mengusir warga asing menurut saya cukup salah. Kami bukan partai semacam itu,” ujar pemimpin partai berusia 47 tahun tersebut.(Tribunnews.com/Bobby)

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Apa Itu Sanseito, Partai 'Anti-Asing' yang Melejit di Pemilu Jepang, Potensi WNI Bakal Diusir?

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved